![]() |
doc: IDEAPERS.COM |
Amin.
“Terimalah (ya Allah).”
Menjadi kata pamungkas yang kita ucapkan setelah membaca surat Al-Fatihah. Kata "Amin", memiliki makna yang banyak dibahas oleh para ulama maupun ahli tafsir. Dalam pelafalan kata "Amin", ada ulama yang mengatakan boleh dilafalkan di luar Shalat. Sebagian ulama Syafi’iyah dan lainnya, kata Ibnu Katsir, pelafalan kata “Amin” juga dianjurkan di luar Shalat, terlebih lagi di dalam Shalat, baik Shalat sendiri, sebagai imam, maupun sebagai makmum.
Penempatan pengucapan kata "Amin" rupanya tidak mengurangi esensial makna "Amin" itu sendiri, sebagaimana tertuang dalam penjelasan berikut ini.
Ali As-Shabuni dalam karyanya Shafwatut Tafasir menyebutkan, jika kata “Amin” bukan sebuah ayat menurut kesepakatan ulama. Namun kata “Amin” memiliki arti “Terimalah doa kami.” (As-Shabuni, 1999: 25).
Selain itu, ada juga Mujahid yang berpendapat jika, kata “Amin” adalah salah satu asma Allah. Sama halnya dengan seorang ulama yang berpendapat jika kata “Amin” adalah sampul atau segel doa. Kata “Amin” adalah segel Allah atas para hamba-Nya yang dapat melindungi mereka dari bahaya sebagaimana sampul buku yang memeliharanya dari kerusakan.
Imam Ibnu Katsir dalam karyanya Tafsirul Qur'anil Azhim juga mengatakan hal serupa. Menurutnya, kata “Amin” bermakna “Allahumma, istajib” (Tuhanku, kabulkanlah). Dalil atas pandangan ini adalah hadits riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi dari Wa’il bin Hajar. Ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah membaca, ‘Ghairil maghdhubi alaihim wa lad dhallin,’ lalu ia mengucap dengan panjang (dengan keras menurut riwayat Abu Dawud) kata ‘Amin.’
Menurut Imam Al-Baghowi dalam Tafsir Ma'alimut Tanzil-nya meriwayatkan hadits dari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Jika imam membaca ‘ghairil maghdhubi alaihi wa lad dhalin’, hendaklah kalian menjawab ‘Amin’ karena malaikat juga menjawab ‘Amin’ dan imam juga membaca ‘Amin.’ Siapa saja yang jawaban ‘Amin’-nya berbarengan dengan ‘Amin’ malaikat, maka akan diampuni dosanya (dosa kecil) yang telah lalu.”
Pertemuan, ketepatan, atau kebarengan ucapan “Amin”, menurut sebagian ulama, adalah kebarengan waktunya. Namun menurut sebagian ulama lain, kebarengan keduanya itu soal ijabah. Ada juga ulama lain yang memahami kesamaan ucapan keduanya terletak pada soal keikhlasan.
Sahabat Ibnu Abbas pernah bertanya kepada Rasulullah SAW perihal makna kata ini. Rasulullah menjawab, “Rabbi, if‘al” atau “Tuhanku, lakukanlah.” Al-Jauhari mengatakan, makna “Amin” adalah “ka dzalika fal yakun” atau “Demikian, semoga terjadi.”
Kemudian Imam At-Tirmidzi berpendapat, makna “Amin” adalah “La tukhayyib raja’ana” atau “Jangan Kau sia-siakan harapan kami.” Tetapi kebanyakan ulama mengartikan kata ini dengan “allahumma, istajib lana” atau “Tuhanku, kabulkanlah (permohonan) kami.”
Syekh Wahbah Az-Zuhayli dalam Tafsir Al-Munir mengatakan, kata “Amin” merupakan sebuah doa. Ia bukan bagian dari Al-Qur’an. Kelas katanya adalah ism fi’il. Maknanya “Allahumma, istajib” atau “Tuhanku, terimalah doaku.” [Gita Fajriyani]
KOMENTAR