Dilema Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan

(Sumber: dsb.edu.in)
Kecerdasan buatan atau Artificial Intellegence (AI) semakin akrab menjadi bahan diskusi. Masifnya penggunaan AI pada kehidupan sehari-hari menjadikan gaya hidup manusia serba praktis, mudah, dan instan. AI tidak hanya digunakan untuk urusan pekerjaan seperti penggunaan robot pembersih otomatis atau komputerisasi dokumen. Pada smartphone yang kita gunakan, berbagai macam AI dapat dengan mudah membantu untuk mematikan lampu, memainkan lagu melalui aplikasi, bahkan mengirimkan pesan pada aplikasi chat melalui bantuan siri, google assistant, atau alexa. 

Di satu sisi, banyak kekhawatiran yang menghantui seiring bertambah canggihnya AI ini. Namun di sisi lain, sebagian orang merasa bahwa tidak perlu mengkhawatirkan kecanggihan AI, toh ia juga dibuat oleh manusia. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa perlu mengkritisi dan mengantisipasi perkembangan AI di masa depan.

John McCarthy, seorang profesor sains komputer asal Inggris pada tahun 1956 telah mengatakan bahwa:

Pembuatan AI pada dasarnya untuk mengetahui dan membuat macam-macam model berpikir manusia, mendesain mesin agar dapat menirukan perilaku manusia. Perilaku manusia yang ditiru memasuki ranah kecerdasan yang berarti memiliki pengetahuan ditambah pengalaman, penalaran, hingga moral yang baik. Manusia yang cerdas dalam menyelesaikan permasalahan dikarenakan ia memiliki pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan diperoleh melalui belajar.

Secara historis, AI pertama di dunia berawal dari pengembangan ilmu matematika pada tahun 1936 yang dikenal dengan Mesin Turing (Turing Machine). Mesin Turing ditemukan oleh Alan Turing, John McCarthy, Marvin Minsky, dkk. Mesin Turing dibuat dengan tujuan untuk memecahkan kode tertentu (enigma code) ketika Perang Dunia II antara sekutu dan Jerman. 

Selanjutnya, pada tahun 1950, pengembangan AI menghasilkan komputer digital yang berisi bahasa-bahasa pemograman. Hingga saat ini, bentuk AI yang dapat kita nikmati berupa search engine seperti Google, atau platform media sosial seperti YouTube, TikTok, instagram, hingga aplikasi chatGPT, AI chatbot, dsb.

Banyak hal yang dianggap sulit bagi kecerdasan manusia, tetapi tidak sulit bagi AI, seperti permainan catur. Jika kita kontekstualisasikan dengan keadaan sekarang, bahkan untuk mendesain suatu gambar atau infografis, tidak perlu memiliki kemampuan mengenai bentuk visual, campuran warna, atau bentuk tulisan dalam menuangkan ide yang dimiliki. Cukup membuka aplikasi desain yang gratis atau berbayar dan dapat ditemukan pilihan templet desain yang dibutuhkan. 

Dalam hal lain, penggunaan AI untuk memudahkan urusan juga berdampak pada permasalahan berpikir kritis (critical thinking) dan permasalahan moral. Penggunaan AI bot atau chatGPT dalam membuat narasi atau mengonsepkan sesuatu sudah tidak lagi otentik dari pikiran manusia. Melihat realita yang seperti ini, lalu timbul pertanyaan, apakah pendidikan masih diperlukan? Bukankah dengan kecakapan penggunaan AI saja sudah cukup sebagai bekal hidup?

Sejatinya, meminjam istilah paideia pada zaman Yunani Klasik, untuk mengupayakan dan menjadi manusia yang ideal dapat ditempuh melalui sistem pendidikan dengan visi dan tujuan yang jelas. Manusia ideal dalam pandangan Yunani Klasik ialah manusia yang mampu menyelaraskan jiwa dan badan hingga mencapai kebahagiaan (eudaimonia) dan hidup yang baik (well-being). 

Pendidikan adalah usaha terpadu untuk memanusiakan manusia muda, membentuk karakter yang berkeutamaan (virtue), terpandang karena memiliki kebajikan (arete), dan memiliki budaya intelektual. Dengan kata lain, pendidikan pada dasarnya proses humanisasi yang menjadikan seseorang menjadi lebih manusiawi.

