Ruangan Pusat Pengembangan Bahasa (PPB) UIN Walisongo Semarang (Foto: UIN Walisongo) |
Dalam berjalannya waktu, kebijakan yang ditetapkan ataupun fasilitas yang diberikan oleh kampus kepada mahasiswa tidak semuanya berjalan dengan baik maupun dapat memenuhi keperluan mahasiswa UIN Walisongo Semarang.
Berikut LPM IDEA merangkum kebijakan dan fasilitas UIN Walisongo Semarang yang banyak dikeluhkan oleh mahasiswa.
1. UKT
UIN Walisongo telah mensosialisasikan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) berubah menjadi Uang Kuliah Tunggal (UKT) sejak 2013. Akan tetapi setiap penerimaan mahasiswa baru dari tahun ke tahun, UKT selalu memunculkan polemik.
Pasalnya, banyak mahasiswa merasa, UKT yang diberikan kepada mahasiswa dari pihak kampus tidak standar dengan melihat kemampuan ekonomi keluarganya. Bahkan, mahasiswa sering kali menilai, pihak kampus tidak tepat dalam mengambil sasaran UKT mahasiswa.
Dalam menangani kasus tersebut, pihak kampus selalu membuka "Banding UKT" setiap semester gasal. Tujuannya, menurunkan nominal UKT sesuai dengan kemampuan keuangan mahasiswa. Tentu, dengan menyertakan persyaratan seperti Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), slip gaji orang tua hingga setruk pembayaran listrik dan persyaratan lainnya.
Selain itu, UKT di UIN Walisongo juga mengalami peningkatan golongan, dari tiga golongan menjadi tujuh golongan. Adapun setiap tahun, pihak kampus menggeser klaster secara bertahap.
Mulanya, banyak mahasiswa mendapatkan UKT golongan tiga dan empat. Kemudian tahun setelahnya UKT golongan lima dan enam diperbanyak untuk menutupi UKT golongan satu. Hal ini disampaikan oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Kelembagaan (WR 1), Mukhsin Jamil saat diwawancara Kru IDEAPERS.COM, pada Jumat (28/07/23).
Namun, dengan besaran UKT yang tinggi, banyak mahasiswa yang menilai tidak sebanding kegiatan maupun fasilitas akademik yang diberikan oleh kampus.
Baca Juga: Dilema Inkonsistensi Sistem UKT Tinggi UIN Walisongo Semarang
2. TOEFL dan IMKA
Test of English as a Foreign Language (TOEFL) dan Ikhtibar Mi'yar Kafa'ah Al Lughoh Al Arabiyyah (IMKA) menjadi salah satu kegiatan yang wajib diikuti oleh mahasiswa UIN Walisongo. Pasalnya, sertifikat TOEFL-IMKA menjadi salah satu syarat ujian skripsi atau pengambilan ijazah di UIN Walisongo.
Akan tetapi, mahasiswa sering kali mengeluhkan TOEFL-IMKA, lantaran harus berbayar. Sebelumnya Pusat Pengembangan Bahasa (PPB) memberikan kesemapatan tiga kali untuk mahasiswa tes TOEFL-IMKA secara gratis. Jika belum juga lulus, untuk tes keempat kali dan seterusnya dikenakan biaya sebesar Rp150.000,00.
Namun regulasi TOEFL-IMKA berubah di tahun 2022, mahasiswa hanya diberikan satu kali kesempatan secara gratis untuk tes. Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Rektor nomor 84 yang ditanda tangani langsung oleh Rektor Imam Taufik (07/02/22) tentang tarif layanan penunjang akademik pada badan layanan umum kampus.
Bagi mahasiswa yang tidak lulus, wajib membayar TOEFL-IMKA sebesar Rp75.000.00, mahasiswa S2 Rp200.000, sebanyak Rp100.000 bagi pelajar SLTA sederajat, sedangkan masyarakat umum sejumlah Rp270.000. Padahal dalam unggahan di laman instragram UIN Walisongo, pada Sabtu (30/09/23), TOEFL-IMKA sudah masuk dalam komponen UKT.
Selain pembayaran, fasilitas tes TOEFL-IMKA seperti suara sound juga tidak jelas. Mahasiswa pun mengeluhkan hal tersebut, lantaran mahasiswa terganggu saat tes listening dan mempengaruhi nilai tes.
Meskipun sudah membayar, mahasiswa juga mengeluhkan terkait sertifikat TOEFL dan IMKA UIN Walisongo tidak bisa digunakan untuk keperluan di luar kampus. Sertifikat hanya digunakan untuk kepentingan kelulusan di UIN Walisongo saja.
