Peneliti Politik Ketika diwawancarai Usai Acara Dialog Interaktif di Auditorium II Kampus III, pada Senin (11/9/2023) |
Mendekati kontestasi Pemilu 2024, wacana diperbolehkannya Caleg, pasangan capres-cawapres, maupun partai politik berkampanye di dalam kampus masih menuai sorotan dari sejumlah pihak. Termasuk Peneliti politik Ahmad Lutfhi yang menilai bahwa keputusan MK ini menjadi angin segar bagi demokrasi di Indonesia.
Menurut peneliti di Lembaga Survei Poltracking Indonesia itu, dengan adanya keputusan MK, kampus bisa menjadi wadah pertukaran gagasan antara politisi dengan akademisi tentang konsep bangsa Indonesia di masa depan. Para akademisi bisa menguji program dan visi misi dari politisi memasuki Pemilu 2024.
Hal tersebut dikatakan Luthfi saat diwawancarai usai menjadi narasumber dalam Dialog Interaktif Suara Mahasiswa "Partai Politik dalam Teropong Kritis Mahasiswa Melalui Peran dan Fungsi terhadap Sistem Pemerintahan Indonesia" yang digelar DEMA UIN Walisongo Semarang di Auditorium II Kampus III, Senin (11/9/2023).
"Semangatnya kalau di kampus yaitu tukar gagasan. Tentu siapapun bisa kampanye di kampus dan menjadi berharga karena mereka bertemu insan akademis, ketemu dengan orang-orang terdidik," ungkapnya.
Bagi Lutfhi, kampanye di dalam kampus bukan hanya menyampaikan program kerja yang ditawarkan masing-masing calon pemimpin bangsa. Lebih dari itu, nantinya para akademisi atau mahasiswa juga dapat memberikan tanggapan dan menghadirkan ruang dialog mengenai program kerja tersebut.
"Kampanyenya adalah bentuk mengenai program kerja, yang nantinya para akademisi memberikan tanggapan atas visi misi program kerja yang bakal dilakukan," ucapnya.
Di luar itu, dia meminta partai politik peserta Pemilu 2024 saat berkampanye di dalam kampus untuk mengikuti aturan main sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 280 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Yaitu boleh berkampanye berdasarakan undangan dan tidak boleh menggunakan atribut kampanye.
Lebih lanjut, dia menilai kampanye di dalam kampus juga bisa menjadi edukasi dan pendidikan politik di tengah ketidakpercayaan masyarakat terhadap para politisi maupun partai politik saat ini. Selama ini politisi maupun lembaga pemerintahan dalam membuat kebijakan dianggap kurang berpihak kepada masyarakat.
Sehingga, kata Luthfi, aturan diperbolehkannya kampanye di dalam kampus seharusnya dapat dimaksimalkan oleh para politisi untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik.
"Bahwa politik itu ya tentang keberpihakan terhadap publik, keberpihakan terhadap masyarakat. Ya dengan kampanye masuk ke kampus, saya pikir hal itu bisa dikuatkan (kepercayaan: red) oleh politisi ketika di kampus," pungkas Lutfhi. [Zidan]
KOMENTAR