Jika mengartikan pendidikan hanya dapat ditempuh melalui sekolah formal seperti SD, SMP, SMA lalu lanjut ke Perguruan Tinggi, tentu saja ini bukan yang dimaksud oleh paidea. Pendidikan yang mampu membuat manusia lebih manusiawi sejatinya berpijak pada nilai keutamaan dan kebajikan. Bahkan, dalam satu semester menempuh 20-24 SKS yang dianggap sebagai proses belajar, tetapi tidak pernah tau tujuan ia belajar, hal itu tidak bisa dikatakan sebagai pendidikan. Kelompok seperti inilah yang rawan akan tergerus dan kalah oleh AI.

Ada beberapa hal yang membedakan dan membuat AI lebih unggul dibanding manusia. Pada dasarnya, AI merupakan cabang ilmu komputer yang berbasis pada penalaran. Berbagai macam pengetahuan dikumpulkan dan dimasukkan pada mesin (collecting data), kemudian olah data (processing data) melalui bahasa pemograman.

Dapat diakui, hingga proses olah data, kemampuan berfikir manusia yang dianggap konvensional belum mampu mengungguli AI. Sebagai contoh bentuk AI yang paling sederhana adalah kalkulator. Untuk menjumlahkan hasil perkalian tiga digit dengan angka yang berbeda, tentu saja sebagian besar orang akan kalah cepat dibanding kalkulator. Begitu juga dengan hafalan teori ketika belajar. Seperti DoNotPay, sebuah robot pengacara di Inggris yang telah digunakan pada tahun 2022 dalam membantu persidangan.

Baca Juga: Peluang Kerja dan Bayang-Bayang Kecemasan Dunia AI

Tidak menutup kemungkinan hal seperti ini merambah pada aspek kehidupan yang lain, seperti robot pendeta, robot dokter, atau robot dosen. Sudah tidak jarang ditemukan perdebatan mengenai pekerjaan yang akan tersisihkan karena kecanggihan AI yang melampaui manusia. Namun sekali lagi, jika pendidikan hanya untuk formal mendapat gelar agar bisa bekerja, AI pun sudah bisa mengganti peranan manusia.

Namun, terdapat hal-hal fundamental pada manusia yang tidak bisa dikalahkan oleh AI. Pertama, penggalian makna. Untuk sampai pada ranah makna, esensi, maupun hakikat akan sesuatu, tidak dapat ditempuh hanya pengumpulan data dan olah data yang dapat dilakukan oleh AI. 

Kedua, menemukan jati diri, menyadari dan mengembangkan potensi yang dimiliki. Secanggih apapun AI yang dibuat oleh manusia, ia tidak memiliki ranah kesadaran (consciousness). Memaknai kehidupan sebagai pembuktian eksistensi diri pun tidak semua orang memiliki kemampuan akan hal ini. Menurut Jean Paul Sartre, manusia seharusnya mampu menolak untuk didefinisikan. 

Ketiga, membentuk hati nurani. Meskipun AI dimasukkan pengetahuan melalui bahasa pemprograman mengenai baik-buruk, benar-salah, sopan- tidak sopan akan sesuatu, tetapi ia hanya mampu sampai pada dikotomi pemograman. AI tidak memiliki pertimbangan moralitas yang berkaitan dengan hati nurani, karena hal ini hanya dimiliki oleh manusia. Walaupun pada kenyataannya, banyak manusia yang tidak lagi mempertimbangkan hati nurani dalam pengambilan keputusan. 

Keempat, memiliki emosi dan mampu mengekspresikan perasaan. Akan timbul permasalahan yang teramat besar jika AI sudah memiliki kecanggihan hingga tahapan emosi dan pertimbangan moral. Pesawat tanpa awak (drone) yang digunakan Ukraina untuk menyerang Rusia masih dikendalikan oleh manusia. Tidak sulit untuk dibayangkan dampak yang terjadi jika drone dalam kendali penuh oleh AI.

