gambar: .ahlulbaitindonesia.or.id |
Agak sedikit gawat memang. Penulis cukup merasa takut kalau Tuhan tambah marah, karena namanya tidak ditempatkan pada posisi yang benar. Lalu harus bagaimana menghadapi orang-orang yang sedang "mabuk" itu? Dilema juga jika memikirkan hal ini. Karena, tidak akan ada habisnya jika dibahas satu persatu. Yang jelas mereka itu tidak mencerminkan unsur ilahiah di dalam perilakunya.
Salah satu problematika yang terngiang di dalam pikiran penulis adalah, ternyata kita belum bisa bijak terhadap tindakan mereka. Penghinaan, kejahatan, kemarahan yang mereka lakukan atas nama membela Tuhan, kita malah membalasnya dengan hal yang sama. Wajar saja tindakan mereka semakin parah, dan ekstrim. Kita seolah-olah kembali menjadi masyarakat primitif, karena saling serang, untuk mendapatkan posisi siapa yang paling benar dan siapa yang merasa paling dekat dengan Tuhan.
Nietzsche berkata bahwa "Tuhan sudah mati. Tuhan tetap mati, dan Kita telah membunuhnya". Pemikiran filsuf ini menunjukkan bahwa peran Tuhan di sini sudah tidak bisa dijadikan sebagai sumber nilai-nilai moral. Karena, kita sudah menggantikan peran-Nya, dengan mengklaim diri kita yang paling benar dan suci. Lalu dari mana kita bisa melihat bahwa diri kita ini masih bertuhan? Malahan kita sendiri yang sudah membunuh Tuhan yang maha dari segala maha itu.
Pergolakan Jalannya Pancasila
Berawal dari gagasan Muhammad Yamin yang mengemukakan Lima asas bagi negara, disusul Soepomo, dan diakhiri dengan pidato Soekarno taggal 1 Juni 1945 di sebuah gedung yang kini dikenal dengan gedung pancasila. Dalam pidato tersebut, ia menawarkan gagasan mengenai dasar negara Indonesia. Di situlah pertama kali gagasan mengenai Pancasila ditawarkan.
Para founding fathers merumuskan asas itu dengan sangat hati-hati. Pasalnya, hasil rumusan tersebut akan dijadikan sebagai dasar negara, serta isinya harus tetap relevan dengan perkembangan zaman dan tak lekang waktu. Namun, poin pentingnya adalah rumusan Pancasila dibentuk dengan memerhatikan 'Keberagaman Indonesia' saat itu dan harapannya akan terus dipakai hingga kini.
Proses perumusan Pancasila cukuplah panjang, dan mempunyai banyak kisah. Bahkan semenjak 1 Juni ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila pun juga menuai berbagai macam kontroversi. Di era kepemimpinan Soeharto (Orde baru), masyarakat Indonesia dilarang memperingati hari lahir Pancasila yang sebelumnya diperingati secara rutin. Setelah memasuki era reformasi pun juga menuai banyak kontroversi tentang penetapan hari lahir Pancasila. Nampaknya, memang bukan Indonesia jika tidak ada kontroversi dari semua hal.
Tidak hanya pada masa lalu, di era yang semakin berkembang ini pun juga sama. Gejolak yang dihadapi Pancasila tidak kalah menantang. Bukan lagi persoalan penetapan hari lahir lagi, tetapi gejolaknya sudah merambah menuju penentangan Pancasila sebagai ideologi, dan mengubahnya dengan yang lain.
Ini terlihat sejak keberanian Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dengan lantang meneriakkan khilafah sebagai pengganti ideologi bangsa Indonesia. Dunia menjadi ramai dan tidak ada habisnya membicarakan kejadian tersebut. Melalui buku yang berjudul "Struktur Negara Khilafah" yang diterbitkan tahun 2005, menganggap bahwa sistem demokrasi adalah kufur karena menjadikan kewenangan berada di tangan manusia bukan tangan Tuhan. Pada akhirnya, pemerintah mengeluarkan keputusan untuk membubarkan Organisasi tersebut. Namun hantunya masih mengganggu hingga kini.
Pancasila dan Konsep Agama Sipil di Indonesia
Konsep agama sipil pertama kali dikenalkan oleh Sosiolog Barat, Jean Jacques Rosseau. Menurutnya, di samping adanya berbagai macam agama, dibutuhkan suatu konsep agama yang dapat menjadi integritas masyarakat. Rosseau mengatakan, dalam beberapa hal perlu membebasakan diri dari dominasi gereja dan rezim penguasa. Sehingga, akan memunculkan suatu moral untuk mengabdi dan mencintai masyarakat dan serta negaranya tanpa melibatkan dominasi institusi agama dan negara. Di mana kesetiaan ini berangkat melalui doktrin-doktrin metafisik yang mengarahkan pada perbuatan yang lebih baik.
Kemudian, konsep tersebut dipopulerkan kembali oleh tokoh sosiolog modern, Robert Neely Bellah. Melalui pengamatannya di negara Amerika saat itu. Di mana, pidato-pidato Presiden Amerika yang memerintah saat itu, Kenedy tidak menyebutkan nama Tuhan (Misal: Jesus, Christ, dan lainnya).
Ia selalu berpidato dengan hanya menyebut God. Sebab itu, menurut Robert, agama sipil ini lebih tepatnya disebut sebagai sikap keberagamaan yang tidak berpihak pada agama-agama tradisional (Agama yang ada di Amerika ketika itu).
Sebagaimana yang dikemukakan Robert, agama sipil bukanlah agama tentang keyakinan bertuhan (dalam hal ini organized religion: Islam, Kristen, hindu, dsb). Melainkan agama yang menjadi perekat perbedaan dan titik temu antar agama (multiagama).
Dijelaskan sebelumnya, konsep agama sipil menginginkan tatanan sosial yang berlandaskan nilai-nilai dan norma-norma sehingga tidak ada kegaduhan hanya karena berbeda doktrin keyakinan. Di Indonesia sendiri misalnya. Negara dengan masyarakat multikultural, baik secara agama, ras, suku, dan budayanya, menjadikan Indonesia rawan akan permasalahan-permasalahan berunsur SARA.
Sebab itu, kehadiran Pancasila digadang-gadang sebagai salah satu bentuk agama sipil yang berkembang di Indonesia. Karena melalui pancasila, seluruh agama yang ada di Indonesia disatukan melalui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Di sisi lain, terdapat kata “Tuhan” pada sila pertama di Indonesia. Sesuai dengan penelitian Robert Neely Bellah melalui pidato Presiden Amerika yang sama sekali tidak menyebut nama-nama Tuhan pada agama yang berkembang saat itu. Sama halnya dengan Pancasila yang hanya menyebut Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena sejatinya konsep semua agama yang berkembang di Indonesia adalah mempunyai satu Tuhan. Selain itu, hal ini menjadi cerminan bahwa masyarakat Indonesia memiliki ketaatan yang sama, tidak hanya dalam keyakinan agamanya, tetapi juga konstitusi negara yang disakralkan.
Dengan demikian, agama sipil bukan tentang keyakinan bertuhan. Agar tidak menjadi kontroversi, dalam hal ini agama sipil disebut pula dengan Ideologi sebagai jalan atau panduan hidup berbangsa, jika di Indonesia, Pancasila sebagai salah satu contohnya. [AA]
Artikel Lain:
Latah Intelektual Bangsa Kita Kini
KOMENTAR