![]() |
Gambar: Istimewa |
Gelaran Pengenalan Budaya Akadamik dan Kemahasiswaan (PBAK) UIN Walisongo Semarang 2021 ramai menjadi perbincangan, terutama oleh mahasiswa lama. Bukan hanya karena pelaksanaannya yang keseluruhan online, tetapi juga kemasan dan agenda seremonial dari konsep besar yang diusung.
Tidak bermaksud menafikan situasi masa pandemi covid-19, pelaksanaan PBAK tahun ini memang menimbulkan banyak pertanyaan. Mulai dari pertanyaan terkait akan menjadi seperti apa mahasiswa baru di masa pandemi, atau bahkan sampai pada pertanyaan bentuk nalar kritis yang ingin ditanamkan kepada mahasiswa baru. Keadaan yang berbeda tentu menciptakan output yang berbeda pula.
Salah satu kemasan baru dalam PBAK tahun ini yaitu menghadirkan Tik Tok Competition, seperti yang diserukan panitia lewat postingan pamplet di akun instagram @pbakuinws. Mahasiswa baru 2021 diajak membuat video dengan gerakan bebas sesuai kreativitasnya masing-masing, lantas mengunggahnya di Tik Tok. Dalam postingan itu juga menyertakan contoh video dua mahasiswi yang tampak tersenyum sambil melakukan jogetan.
Baca Juga: UIN Walisongo, Kampus Pelit Informasi?
Barangkali kompetisi Tik Tok itu ditujukan untuk meramaikan momen PBAK meskipun dilakukan secara online. Selain dapat menarik perhatian dan antusiasme maba, Tik Tok juga dapat memantik kreativitas dalam pembuatan konten media sosial. Diperlukan rasa percaya diri tingkat tinggi untuk berjoget di depan kamera, juga disertai sedikit kemampuan editing video.
Namun, wajah baru dalam PBAK UIN Walisongo tersebut memantik beberapa pertanyaan dalam benak saya. Apa landasan dan pertimbangan panitia memilih Tik Tok sebagai ajang kompetisi dibandingkan dengan bentuk dan medium yang lainnya? Karakter mahasiswa bagaimana yang ingin dibentuk dari video dengan jogetan dan gerakan tubuh? Apakah hanya sekadar euforia sesaat dan mengikuti tren media sosial belaka? Jika memang karena alasan tren kekinian di tengah pandemi, apakah tidak ada cara lain yang dapat merangsang nalar kritis dan lebih merepresentasikan idealisme mahasiswa sebagai agen perubahan?
KOMENTAR