Pencapaian hal-hal fundamental yang dapat dilakukan manusia untuk hidup berdampingan dengan AI dapat ditempuh melalui pendidikan. Dalam pendidikan, terdapat upaya untuk membentuk manusia utuh yang ideal yang berpijak pada virtue dan arete. Pendidikan seharusnya mampu mengasah kemampuan berfikir manusia semakin kritis guna memahami realitas diri, sosial, dan dunia. 

Melalui pendidikan, manusia mampu menerapkan apa yang diketahui, dipahami, hingga, diterapkan secara praktis dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi. Sampai disini, pendidikan membuat manusia setara dengan AI. Namun, kita tidak berhenti sampai di situ. Pada dasarnya, melalui pendidikan, manusia mampu menjadi otentik, orisinal, mandiri, dan berpegang pada prinsip dalam memaknai kehidupan dan berkesistensi hingga tidak mudah digoyahkan oleh berbagai kepentingan dan desakan dunia luar.

Pembentukan manusia yang utuh dan ideal menuntut adanya pemahaman atas dimensi-dimensi yang ada dalam diri manusia. Dengan menempuh pendidikan, ikut berorganisasi, terlibat dalam unit kegiatan mahasiswa, akan membantu menstimulasi untuk terus belajar dan memaknai setiap peristiwa dan pengalaman hidup. 

Jika manusia hanya ikut arus atau tren, tidak mampu menemukan dimensi lain yang ada pada dalam diri, sama halnya dengan AI yang bersifat satu dimensi. Seluruh upaya pendidikan diarahkan pada pengembangan kepribadian yang mencakup pengolahan pikiran atau penalaran, pengolahan rasa atau psyche, pengolahan cipta dan karya. Dengan kata lain, seluruh proses pendidikan yang dilakukan manusia ditujukan pada pengembangan pengetahuan, pemahaman, penanaman, dan penerapan nilai kebenaran, keindahan, kebaikan, dan kebajikan yang menjadi esensi dalam pendidikan.


