Hari Santri Nasional yang kita peringati setiap 22 Oktober sejak 2015, lahir dari proses sejarah yang panjang. Bagaimana kisah kaum santri yang ikut berperan dalam memerangi dan melawan para penjajah untuk kemerdekaan Indonesia.
Dalam catatan sejarah, setelah proklamasi tahun 1945, Belanda yang membonceng sekutu kembali ke tanah air untuk merebut kembali kemerdekaan Indonesia. Kemudian pada 21 Oktober 1945, sebagai upaya diplomatis ulama-ulama dari Jawa dan Madura berkumpul di Bubutan, Surabaya untuk bermusyawarah.
Dari hasil musyawarah tersebut menghasilkan fatwa Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy'ari. Dengan semangat Hubbul Wathan Minal Iman (Cinta Tanah Air bagian dari Iman) kaum santri dan para ulama melakukan pertempuran hingga 10 November 1945 untuk mempertahankan kemerdekaan NKRI.
Jihad Masa Kini
Resolusi Jihad menjadi bukti bahwa perlawanan para ulama dan kaum santri terhadap bangsa penjajah tidak pernah berhenti. Termasuk di era modern, semangat resolusi jihad harus tetap berkobar. Pasalnya hingga hari ini kita masih harus berjuang melawan penjajah yang datang dari bangsa kita sendiri dan tentangan zaman yang selalu berubah.
Digitalisasi memberikan wajah baru terhadap pola praktik keagamaan di Indonesia. Banyak aktivitas keberagamaan yang dilakukan melalui media digital seperti ceramah, diskusi, mengaji dan sebagainya. Saat ini bisa belajar ilmu agama pun tidak harus di pondok pesantren, kita bisa belajar melalui media digital.
Informasi keagamaan yang accsesible dapat menjadi boomerang. Pasalnya masyarakat kita mudah percaya terhadap apa yang mereka baca tanpa adanya filterisasi atau taklid. Sehingga pemahaman keagamaan di era sekarang semakin pragmatis. Ketidaktahuan ini dapat memicu polemik seperti ujaran kebencian, intoleransi, paham radikalisme hingga islamofobia yang dapat menjurus pada perpecahan masyarakat kita.
Kaum santri sebagai seseorang yang memiliki intelektualitas dan pemahaman keagamaan dapat menjadi jembatan untuk memberikan pemahaman tentang islam yang Rohmatan lil Alamin (rahmat bagi seluruh alam). Islam tidak mengajarkan kekerasan, kebencian dan permusuhan melalui pemahaman dan praktik kehidupan sehari-hari.
Di era disrupsi teknologi, juga menjadi tantangan baru bagi kaum santri untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Kaum santri tidak hanya dituntut untuk memiliki kualitas keagamaan dan spiritualitas saja. Tetapi juga memiliki kemampuan dan skill untuk bisa survive di era modern ini.
Santri untuk Negeri
Kaum santri sebagai pemuda Indonesia juga memiliki peran untuk menjaga dan memajukan bangsa ini. Apalagi Indonesia tengah menyambut bonus demografi untuk Indonesia Emas 2045 seperti yang dicita-citakan.
Untuk memanfaatkan peluang ini, semangat resolusi jihad memiliki peranan penting untuk melawan ketidaktahuan. Sebagai pejuang, kaum santri perlu tetap berinovasi dalam belajar. Serta mempersiapkan diri baik dari segi pengetahuan, skill, karakter maupun mentalitas.
Untuk menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks, kaum santri perlu membekali diri dengan kemampuan dan skill lainnya tanpa menghilangkan esensial kesantrian terdahulu. [Zaqia Ulfa]
KOMENTAR