![]() |
Tri Utami Oktafiani sedang menjelaskan materi tentang Peluang dan Tantangan Pendidikan di Era AI, pada rabu (11/10/23). di belakang gedung dekanat Fakultas Ushuluddin dan Humaniora kampus II. |
Hal ini ia sampaikan dalam Diskusi Umum bertajuk "Peluang dan Tantangan Pendidikan di Era AI", yang digelar di Ruang Outdoor, Fakultas Ushuluddin dan Humaniora Kampus II, pada Rabu (11/10/23)
Perempuan yang akrab disapa Tami ini melanjutkan bahwa dampak AI tergantung cara penggunanya dalam menyikapi.
"Pengaruh AI tergantung pada berpikir kritis (critical thinking) dan pertimbangan moral seseorang," ungkap Tami pada forum diskusi bersama LPM IDEA.
Baca Juga : Artikel Ilmiah Bisa Jadi Pilihan Tugas Akhir Non Skripsi di UIN Walisongo, Ini Ketentuannya
Secara historis, kata Tami, AI berawal dari sebuah mesin turing (turing machine) yang diciptakan Alan Turing pada 1936. Katanya, mesin turing ini berfungsi untuk memecahkan kode perang antara Jerman dan Inggris.
Tami melanjutkan, sampailah pada berbagai pengembangan bahasa pemrograman AI yang dikenal sekarang, sebut saja search engine Google, algoritma platform YouTube, hingga chatgpt.
Kemudian, Ia menyinggung keunggulan AI dibandingkan manusia. Menurutnya AI cukup unggul secara pengetahuan, pengumpulan data (collecting data), dan olah data (processing data) melalui bahasa pemrograman.
"Dalam pengetahuan, collecting data, processing data. Manusia sudah kalah, 3-0 dari AI," canda Tami untuk membandingkan keunggulan AI dan manusia.
Namun demikian, kata dia, di sinilah pendidikan berperan terhadap hal-hal fundamental manusia yang tidak bisa digantikan oleh AI.
"Tenang aja, manusia masih unggul dari AI dalam pemaknaan sesuatu, kesadaran akan jati diri, membentuk hati nurani, serta memiliki emosi dan mampu mengekspresikan perasaan kok," terangnya.
Sehingga, Tami berpesan kepada mahasiswanya agar dapat memanfaatkan pendidikan dengan baik. Pasalnya, kata dia, pendidikan bukan sekedar kegiatan formal semata.
"Agar tidak kalah dengan AI, pendidikan bukan hanya sekedar formalitas mendapat gelar agar bisa bekerja, tetapi berani mencoba banyak hal," ujarnya.
Baca Juga : Dilema Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan
Mengambil istilah Paidea dalam Yunani Klasik, ia mengatakan dalam menempuh pendidikan, pelajar atau mahasiswa harus memiliki visi dan tujuan yang jelas. Baginya, hal ini dapat menjadi pembeda yang otentik dari pemikiran manusia dibanding AI.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa pendidikan turut menjadi upaya dalam memanusiakan manusia. Seperti membentuk karakter berkeutamaan (arete), terpandang karena memiliki kebajikan (virtue), dan memiliki budaya intelektual.
Dari perbedaan antara manusia dan AI tersebut, Tami berharap mahasiswanya dapat memperhatikan pengolahan pikiran (penalaran), pengolahan rasa (psyche), serta pengolahan cipta dan karya.
Menurutnya, dari sanalah esensi pendidikan yang harus dimiliki manusia di tengah era AI.
"Seluruh upaya pendidikan diarahkan pada pengembangan kepribadian," pungkasnya.[Rep. Rifky Adi Anggana/Red. Riska].
KOMENTAR