Tri Utami Oktafiani

Dosen Filsafat UIN Walisongo Semarang


KOMENTAR

Name

17 agustus,1,2021,4,2023,1,2024,2,22 Mei 2019,1,ab,1,Abu Nawas,2,academy,1,Advertorial,4,AFI,3,ai,6,Akreditasi,1,al-ghazali,1,al-ikhlas,1,Al-Qur'an,4,Albert Camus,3,Albert Estein,2,Anak,1,Anak laki-laki,1,Analisis Utama,2,Animal Farm,1,aqidah dan filsafat islam,3,Artificial Intellgence,3,Artikel,552,Artikel sastra,3,asian value,1,atribut,1,audiensi,6,bahasa,1,bahasa ibu,1,bali,3,Banding UKT 2023,2,banjir,2,bantuan ukt,2,Beasiswa,20,Begadang,1,belajar,5,berdoa,2,Berita,1647,berita potret,4,biografi,1,bonus demografi,1,buku,8,bulan muharram,2,Bulan Ramadan,10,calon wisudawan,1,camaba,10,camaba 2022,2,camaba 2023,1,Carl jung,2,ceremony,1,cerpen,35,copy writing,1,Corona virus,65,critical thingking,1,cumlaude,2,cybersecurity. internet,1,darurat pernikahan dini,1,Daun kelor,1,dekan fuhum,1,dema,14,Demokrasi,1,demonstrasi,1,digital,3,diklatpimnas,1,diskon,1,Dokumen,1,Doom Spending,1,dosen,2,dsign,1,Edukasi Seksual,1,ekologi,1,ekosistem,1,EkspreShe,35,era digital,1,Es Teh,1,Essay,121,fakultas kedokteran,5,Fasilitas,3,Fasilitas PKM,2,fdk,1,feature,2,film,6,Filsafat,40,FITK,1,fresh graduate,3,FUHUM,66,FUHum fest,3,FUPK,7,Gadis Kretek,1,Gagal Wisuda,3,gaya hidup,3,Gen Z,2,gender,2,General Library,2,Generasi Milenial,31,George Orwell,1,globalisasi,1,graduation cap,1,greencampus,1,Guru,5,gym,1,hak cipta buku,1,Harapan,2,hari batik,1,Hari Buku Internasional,1,Hari Buruh,2,Hari Buruh Internasional,4,hari guru,2,hari ibu,1,Hari Jumat,1,Hari Kartini,3,hari kemerdekaan,2,hari pahlawan,4,Hari Perempuan Internasional,1,Hari Raya,12,Hari Santri,10,Hari Santri Nasional 2022,6,Hari Sumpah Pemua 2022,2,heroisme,1,Hukum,1,Ibnu Sina,1,ide bisnis,1,identitas,1,idul adha,11,Ilmu Falak,1,Ilmu Pengetahuan,91,Imam Nawawi,1,Imlek,2,indonesa emas,1,indonesia,6,info beasiswa,4,info kos ngaliyan,1,Informasi,2,Informasi Kampus,20,Informasi Umum,21,inspiratif,1,internasional,6,islam,2,isra' mi'raj,2,Iwan Fals,1,jawa timur,1,Jerat Hukuman,1,judul skripsi terbaik,8,Jurang Asmara,3,Kahlil Gibran,2,Kajian,6,kalam fuhum,1,Kapitalis,2,Kasus Birokrasi,2,Keagamaan,74,Kebahagiaan,3,kebaya,2,kebudayaan,7,kecantikan,1,kecelakaan,6,kecerdasan,2,Kedokteran,1,kekerasan seksual,2,kekerasan seksual anak,1,kemanusiaan,2,kemerdekaan,3,kerja,2,kesadaran,8,Kesaktian Pancasila,1,Kesehatan,29,KI Hajar Dewantara,1,KIP-K,7,Kitab Allah,1,kkl,12,KKN,23,KKN Internasional,1,KKN Nusantara,1,Klarifikasi,2,kompre,1,Komunikasi,3,konten vidio,1,kopi,2,Korean Wave,1,korelasi,1,Korelasi 2023,3,Korupsi dosen,1,kos,1,kru IDEA,3,ksr,1,KTM hilang,1,KTT G20,3,KUHP,1,Kuliah,12,Kuliah luar negeri,4,Kuliah Online,21,Kuliah tatap muka,2,kuliner,1,kupi,1,kurban,3,Lahan Parkir,4,leaders declaration,1,liburan,2,lifestyle,1,Literasi,3,Logo HSN 2022,1,lukisan,1,Lulus Cepat,13,ma'had,9,maba 2023,6,maba2022,3,Machiavelli,1,Mahasiswa,668,mahasiswa baru,18,Mahasiswa Meninggal,1,makna hidup,1,makna kembang api,1,Maksiat hati,1,Malaysia,1,mana 2024,1,Masa Jabatan,1,Masjid Kapal,1,Maulid Nabi,1,media sosial,2,Membaca cepat,1,Mendikbud,1,mengingat,1,mental,2,Menulis,1,menwa,1,metaverse,1,modernitas,1,motivasi,8,Muhammad,6,Muhammad Iqbal,1,Munaqosah,2,Musik,1,Nabi Muhammad,8,nasional,26,Nasionalisme,1,natal,1,New Normal,18,Ngaliyan,15,Oase,406,Olahraga,2,omnibus law,1,Opini,259,opini mahasiswa,22,ORKM,2,ormawa,2,orsenik,28,outfit,2,pameran isai,2,pancasila,2,Pandemi,5,PBAK,29,PBAK 