Indonesia terkenal memiliki flora dan fauna yang beragam, tersebar dari ujung timur hingga barat. Sayang, keberadaannya kurang diperhatikan oleh masyarakat. Tak ayal, banyak fauna Indonesia mulai punah.
Dulu di sekolah, kita sering mendengar ungkapan guru tentang kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah. Kita bangga punya ribuan keanekaragaman fauna. Lebih lagi, Pulau Komodo yang dihuni ribuan kadal raksasa Komodo telah dinobatkan menjadi tujuh keajaiban dunia.Tapi, masihkah kita pantas berbangga diri?
Sudah banyak terjadi kepunahan flora dan fauna di negeri yang katanya ramah ini. Harimau Bali dinyatakan punah pada tahun 1937, sedangkan Harimau Jawa menyusul kepunahannya sekitar tahun 1980an. Pola yang digunakan hampir sama, mereka terus diburu untuk diambil kulit serta taringnya.
Perburuan liar terhadap hewan yang dilindungi masih banyak dilakukan hingga sekarang. Faktor yang melatarbelakanginya beragam, mulai dari minimnya pengawasan hukum, ketidakpahaman masyarakat tentang pentingnya melindungi ekosistem, bahkan ekonomi. Selanjutnya, kita baru akan merasa kehilangan setelah semua hewan yang dilindungi itu habis.
Masalah besar lainnya, proses pembukaan lahan untuk perkebunan. Merusak habitat binatang dengan membakar hutan, kemudian meratakannya. Bisa dibayangkan, hutan luas yang di dalamnya dihuni berbagai jenis binatang disulut api. Kemana mereka akan pergi untuk menyambung hidupnya lagi? Bahkan, mungkin, mereka ikut terpanggang di dalamnya.
Kepercayaan
Mitos yang berkembang juga turut membentuk kepribadian masyarakat untuk turut membenci binatang. Diantaranya seperti kepercayaan terhadap ular. Ular dianggap sebagai jelmaan roh jahat. Saat menjumpai ular di pemukiman kita diharuskan untuk membunuhnya setelah tiga kali mengusir ular tersebut.
Berikutnya ada anjing dan babi, selain dianggap sebagai hama kedua hewan tersebut juga dianggap binatang najis oleh sebagian masyarakat.
Masyarakat kebanyakan tidak peduli terhadap kehidupan binatang-binatang di sekitarnya. Bisa dilihat dari tidak adanya instansi yang mengontrol keberadaan hewan-hewan liar di lingkungannya. Hewan-hewan dibiarkan dibasmi oleh masyarakat sendiri. Banyak pula hewan penyakitan berkeliaran di pemukiman. Jika bukan kita, lantas siapa yang bertanggung jawab atas permasalahan di atas?
Kepedulian Datang dari Luar
Bukan dari negeri sendiri, kepedulian terhadap flora dan fauna bumi Indonesia malah datang dari warga asing. Seperti yang dilakukan Aurelien Brule, warga asal Prancis yang akrab disapa Chanee ini berhasil mendirikan yayasan Kalaweit Gibbon untuk menyelamatkan hewan dari perburuan liar sejak tahun 1999.
Melalui yayasannya, ia terjun ke hutan mencari hewan yang terluka akibat ranjau pemburu, ia juga mencari hewan langka yang secara ilegal dipelihara warga. Semuanya dilakukan murni karena kecintaannya terhadap binatang.
Berbeda dengan Karin Franken, perempuan Belanda ini mempunyai kepedulian terhadap kesejahteraan binatang. Tidak tanggung-tanggung, ratusan kucing dan anjing terlantar di jalan dan di pasar ia selamatkan. Ia merupakan salah satu pendiri Jakarta Animal Aid Network (JAAN) yang bergerak di bidang kesejahteraan hewan. Ia juga berkampanye untuk melawan perdagangan hewan yang dilindungi. Hal yang belum tentu dipikirkan oleh masyarakat kita.
Tanpa adanya kesadaran untuk menyayangi binatang, mungkin kelak kita hanya bisa melihat jenis binatang Indonesia hanya menjadi taksidermi, binatang yang diawetkan, di museum. [Riyan]
KOMENTAR