Ilustrasi tahun baru hijjriyah. (foto:ideapers.com/Yogi Zidan) |
Momen tahun baru 1 Muharram atau Tahun Baru Hijriyah 1445 H sudah terlewati. Tahun baru Islam yang bertepatan dengan hari Rabu 19 Juli 2023 tersebut merupakan momen penting bagi seluruh umat Islam, termasuk di Indonesia. Hal ini karena Tahun Baru Hijriyah menjadi tonggak kebangkitan umat Islam, yang mana di dalamnya tidak dapat dilepaskan dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah.
Tahun Baru Hijriyah sendiri pada dasarnya memang menjadi penanda sejarah dan perjuangan Nabi ketika hijrah. Manusia utusan Tuhan tersebut memiliki misi memperluas agama Islam dengan menjadikan Yastrib (Madinah) sebagai tujuan dakwah. Namun selain menyebarkan ajaran Islam, dalam peristiwa hijrah ini, Nabi Muhammad membawa pesan persatuan dan perdamaian serta membangun peradaban manusia.
Nabi Muhammad membuktikannya dengan melakukan aksi secara nyata selama hijrah di Madinah. Berbagai upaya telah diperjuangkan demi mewujudkan stabilitas sosial dan kehidupan yang harmonis. Misalnya Nabi mempersaudarakan kaum Muhajirin dari Mekkah dan kaum Anshor dari penduduk asli Madinah serta mendamaikan Suku Aus dan Suku Khazraj yang sedang bertikai. Selain itu, nabi juga berupaya membangun persatuan di tengah masyarakat Madinah yang multikultur.
Tentu memasuki Tahun Baru Hijriyah ini, peristiwa penting dari perjalanan Nabi Muhammad semasa hijrah perlu direnungkan bersama. Bahwasannya berkaca pada hal di atas, Nabi Muhammad dapat dikatakan sebagai seorang pemimpin negara yang ahli berdiplomasi dan berjuang keras dalam mewujudkan bangsa yang beradab. Melalui aksi dan upaya yang dilakukannya, kita dapat mengetahui bahwa Nabi Muhammad memiliki visi untuk menjaga nilai-nilai persatuan dan mewujudkan perdamaian.
Menghadapi Tahun Politik
Kini Indonesia mulai memasuki tahun politik. Pemilu 2024 yang menjadi hajatan bangsa lima tahunan sudah di depan mata. Pada 14 Februari 2024, masyarakat Indonesia akan memilih presiden-wakil presiden, anggota DPD RI, anggota DPR RI, maupun anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Siapa pilihan kita nanti sangatlah menentukan nasib bangsa ke depannya. Sehingga Pemilu diharapkan dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas, berintegeritas, dan visioner.
Menjelang pesta demokrasi 2024, suhu politik di Tanah Air mulai memanas. Meskipun Pemilu masih enam bulan lagi, namun masing-masing partai politik sudah memanaskan mesin dan tancap gas. Para politisi mulai memainkan manuver politik untuk menggaet suara masyarakat. Media sosial saat ini dipenuhi dengan potret logo partai beserta wajah politisinya. Personal branding di media sosial agaknya dijadikan strategi pendekatan terhadap masyarakat atau pemilih.
Menjelang Pemilu, jagat maya kita memang selalu ramai, terutama oleh ocehan masing-masing pendukung partai politik maupun calon tertentu. Perbedaan sikap dan pilihan politik tidak jarang pula menimbulkan gesekan. Masing-masing pendukung fanatik mengunggulkan calon yang akan ia pilih dan menjelek-jelekkan yang berseberangan. Media sosial sudah menjadi arena pertarungan narasi untuk menentukan siapa calon pemimpin terbaik bangsa ini.
Di media sosial, konten provokatif dan propaganda politik tidak bisa dihindarkan. Inilah yang menjadi kekhawatiran kita tersendiri di tahun politik. Wajah media sosial kita keruh dengan narasi yang menyulut emosi. Konten berisi ujaran kebencian, hoaks, fitnah, dan isu SARA tidak jarang digunakan untuk menjatuhkan citra lawan politik. Jika berpolitik dengan cara seperti ini, pasti kita khawatir nantinya dapat memicu konflik dan pembelahan sosial. Hanya untuk meraih kekuasaan, jangan sampai persatuan bangsa dikorbankan.
