Dok. Internet |
Beberapa media nasional memberitakan mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang baru saja purna tugas, Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo, ikut bermain politik praktis. Gatot berulang kali diingatkan agar ia tidak melanggar undang-undang TNI tentang Dwi Fungsi ABRI yang telah ditetapkan 13 tahun lalu.
UU TNI No. 34 tahun 2004 dan UU Polri No. 2 tahun 2002 melarang anggota TNI dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk terlibat dalam kegiatan politik. Undang-undang tersebut ditetapkan sebagai amanat reformasi 1998, mengakhiri dwifungsi ABRI yang telah berlaku selama Pemerintahan Orde Baru berkuasa.
Berlakunya undang-undang tersebut membuat anggota TNI dan Polri tidak bisa menempati jabatan-jabatan strategis dalam pemerintahan layaknya pada masa Pemerintahan Orde Baru. TNI dan Polri kembali menjalankan fungsi aslinya sebagai penjaga kedaulatan negara serta penjaga kemanan dan ketertiban masyarakat.
Namun undang-undang tersebut tidak lagi mengikat setelah anggota TNI maupun Polri yang telah purna mengemban jabatan, seperti halnya status Gatot Nurmantyo saat ini. Banyak kalangan berspekulasi mengenai jalan yang akan diambil Jenderal Gatot setelah purna sebagai Jenderal TNI.
Ikuti Para Pendahulu
Tidak sedikit kalangan yang memprediksi Jenderal Gatot akan terjun ke dunia politik setelah purna menjadi Panglima TNI. Hal ini melihat hasil survei beberapa lembaga seperti Indikator Politik Indonesia. Menurut lembaga yang dipimpin Burhanuddin Muhtadi ini, elektabilitas Gatot Nurmantyo sebagai calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo menempati urutan kedua setelah Basuki Tjahaja Purnama. Sementara hasil survei Indo Barometer menempatkan elektabilitas pasangan Jokowi-Gatot pada urutan tertinggi dengan nilai 47,9 persen.
Melihat tingginya elektabilitas Gatot Nurmantyo dalam berbagai survei, bukan tidak mungkin lulusan Akademi Militer tahun 1982 itu benar-benar akan terjun ke dunia politik. Meskipun dalam peringatan Ulang Tahun TNI ke-72 lalu Gatot mengatakan ia masih pikir-pikir untuk terjun di dunia politik.
"Yang jelas tiap bangsa memanggil saya. Kapan pun juga sebagai prajurit saya siap," tutur Gatot (Kumparan.com).
Seandainya Gatot memilih untuk melanjutkan karirnya di dunia politik, maka ia akan mengikuti jejak beberapa pendahulunya yang memilih jalan serupa. Tidak tanggung-tanggung, beberapa mantan perwira tercatat telah menjadi pimpinan partai politik, menteri, bahkan presiden. Sebut saja Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra; Wiranto, Menteri Koordinator Hukum dan HAM; Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Indonesia ke-6; dan yang terbaru mantan Kepala Puspen TNI, Sudrajat yang ditunjuk Gerindra untuk maju ke Pilkada Jawa Barat.
Pemimpin Sipil atau Militer?
Junta militer yang pernah berkuasa di Indonesia selama masa pemerintahan Orde Baru telah meninggalkan kesan yang tidak mudah dihapus begitu saja. Ada anggapan bahwa pemimpinn berlatar belakang militer lebih memiliki kekuatan dan ketegasan dalam hal kepemimpinan. Sementara pemimpin dengan latar belakang sipil, dianggap sebagai boneka semata.
Pemimpin berlatar belakang militer terhitung lebih lama menjabat dibandingkan pemimpin sipil. Seperti Susilo Bambang Yudhoyono yang menjadi presiden Indonesia selama dua periode, sementara Abdurrahman Wahid hanya selama kurang dari dua tahun dan Megawati Soekarno Putri selama tiga tahun.
Namun kehadiran pemimpin sipil yang berhasil memberikan gebrakan seperti Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, Tri Rismaharini, dan lainnya telah mengubah pandangan masyarakat. Mereka tidak lagi melihat para pemimpin sipil dengan sebelah mata.
Puncaknya, kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin sipil dapat dilihat dari kemenangan Joko Widodo dalam Pemilu 2014 lalu. Jokowi berhasil mengungguli calon presiden lain yang berlatar belakang militer, Prabowo Subianto dengan selisih suara 6,05 persen. Lantas bagaimanakah dengan Pemilu 2019 mendatang? Akankah calon presiden berlatar belakang sipil kembali memperoleh suara terbanyak?
Berdasarkan hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia, figur sipil dan militer dalam Pemilu 2019 mendatang memiliki presentase yang seimbang. Meskipun sejumlah nama mantan perwira TNI, seperti Prabowo Subianto, Gatot Nurmantyo, Moeldoko, dan sejumlah nama lainnya diperkirakan akan ikut meramaikan Pilpres 2019 mendatang.
Seperti apakah jejak yang akan ditorehkan para mantan perwira yang memilih terjun di dunia politik? Semua akan terjawab di tahun politik pada 2018 dan 2019 mendatang.
KOMENTAR