
Miris! Saya bingung dengan orang-orang Islam sekarang yang hobi ribut sana-sini di timeline media sosial saya.
Ceritanya, setelah saya selesai mengerjakan tugas kuliah yang menumpuk,
saya mencoba melepas kepenatan saya dengan membuka instagram. Saya berharap saya melihat foto-foto yang bisa menyegarkan pikiran saya. Ternyata yang saya temukan sebaliknya.
Bahkan sudah hampir jam 3 pagi, keributan di Instagram ini masih terus berlanjut. Salah satu postingan foto dan video tentang pembakaran bendera khususnya. Komentar ratusan saya baca satu-persatu dan yang mencengangkan adalah tidak sedikit yang isinya saling memaki.
Biad*b, Tol*l, Ga punya otak, Bahlul, Anj*ng, dan seterusnya. Semua makian dalam bentuk komentar itu semuanya hampir berkonotasi negatif dan tidak mendasar.
Setelah saya merasa kaget dengan komentar-komentar itu, saya coba cek akun-akunnya, apakah itu akun asli atau tidak. Beberapa memang akun palsu, tapi banyak juga yang asli. Bahkan di bio-nya terdapat tulisan terjemahan ayat al-Qur'an. Tetapi berbanding terbalik dengan komentarnya yang seperti tidak tahu etika komunikasi.
Lalu, di benak saya lantas terpikir, mengapa mereka-mereka ini orang yang beragama Islam dan gaya serta postingannya di IG yang islami itu kok memiliki hobi yang suka memaki-maki?

Saya coba mencari akar masalah dan kronologi yang diributkan tersebut. Ternyata ada pertentangan dan konflik antar ormas Islam. Semuanya beragama Islam loh.
Saya cukup memahami bahwa tidak ada yang salah jika seseorang memilih menjadi bagian dari ormas-ormas Islam tertentu. Tentu semua pasti membenarkan apa yang menjadi keyakinan dan pembenaran oleh ormas yang diikutinya.
Namun, yang saya tidak habis pikir adalah jika memang terjadi pertentangan, apakah tidak bisa dibahas dengan kepala dingin dan diselesaikan dengan menjunjung tinggi etika? Katanya beragama Islam kok jika melihat komentar oleh akun-akun yang saya ceritakan di atas, seperti tidak kenal akhlak.
Apakah ini yang dinamakan dengan fanatisme buta? Sehingga melupakan diri sebagai manusia yang beragama dan menjunjung akhlak tentunya.
Memperjuangkan Akhlak atau Bendera Ormas?
Memang yang saya ketahui dari diskusi-diskusi di kampus, bahwa di media sosial itu tidak ada batasan umur dan identitas, semuanya bisa berkomentar tentang apapun yang sedang ramai.
Tapi masalahnya, dalam berkomentar itu pun semestinya ada etikanya kan? Mengapa yang terjadi kok malah seperti berada di hutan rimba. Bahasa binatang keluar dengan mudahnya. Padahal yang dibahas tersebut adalah soal agama dan keyakinan.
Dari situ, saya bertanya kepada salah satu senior yang cukup lama belajar di pondok pesantren. Sebenarnya salah satu perjuangan nabi dalam menyebarkan agama Islam itu apa? Senior saya menjawab "Innama buistu liutammima makarimal akhlak" artinya kurang lebih "Saya (nabi) hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia".
Dari situ, berarti wajah umat Islam seharusnya kan menjunjung tinggi akhlak sebagaimana yang dilakukan nabi. Namun jika melihat fakta yang terjadi, yakni saat membela Ormasnya, malahan bukan akhlak yang diutamakan, melainkan seperti harus perang dengan menghalalkan segala cara. Bahkan banyak dari yang disebut Ustadz di ormas-ormas yang divideokan mengajak untuk perang dengan ormas lainnya yang tidak sepaham. Aneh.
Saya lelah melihat keriuhan saudara seagama saya sendiri. Saya langsung menutup Instagram saya. Lalu saya berpikir bahwa ternyata kemajuan teknologi tidak juga mampu memajukan sumber daya manusia untuk lebih baik. Mungkin disfungsi saja karena emosi yang berlebihan dan mengusai manusia.
Selain itu, perihal Islam, saya merasa sedih bahwa perjuangan Islam a la nabi telah dirubah esensinya menjadi perjuangan kepentingan ormas dan bicara menang-kalah saja.
Memang belakangan ini banyak postingan-postingan islami dan akun-akun yang menjadi islami pula masif di media sosial, namun ternyata fakta-fakta lain yang mencengangkan adalah ketika bicara akhlaknya manusia islami di zaman now ini. Dilematis sekali. [Dee]
KOMENTAR