Tanggal rilis: 17 Februari 2005 (Jerman)
Sutradara: Francis Lawrence
Diadaptasi dari: Hellblazer
Genre: Misteri-Horor-Thriler
“Keraguan bukanlah kebalikan dari iman, tetapi bagian dari iman itu sendiri.” – Paul Tillich
Kutipan ini terbesit dalam kepala, ini sangat cocok untuk menggambarkan film Constantine karena menggambarkan perjalanan spiritual dan mental yang dilalui oleh tokoh utama, John Constantine. Dalam film, ia adalah sosok yang terjebak dalam dilema iman dan keraguan. Dia tahu bahwa dunia supranatural dan keberadaan kekuatan ilahi dan iblis itu nyata, tetapi dia juga hidup dalam keadaan skeptisisme dan kekecewaan terhadap tatanan ilahi.
Kutipan ini relevan karena menunjukkan bahwa keraguan menjadi bagian dari iman yang utuh dan alami. Constantine tidak memiliki iman yang murni atau religiusitas yang polos, tetapi keraguannya justru menjadi penggerak yang mendorong dia untuk mencari kebenaran, memahami perannya dalam konflik besar antara surga dan neraka, serta berjuang untuk menyelamatkan jiwanya.
Baca Juga: Refleksi Keadilan dalam Film “White Bear” Black Mirror
Kehadiran keraguan dalam diri Constantine menggambarkan sisi manusia yang kompleks, di mana keyakinan penuh dengan pertanyaan dan ketidakpastian. Ini menegaskan bahwa iman bukanlah sesuatu yang statis atau bebas dari tantangan, tetapi sebuah perjalanan yang melibatkan pertarungan batin dan pencarian makna di tengah keraguan. Pada akhirnya, tindakan Constantine dalam menghadapi tantangan tersebut menunjukkan bahwa ia tetap memilih untuk bertindak berdasarkan pengetahuan dan keyakinan yang ia miliki, meski penuh dengan keraguan, membuktikan bahwa iman sejati sering kali lahir dari perjuangan melawan ketidakpastian.
“Manusia dilahirkan bebas, tetapi di mana-mana ia terbelenggu oleh rantai.” – Jean-Jacques Rousseau
Kutipan dari Jean-Jacques Rousseau juga cocok untuk menggambarkan film Constantine karena menggambarkan kondisi eksistensial dan keterjebakan yang dialami oleh John Constantine sebagai karakter utama. Dalam film, Constantine terjebak dalam situasi yang paradoks: di satu sisi, ia memiliki kehendak bebas untuk membuat pilihan, tetapi di sisi lain, ia terikat oleh konsekuensi dari dosa-dosanya di masa lalu dan oleh sistem kekuatan supranatural yang membatasi kebebasannya.
Baca Juga: Pergolakan Perempuan Melawan Stigma Kretek
Kutipan ini relevan karena menggambarkan bagaimana manusia, meskipun dilahirkan dengan kebebasan untuk berpikir dan bertindak, sering kali terikat oleh rantai yang bersifat fisik, mental, atau spiritual. Constantine adalah contoh manusia yang terbelenggu oleh rasa bersalah, pengetahuan akan dosa, dan peran yang dipaksakan oleh kekuatan surga dan neraka. Ia berusaha keras untuk melepaskan dirinya dari ‘rantai’ takdir dan dosa yang membelenggunya, tetapi selalu dihadapkan pada kenyataan bahwa pilihannya selalu dipengaruhi oleh kekuatan yang lebih besar dari dirinya.
Rousseau menekankan bahwa masyarakat atau kekuatan eksternal dapat mengekang kebebasan individu, dan dalam konteks film ini, ‘rantai’ tersebut bisa diartikan sebagai dualitas kekuasaan antara surga dan neraka yang mengontrol nasib manusia. Constantine sendiri terus mencoba melawan belenggu ini dengan usahanya untuk menentukan nasibnya sendiri dan menemukan kebebasan sejati yang dalam hal ini adalah keselamatan rohaninya. Hal ini mencerminkan konflik batin antara kehendak bebas dan takdir, di mana meskipun manusia ingin bebas, ia tidak sepenuhnya lepas dari pengaruh dan konsekuensi dari pilihannya sendiri serta kekuatan eksternal yang mengikatnya.
Baca Juga: Memahami Pentingnya Kesadaran dari Film Life of Pi
Terdapat adegan di film ini yang menggambarkan bahwa konsep kebaikan dan kejahatan tidak selalu hitam-putih. Gabriel, sebagai makhluk surgawi, yang seharusnya melambangkan kebaikan mutlak, menunjukkan sisi ambisius dan kejatuhan moral ketika ia ingin membawa "pemurnian” dunia dengan caranya sendiri. Hal ini menggambarkan bahwa niat baik yang dilakukan dengan cara yang salah bisa berubah menjadi kejahatan. Di sisi lain, Lucifer, yang biasanya dipandang sebagai inkarnasi kejahatan murni, justru memainkan peran sebagai penyelamat yang paradoksal. Ini menunjukkan bahwa dalam situasi tertentu, kejahatan pun bisa menjadi alat untuk melawan ancaman yang lebih besar.
Gabriel berkolaborasi dengan Mammon atas keyakinan bahwa penderitaan besar diperlukan untuk membuat manusia layak mendapatkan keselamatan. Ini mencerminkan konsep filsafat utilitarianisme yang ekstrem, di mana tindakan yang secara moral salah dilakukan demi tujuan yang dianggap lebih tinggi. Namun, adegan ini menyoroti bahaya dari pemikiran tersebut, bahwa tindakan jahat dengan dalih kebaikan bisa menjadi destruktif dan tidak manusiawi.
Fakta bahwa John Constantine harus memohon bantuan Lucifer untuk menggagalkan rencana Gabriel dan Mammon menyoroti paradoks dalam filsafat tentang peran kehendak bebas versus intervensi kekuatan ilahi. John berusaha menggunakan kehendak bebasnya untuk menentang takdir yang dipengaruhi oleh malaikat dan iblis. Hal ini mengajarkan bahwa batas antara baik dan jahat dalam diri manusia sering kali kabur, dan upaya untuk mencapai kebebasan serta keselamatan terkadang mengharuskan kerja sama dengan kekuatan yang tidak terduga.
Gabriel menggambarkan konsep hubris (keangkuhan) dalam filsafat Yunani, di mana makhluk yang terlalu yakin pada kekuatan atau kebijaksanaannya sendiri akhirnya jatuh karena kesombongannya. Gabriel merasa bahwa ia memiliki kebijaksanaan untuk menentukan jalan keselamatan umat manusia, tetapi pada akhirnya, ia dihukum atas kesombongan tersebut. Ini menggarisbawahi pelajaran bahwa keangkuhan sering kali membawa kejatuhan, bahkan bagi makhluk yang dianggap ilahi.
Pilihan John untuk meminta bantuan kepada Lucifer simbol dari kejahatan murni sebagai cara terakhir untuk menggagalkan rencana Gabriel menunjukkan bahwa keselamatan dan pengorbanan dapat muncul dari tempat-tempat yang tidak terduga. Adegan ini mengajarkan bahwa terkadang solusi moral dan spiritual melibatkan pemahaman bahwa tidak ada satu kekuatan pun yang sepenuhnya menguasai kebenaran, dan manusia harus berani mengambil keputusan sulit di antara ambiguitas moral untuk mencapai kebaikan.
[A]
KOMENTAR