Doc: Ideapers.com |
"Jika ada yang murka karena Tuhan berkenan. Berkati Muhammad kebahagiaan dan lindungan, sebaiknya dia pasang tambang kasar. Pada tiang rumahnya yang terbesar. Biar ikatkan diri di sana! Tali itu cukup kukuh. Akan ia rasakan murkanya meluruh."
Ini adalah salah satu karya penyair Romantik Jerman Johan Wolgang von Goethe, yang lahir tahun 1749, dan meninggal tahun 1832. Judulnya, Sabda Sang Nabi atau Der Prophet Spricht. Ia sosok sastrawan Jerman yang memiliki kedekatan yang begitu akrab dengan Islam, baik secara teologis, maupun filosofis.
Dalam hidup Gothe, perjalanannya melintasi tanah Arab dan Persia membuatnya terpukau pada kebudayaan Timur, dan membuatnya tertarik untuk mempelajari Islam. Hingga di tahun 1815 Gothe menuliskah sebuah puisi berjudul Diwan Barat Timur. Dan itu menjadi karya penting yang berhasil mempertemukan Timur dan Barat dalam suatu dialog.
Baca juga: Rahasia Sukses Cara Berpikir Ala Futuris
Selain itu, Pandangannya tentang dialog Islam dan Barat tertuang dalam sajak Kitab Kedai Minuman atau Das Schenkenbuch, "Apakah Al Quran abadi? Itu tak kupertanyakan! Apakah Al Quran ciptaan? Itu tak kutahu!. Bahwa ia kitab segala kitab, sebagai muslim wajib kupercaya. Tapi, bahwa anggur sungguh abadi, Tiada lah ku sangsi; Bahwa ia dicipta sebelum malaikat, mungkin juga bukan cuma puisi. Sang peminum, bagaimanapun juga, Memandang wajahNya lebih segar belia."
Keyakinan Goethe terhadap kebenaran ajaran Islam, juga tertuang dalam kumpulan syairnya West-ostliche Divan. Judul tersebut juga ditulis dalam huruf dan bahasa Arab Al-Diwan Al-Syarqiyyu li Al-Muallifi Al-Gharbiyyi. Sajak pertamanya dalam buku ini ia beri judul Hegire yang berasal dari kata Hijrah.
Damshäuser, seorang penerjemah karyanya mengatakan Islam yang dikenal, didalami dan dikagumi Goethe adalah Islam yang damai, sejuk, jernih, terbuka. Paradigma tentang Islam inilah yang mengispirasi Gothe dalam karyanya sajak Wasiat:
Baca juga: [Puisi] Izinkan Kumengumpat
"Tiada makhluk runtuh jadi tiada! Sang abadi tak henti berkarya dalam segala, Pada sang Ada lestarikan diri tetap bahagia! Abadilah ia: karena hukum-hukum suci. Melindungi khasanah-khasanah hayati, Dengan semesta menghias diri. Kebenaran sejak lama silam ditemukan, Telah pula mempertemukan ruh-ruh mulia. Kebenaran azali itu, peganglah dalam genggaman! Kau, putra bumi, bersyukurlah pada sang Bijaksana. Yang tunjukkan jalan bagi bumi tuk kita mentari,"
Pertemuan Goethe dengan paradigma Islam telah membawa angin segar dalam khasanah intelektual sastra. Dimana goethe berhasil mengintegrasikan dua paradigma yang selama ini dianggap berlawanan. Terbukti salah satu mahakarya terpenting yang membedakannya dari orang-orang sezamannya adalah buku puisi berjudul "West–Ostlicher Divan" ("West – Eastern Diwan"). [Gita Fajriyani]
KOMENTAR