gambar: republika.co.id |
Saya sendiri mengidolakan Gus Mus. Ya, Kiai Musthafa Bisri. Ketika membaca tulisan-tulisan beliau, saya merasa ada sesuatu yang menggetarkan jiwa. Bukan getaran cinta loh ya.
Tulisan-tulisan Gus Mus begitu luwes dan menyejukkan hati. Melalui tulisan-tulisan itu, beliau memberi nasehat-nasehat kepada para pembaca dalam kehidupan sehari-hari. Itu baru satu alasan. Tentu ada banyak 1001 alasan mengapa saya mengidolakan Gus Mus. Tidak mungkin saya tulis semua di sini. Soalnya ini bukan buku hutang.
Mengidolakan seseorang atau sesuatu berarti menyukai dan mendukung orang atau sesuatu tersebut. Contoh ada orang yang mengidolakan klub bola Barcelona. Tentunya ia mendukung dan berharap Barcelona akan menjuarai La Liga. Tidak mungkin fans Barca, sebutan Barcelona mendukung Real Madrid jadi juara La Liga. Yang ada malah dihajar babak belur oleh fans Barca yang lain.
Baca juga: Gaya Islami, Mengapa Hobi Maki-maki?
Soal Fanatisme
Waktu saya menonton acara Mata Najwa yang mendatangkan pendukung atau tim sukses calon presiden dari masing-masing kubu, saya heran. Kenapa mereka saling menuduh satu sama lain yang cenderung saling membenarkan diri. Beranggapan capres dukungannya difitnah lah. Hoaks lah. Sampai menjelek-jelekkan dan menghujat kubu yang lain. Dukung ya dukung. Gak perlu sampai menjelekkan atau menghina kubu yang lainnya kan?
Menyukai dan mendukung seseorang tidak harus menjatuhkan atau merendahkan yang lain bukan. Ngefans ya ngefans, tapi mbok ya gak perlu seperti itu.
Tidak hanya di dunia nyata, di dunia maya pun banyak orang-orang yang mendukung idolanya dengan fanatik. Berita-berita bohong atau hoaks untuk menjatuhkan lawan politik termasuk salah satu bentuk fanatisme yang berlebihan. Demi memenangkan capres dukungannya, dengan entengnya membuat hoaks yang memfitnah capres lainnya. Lebih menyedihkan lagi orang yang asal percaya dan ikut-ikutan mengeshare-nya. Memangnya apa yang kamu dapat dari semua itu? Memangnya kamu dibayar? Yang bayar kamu siapa? Eh, yang bayar kamu siapa?
Begitu juga dengan fans bola. Saling menghujat ketika ada tim yang kalah. Mereka jadi komentator bola dadakan yang asal ngomong dan asal jeplak. Memangnya jadi komentator tidak ada etikanya? Lha kok asal menghujat sana sini.
Etika
Ketika sudah menyukai seseorang atau sesuatu, biasanya lupa dengan etika yang harus dijaga. Lihat saja cewek-cewek k-poper yang fanatik dengan oppa-oppa nya. Tidak perlu saya jelaskan, saya digeruduk sama cewek-cewek itu.
Baca juga: Saya Melihat Kebenaran di Facebook
Memang tidak salah menyukai seseorang sebagai tokoh idola. Tapi tetap jaga etika, jangan sampai kefanatikan meracuni otakmu. Bisa-bisa kamu mati karena overdosis.
Ada batasan untuk menyukai sesuatu. Jangan sampai berlebihan, apalagi menghilangkan jati dirimu. Jaga etika. Tidak perlu menghujat sana sini. Memiliki tokoh idola sebagai inspirasi itu baik. Tapi akan lebih baik jika menjadi diri sendiri. [Falah]
KOMENTAR