![]() |
Ilustrasi Ijazah Sarjana UIN Walisongo (Dok. ideapers.com) |
Semarang, IDEAPERS.COM - Sejumlah alumni UIN Walisongo Semarang belum menyelesaikan program bahasa intensif Test of English as a Foreign Language (TOEFL) dan Ikhtibar mi’yar al kafaah fii al lughoh al‘arobiyyah (IMKA), akibatnya ijazah mereka tertahan hingga kini.
Pusat Pengembangan Bahasa (PPB) sebagai pelaksana tes TOEFL IMKA memberikan sertifikat kelulusan dengan standar nilai tes 400 untuk TOEFL dan 300 untuk IMKA. Sertifikat tersebut menjadi salah satu syarat pengambilan ijazah kelulusan bagi alumni.
Salah satu alumnus Manajeman Pendidikan Islam (MPI), Wahyu Aji Prasetyo mengaku belum lulus TOELF IMKA sejak kelulusannya pada Februari lalu (09/02/23).
Akibatnya, ia belum bisa mengambil ijazah sebagai bukti menempuh pendidikan sarjananya. Lebih lanjut, pekerjaan yang ia tekuni sekarang masih memiliki dispensasi waktu dalam melaporkan ijazah sarjana.
"Usai lulus alhadulillah saya sudah mendapatkan pekerjaan sebagai pengajar seni budaya di SMK dekat rumah saya, itukan masih boleh pakai surat keterangan lulus saja. Syarat ijazah bisa dikumpulkan menyusul," ungkap Aji saat diwawancarai kru IDEAPERS.COM belum lama ini.
Baca Juga: Harus Bayar TOEFL IMKA Mahasiswa Sayangkan Sertifikat Tidak Bisa Dipakai di Luar Kampus
Namun demikian, pengambilan ijazah tetap harus ia lakukan lantaran untuk kepentingan pekerjaannya.
"Ya mau nggak mau harus lulus TOEFL IMKA," singkatnya.
Saat ditanyai alasan tak mengikuti tes sejak masih berkuliah, ia mengatakan telah mengikuti satu kali baik TOEFL maupun IMKA secara offline dan mulai berbayar sejumlah Rp75 ribu.
Namun, nilai tes yang Aji peroleh belum mencukupi standar kelulusan.
"Pas kuliah sempet ikut tes TOEFL sama IMKA sekali secara offline, saat sudah berbayar 75 ribu itu. Tapi belum lulus," jelas alumni angkatan 2018 asal Tegal itu.
Selain Aji, salah satu alumnus Hukum Ekonomi Syariah (HES), Baha Nurul Mughits menjelaskan sertifikat TOEFL IMKA hanya sebagai syarat pengambilan ijazah sarjana saja di Fakultasnya (Syariah dan Hukum).
"Saya salah satu mahasiswa yang belum pernah ikut tes TOELF maupun IMKA," ucap Baha saat diwawancarai kru LPM IDEA secara online, belum lama ini.
"Di FSH itu, nggak tahu untuk angkatan 2019, sertifikat TOELF IMKA itu diberlakukan sebagai syarat pengambilan ijazah, bukan untuk sidang munaqasah," lanjut mahasiswa angkatan 2018 itu.
Ketika ditanyai alasan tak mengikuti tes sejak awal, ia mengaku sempat menganggap mudah tes tersebut.
Kemudian, sistem berebut bangku pada pendaftaran TOEFL IMKA menjadi salah satu alasan Baha memilih menunda tes.
"Dulu ketika masih mahasiswa awal saya mikir nanti dulu aja tesnya, karena itu rebutan kursi tes juga kan, kasihan mahasiswa semester akhir yang belum kebagian bangku tes," terangnya.
Alumni Berlaku Tarif Pendaftaran dalam Kategori Umum
Baha menambahkan status alumni yang tak lagi mahasiswa mempengaruhi tarif pendaftaran TOEFL IMKA dan digolongkan sebagai pendaftar tes dengan kategori umum.
Sebagai informasi, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Rektor nomor 84 tahun 2022 yang ditanda tangani langsung oleh Rektor Imam Taufik (07/02/22) tentang tarif layanan penunjang akademik pada badan layanan umum kampus.
Baca Juga: Soal Sertifikat TOEFL IMKA Tak Bisa Dipakai di Luar Kampus, PPB: Sekarang Bisa Dipakai untuk BIB
Salah satu poin lampiran SK tersebut tertulis daftar tarif layanan PPB dengan beberapa kategori di antaranya, untuk mahasiswa S1 sebesar Rp75.000, mahasiswa S2 Rp200.000, sebanyak Rp100.000 bagi pelajar SLTA sederajat, sedangkan masyarakat umum sejumlah Rp270.000.
"Kalau sudah lulus itu otomatis NIM (Nomor Induk Mahasiswa) kita itu terblokir. Mau nggak mau harus mendaftar secara umum, jadi harus modal lebih banyaklah untuk bisa lulus TOELF IMKA," jelas Baha.
Usai lulus bulan Mei lalu (23/05/23), ia memiliki kesibukan bekerja dan merintis bisnis sendiri.
"Alhamdulillah, saya punya usaha kecil kecilan dibidang makanan, kalo saya sendiri kerja di salah satu CV yang bergerak di bidang pengadaan barang," jelasnya.
Akibat ijazah sarjana yang masih tertahan, Baha harus menunda keinginannya untuk melamar pekerjaan sesuai bidang perkuliahannya.
"Kadang saya kan punya rasa jenuh juga. Punya keinginan kerja di perusahaan, tapi kan itu harus punya ijazah, jadi ya nggak dulu," ungkapnya.[Rep. Riska/Red. Gita].
KOMENTAR