Kita tentu masih mengingat betul ajang pertarungan Pilpres 2019. Bangsa Indonesia terpecah belah menjadi dua kubu, yaitu kubu Jokowi dan kubu Prabowo. Cacian, makian, hoaks, dan fitnah, menjadi konsumsi sehari-hari yang memenuhi ruang media sosial. Hasil temuan Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat, ada sebanyak 3.356 hoaks di media sosial, terhitung Agustus 2018 hingga September 2019. Dari jumlah tersebut, 91,6 persen ialah hoaks isu soal politik.
Tentunya kita semua tidak ingin pembelahan sosial terjadi lagi pada Pemilu 2024. Maka sampai sini, dibutuhkan cara berpolitik yang sehat dan bijak. Perbedaan pilihan bukanlah hal harus dipermasalahkan. Persatuan dan persaudaraan antar sesama anak bangsa harus diutamakan. Di sinilah kita perlu meneladani sikap dan visi Nabi Muhammad dalam berpolitik atau membangun negara. Sebagaimana ketika hijrah, beliau berhasil menyatukan dan mendamaikan masyarakat yang beragam di Madinah.
Menjunjung Tinggi Persatuan
Jika kita menelaah perjalanan Nabi Muhammad ketika hijrah, terdapat pesan penting yang perlu dicontoh menjelang Pemilu 2024 nanti. Di mana nabi mampu menyatukan antar penduduk Madinah yang berbeda agama, suku, dan budaya. Nabi justru tidak mempersoalkan perbedaan dan dapat merangkul semuanya menjadi satu. Nabi Muhammad bukan hanya seorang pendakwah, namun ia adalah sosok politisi dan negarawan yang mampu mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Visi politik nabi inilah yang perlu jadikan prinsip dalam menuju Pemilu 2024. Bahwa Pemilu bukan hanya soal meraih dan menduduki kursi jabatan selama lima tahun mendatang. Namun pesta demokrasi ini seharusnya menjadi ajang untuk semakin meningkatkan persatuan demi pembangunan bangsa di masa depan. Perbedaan pilihan politik nantinya seharusnya tidak dijadikan alasan untuk saling bermusuhan, melainkan pelajaran untuk saling menghargai sesama dan semakin mendewasakan diri dalam bernegara.
Perbedaan pilihan nantinya menjadi hal yang wajah dalam demokrasi. Yang lebih penting dari itu ialah persatuan yang harus kita junjung tinggi. Sebagaimana semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang terikat di kaki burung garuda, bahwa meskipun kita berbeda-beda, tetapi tetap satu jua. Keberagaman di Indonesia memang rentan menimbulkan konflik dan perpecahan jika tidak disikapi dengan bijak. Pergantian estafet kepemimpinan nantinya diharapkan dapat membangun kemajuan bangsa.
Berkaca dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad, prinsip menjaga persatuan dan mewujudkan perdamaian perlu diteladani dalam kehidupan berbangsa kita. Sehingga Di momen Tahun Baru Hijriyah ini, kisah dan perjalanan Nabi Muhammad menjadi cerminan penting yang perlu kita teladani. Termasuk bagaimana perjuangan nabi dalam mewujudkan kerukunan dan kehidupan yang harmonis. Yang mana dibuktikan dengan aksi nyata dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshor serta mendamaian Suku Aus dan Suku Khazraj yang sedang bertikai.
Nabi Muhammad menjadi sosok pemimpin ideal yang patut dijadikan contoh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka di tahun baru Hijriyah ini, umat Islam di Indonesia sangat perlu merefleksikan visi nabi dan mengimplementasikannya. Di mana nabi memiliki visi menjunjung tinggi persatuan, persaudaraan, dan perdamaian, di tengah masyarakat yang beragam. Pemilu 2024 menjadi ajang pertaruhan bagi masyarakat Indonesia. Persatuan bangsa yang sudah terbangun akankah dikorbankan demi kepentingan sesaat oleh satu kelompok saja? [Yogi Zidan]
KOMENTAR