Baca Juga: Harus Bayar TOEFL IMKA Mahasiswa Sayangkan Sertifikat Tidak Bisa Dipakai di Luar Kampus
3. Parkir
Bangunan mewah dan menjulang tinggi di setiap ruas jalan memang sangat menarik perhatian. Begitu pula dengan UIN Walisongo Semarang. Gedung-gedung mewah siap menampung kapasitas mahasiswa yang terus bertambah ribuan setiap tahunnya.
Hal ini menyebabkan kendaraan bermotor semakin banyak. Namun, lahan parkir yang disediakan tidak bisa menampung semua transportasi milik mahasiswa. Sehingga, tidak heran jika mahasiswa memilih tempat parkir di bahu jalan utama UIN Walisongo.
Fenomena demikian membuat mahasiswa dan security UIN Walisongo cek-cok karena kendaraan bermotor mengganggu kendaraan lain saat melintas. Hal ini terjadi berulang kali setiap tahunnya.
Jika dianalisa, meskipun pihak kampus sudah menyediakan beberapa tempat khusus untuk parkir, mahasiswa tetap memilih memarkirkan sepeda motor di bahu jalan. Dengan alasan tempat parkir jauh dari gedung perkuliahan, sehingga memilih tempat yang lebih dekat.
Baca Juga: Kekurangan Lahan Parkir, Mahasiswa dan Satpam UIN Walisongo Sering Cekcok
4. Fasilitas Penunjang Pembelajaran
UIN Walisongo sebagai lembaga pendidikan tidak lekang memberi hak kepada mahasiswa dalam bentuk fasilitas penunjang pembelajaran. Tapi realitanya, tidak semua fasilitas terpenuhi. Sehingga banyak mahasiswa mengeluhkannya.
Pertama, wireless networking (WiFi) di Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (FUHum) UIN Walisongo. Tidak adanya internet di PKM membuat mahasiswa melakukan kegiatan tidak maksimal. Mahasiswa berharap agar pihak kampus memperhatikan kebutuhan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) khususnya ditingkat fakultas.
Adapun pihak fakultas saat diwawancarai terkait keluhan fasilitas WiFi di PKM, menanggapi jika dana yang ada belum mencukupi untuk pemasangan WiFi di gedung PKM FUHum.
Baca Juga: WD III Soal Tidak Adanya Wifi di PKM FUHum: Anggaran Belum Tercukupi
Kedua, perpustakaan FUHum. Mahasiswa mengeluhkan koleksi buku di FUHum yang tidak lengkap dan sering menemukan buku-buku yang tidak layak dan kurang lengkap. Jam operasional yang berlaku di perpustakaan FUHum juga sering tidak sesuai.
Penanggung Jawab (PJ) perpustakaan FUHum, Eko, telah menanggapi buku yang tidak layak seharusnya memang disimpan. Namun karena tidak ada tandon buku, terpaksa disimpan di perpustakaan FUHum.
Perpustakaan FUHum kini hanya sebatas ruang baca karena perpustakaan sudah terintegrasi di perpustakaan pusat, tepatnya di kampus III UIN Walisongo.
Ketiga, ruang kelas Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Walisongo yang dilaksanakan di lantai dua gedung IsDB Sosial dan Humaniora (Soshum) dialihkan secara online. Himbauan tersebut disampaikan pada Rabu (03/05/23). Awalnya, mahasiswa FDK yang melakukan perkuliahan di gedung tersebut dialihkan ke gedung C Kampus I.
Sebagaimana tertera pada SK Rektor UIN Walisongo Semarang nomor: B-2099/Un.10.0/B.1/KS.1/4/2023 yang ditanda tangani oleh Kepala Biro AUPK, Teguh Sarwono, sejak Jumat (28/04/23).
Peralihan ini terimbas dari proses perencanaan pembukaan fakultas baru yakni Fakultas Kedokteran (FK). Banyak mahasiswa yang mengeluhkan keputusan tersebut. Mereka merasa kuliah secara online tidak efektif.
Selain itu, masih ditemukan beberapa fasilitas di ruang kelas yang kurang memadai. Misalnya, proyektor yang tidak berfungsi, AC mati, kipas angin yang rusak hingga tidak adanya papan tulis di ruang kelas.
Itulah beberapa kebijakan hingga fasilitas UIN Walisongo yang banyak dikeluhkan oleh mahasiswa. Mulai dari TOEFL dan IMKA sebagai fasilitas akademik hingga fasilitas penunjang pembelajaran. [Ayu Sugiarti]
KOMENTAR