Semarang, IDEAPERS.COM - Setelah sukses membuka prodi Ilmu Seni dan Arsitektur Islam (ISAI) pada 2018, Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (FUHum) UIN Walisongo berencana meluncurkan prodi baru, yakni Kajian FIlm. Upaya tersebut sebagai bentuk respon FUHum dalam menjawab tantangan perkembangan zaman.
"Kita tidak bisa mandek dengan keilmuan yang itu-itu saja. Kita butuh keilmuan baru yang bisa menjawab tantangan zaman. Ini masalah cepat tidaknya respon yang diberikan, sehingga ini harus kita garap," kata ketua tim pembentukan prodi baru yang tidak mau disebutkan namanya.
Ia mengungkapkan, pembentukan prodi baru ini sebagai langkah untuk menyeimbangkan keilmuan di FUHum yang menyangkut aspek logika, etika, dan estetika.
"Meskipun kita punya ISAI, tapi akan lebih komplet lagi kalau ditunjang dengan keilmuan yang hubungannya dengan seni perfilman. Background mengenai keilmuan prodi di FUHum cukup bisa menjadi ide narasi perfilman. Misalnya prodi SAA materinya tentang resolusi konflik, hubungan lintas agama, radikalisme. Kemudian kisah-kisah yang bersumber dari tafsir maupun hadis juga bisa," jelasnya.
Baca Juga: Ganti IAT FUPK, FUHum Bakal Buka Kelas Tafsir Internasional
Ia menambahkan, prodi Kajian Film juga sebagai respon dari UU Nomor 24 tahun 2019 tentang ekonomi kreatif. Ketika nantinya prodi ini bisa menghasilkan para alumni dari kajian film, diharapkan mereka bisa membuat sinema atau film yang laku di pasaran, sehingga bisa membuat dunia perfilman semakin ramai.
Persiapan dan Target
FUHum tengah melakukan beberapa persiapan dalam membuka prodi baru ini. Dekan FUHum, Hasyim Muhammad mengatakan, saat ini pihak fakultas sudah menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dengan merekrut tenaga pengajar.
"Di naskah akademik sudah ada nama-nama dosen, rencananya akan direkrut menjadi dosen tetap. Kalau dari segi praktik sudah cukuplah. Apalagi kan baru kelas awal, kalau berikutnya nanti kan bisa merekrut lagi, dosen yang namanya ada di naskah akademik itu," katanya.
Baca Juga: Tujuh Bulan Berjalan, Dosen Ungkap Kuliah Online Kurang Efektif
Selain itu, FUHum juga sudah menyiapkan kurikulum atau mata kuliah yang akan diajarkan nanti. Hasyim menargetkan, prodi Kajian Film mendapatkan persetujuan dari Kementerian Agama (Kemenag) dan dapat dibuka pada tahun akademik 2021/2022 mendatang.
"Tanggal 4 Desember ini akan mendatangkan pejabat dari Kemenag yang bisa mengawal pengususlan prodi ini ke pusat. Jadi pengusulan prodi biasanya dikawal oleh orang yang bisa membantu. Kalau tidak nanti biasanya susah. Jadi misal dari segi kebijakan bisa ngawal, program ini layak untuk diadakan dan layak untuk dijadikan prodi yang ada," ujar Hasyim kepada kru IDEAPERS.COM, Jumat (27/11/20).
Ia pun optimis kalau prodi Kajian Film nantinya bakal meramaikan dunia perfilman Indonesia. Film yang diproduksi tidak hanya menjadi hiburan sesaat, tetapi dapat memberikan pesan moral yang positif kepada masyarakat.
"Kalau dalam bahasa kita kebahagiaannya itu bukan hanya kebahagiaan dunia, tapi kebahagiaan ukhrawi. Jadi film-film yang kita buat harapannya agar memberikan kenyamanan, kebahagiaan, yang mendamaikan. Kira-kira tidak hanya menghibur ketika ada di gedung film, tapi sepanjang hayat, sebagaimana konsep-konsep keberagamaan yang ada dalam Ushuluddin," ungkapnya.
Baca Juga: Dirasa Lebih Efektif, Mahasiswa ISAI Lebih Pilih Kuliah Offline
Ragam Komentar Mahasiswa
Rencana pembentukan prodi Kajian Film ini menuai beragam komentar dari mahasiswa. Zahrotin Kahlidah, mahasiswi Tasawuf dan Psikoterapi menilai bahwa FUHum terlalu tergesa-gesa untuk mendirikan prodi baru lagi. Menurutnya, lebih baik mengoptimalkan sumber daya dan fasilitas yang ada terlebih dahulu sebelum membentuk prodi baru.
"Emang Unity of Sciene-nya ada, tapi kalo bisa dimaksimalkan dulu yang ada, daripada membuat sesuatu yang tanggung-tanggung. Dari segi fasilitasnya, sarana dan prasarana, kurikulumnya. Dari mahasiswa sendiri saja sampai sekarang masih banyak yang mempertanyakan apa hubungan antara tasawuf dan psikoterapi. Dosen TP yang fokus di bidang tasawuf dan psikoterapi saja masih kekuarangan," katanya.
Berbeda dengan Zahrotin, Afiyatin, mahasiswi ISAI justru melihat hal ini sebagai langkah inovatif. Ia berharap jika pembentukan prodi baru di FUHum ini dipersiapkan secara matang, mulai dari kurikulum, sampai sumber daya dosen.
"Intinya sih disiapin yang mateng, biar buat angkatan-angkatan awal nggak merasa sebagai kelinci percobaan," ujarnya. [Rep. Umi/ Red. Mahfud]
KOMENTAR