2022,5,pbak 2023,14,PBAK 2024,7,Pedagogi,1,pelatihan,2,pelecehan seksual,1,peluang,1,Pemalsuan,5,Pembayaran UKT,2,Pemilu 2024,3,pemuda,3,Pendidikan,19,penemuan ular,1,pengembangan diri,7,Penjara,1,Penyair,1,Penyesuaian UKT 2022,3,perang ukraina,1,Perempuan,7,peringatan harlah NU,1,pernikahan dini,1,perpustakaan,5,Pertemanan,1,Pidana,1,Plagiasi Rektor,1,Planetarium UIN Walisongo,1,PMB,10,politik,5,pondok pesantren,5,pormawa,1,Post-truth,1,Potret Berita,11,potret wisuda,5,ppb,7,praktikum,1,Pramoedya Ananta Toer,1,presidensi,1,Prestasi,2,profesi,2,Program Mahasiswa Internasional,2,Psikologi,36,Puasa,9,Puasa Ramadan,45,Puisi,161,Quotes,1,qurban,1,ramadhan 2023,9,Ramadhan 2024,1,Rasulullah,1,recriutment,2,recruitment,4,refrensi,1,regulasi,1,rektor,7,Resensi,23,Resensi Buku,21,Resensi Film,34,revolusi industri,1,Riset,5,SAA,1,Sahabat,2,Sampah Juras,2,santri Ma'had,4,Sastra,124,Second Sex,1,sedekah,1,sejarah,1,sema,5,Semarang,187,sempro,2,Shalawat,1,Sidang,2,Sistem akademik,1,SK Jabatan 6 Bulan,1,SK Wajib Mahad,11,skill,1,Skripsi,19,sky,1,socrates,2,sosial,2,Sosok,2,Soto,1,stoic,1,Student Mobility,1,sufisme,2,Sujiwo Tejo,1,sukses,3,sumpah pemuda,2,Surat Pembaca,9,tafsir,6,Tafsir Misbah,1,Tafsir Surah Fatihah,2,Tahun baru,3,Taman Entrepreneur FEBI,1,TandaTangan,4,tasawuf,2,Taubat,1,teater,8,Teknologi,43,teladan,1,Thailand,1,tips,4,Toefl-Imka,23,tokoh,1,Toxic,1,TP,2,tranformasi energi,1,Tugas Akhir,16,UHN,2,UIN Walisongo,785,UIN Walisongo Semarang,54,ujm,2,UKM,12,ukt,35,UKT 2024,6,UKT tinggi,2,ular piton,1,upz,1,video,2,Wajib mahad,6,wali camaba,2,wali wisuda,6,Walisongo Center,2,wanita,1,William Shakespeare,1,wisata,1,Wisuda,114,wisuda 2022,15,wisuda 2023,6,wisuda 2024,26,wisuda offline,5,wisudawan terbaik,33,Writer's block,1,Zodiak,3,zoom meeting,1,Zuhud,1,
ltr
item
IDEApers: Dilema Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan
Dilema Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan
Kecerdasan buatan atau Artificial Intellegence (AI) semakin akrab menjadi bahan diskusi. Masifnya penggunaan AI pada kehidupan sehari-hari menjadikan
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBmNYagXqsCXHc6cAM0TdQgUvmxQSIATI_vmj7uyZxUdXXBkQn7Gd40XesimKTvgN_KVhkz_gb_uBb2N0RUgMXo9szgqvXE-yhd31cXvz7XqlqTx9pi5av3fvSJHV6y6Qvurqo_IIrrxtwdXkTWr6nM3GlDKAVTMSd9RqUPMNBwKqNGNhFK-B9i-rr9Kg_/s16000/6407a7f1ef19f55eb8bd2eca2be91204.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBmNYagXqsCXHc6cAM0TdQgUvmxQSIATI_vmj7uyZxUdXXBkQn7Gd40XesimKTvgN_KVhkz_gb_uBb2N0RUgMXo9szgqvXE-yhd31cXvz7XqlqTx9pi5av3fvSJHV6y6Qvurqo_IIrrxtwdXkTWr6nM3GlDKAVTMSd9RqUPMNBwKqNGNhFK-B9i-rr9Kg_/s72-c/6407a7f1ef19f55eb8bd2eca2be91204.jpg
IDEApers
http://www.ideapers.com/2023/10/dilema-kecerdasan-buatan-dalam-pendidikan.html
http://www.ideapers.com/
http://www.ideapers.com/
http://www.ideapers.com/2023/10/dilema-kecerdasan-buatan-dalam-pendidikan.html
true
2845694181721974662
UTF-8
Lihat Semua Tidak Ditemukan LIHAT SEMUA Baca Balas Batalkan Komentar Hapus Oleh Beranda HALAMAN BERITA Lihat Semua BERITA TERKAIT RUBRIK ARSIP SEARCH SEMUA BERITA Tidak ditemukan Beranda Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des baru saja 1 menit lalu $$1$$ minutes ago 1 jam lalu $$1$$ hours ago Kemarin $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago lebih dari 5 minggu lalu Followers Follow KONTEN INI PREMIUM Share sebelum membuka Salin semua kode Pilih semua kode Semua kode telah disalin. Tidak bisa disalin