Dalam perjalanan aktivitas kehidupan, kita dituntut untuk memperbaiki segala sesuatu yang sebelumnya dikerjakan dengan tidak efektif dan efisien. Perbaikan ini dimulai sejak dari pikiran yang kemudian bernama introspeksi.
Introspeksi adalah pemeriksaan atas kesadaran pikiran kita (Schultz, Sejarah psikologi modern, 2012). Dalam psikologi, proses introspeksi bergantung pada pengamatan keadaan mental seseorang, sedangkan dalam konteks spiritual mungkin merujuk pada pemeriksaan jiwa. Pada prinsipnya, introspeksi berkaitan erat dengan refleksi diri dan penemuan diri serta kontras dengan pengamatan eksternal.
Introspeksi juga telah menjadi subjek diskusi filosofis selama ribuan tahun. Dan meski introspeksi dapat diterapkan pada banyak aspek pemikiran filosofis, introspeksi mungkin paling dikenal karena perannya dalam epistemologi; maksudnya dalam konteks ini adalah introspeksi sering dibandingkan dengan persepsi, akal, ingatan, dan kesaksian sebagai sumber pengetahuan (Epistemologi dalam Ensiklopedia Filsafat Stanford; http://plato.stanford.edu/entries/epistemology,2005).
Karena menjadi sumber pengetahuan, yang tentunya adalah mengarah pada pengambilan sikap dalam kerangka "perbaikan diri", introspeksi adalah sebuah urgensi. Jika kita salah dalam melakukan introspeksi, maka justru bukan memperbaiki, namun sebaliknya, semakin buruk. Atau barangkali dalam hal ini, kita justru terjebak dalam Ilusi Introspeksi.
Ilusi Introspeksi
Ilusi introspeksi adalah bias kognitif di mana orang salah berpikir bahwa mereka memiliki wawasan langsung ke asal-usul keadaan mental mereka yang sedang direfleksi atau dievaluasi, sementara memperlakukan diri atau dirinya yang sebagai bagian dari orang lain atau sosial justru memiliki ketidaksesuaian.
Maksudnya, eksperimen pikiran dalam berintrospeksi justru masih terjebak dalam kerangka bias, bukan kognisi yang lebih bisa terkonfirmasi kognisi analisanya. Ini seperti teori penampakan gunung es, dimana sering digunakan untuk menggambarkan pikiran sadar dan ketidaksadaran; bagian yang terlihat mudah diperhatikan, namun bentuknya bergantung pada bagian yang jauh lebih besar yang tidak terlihat.
Ungkapan "ilusi introspeksi" diciptakan oleh Emily Pronin. Pronin menggambarkan ilusi memiliki empat komponen:
1. Orang memberikan bobot yang kuat pada bukti introspeksi ketika menilai diri mereka sendiri.
2. Mereka tidak memberikan bobot yang kuat ketika menilai orang lain sebagai bagian dari introspeksinya.
3. Orang mengabaikan perilaku mereka sendiri ketika menilai diri mereka sendiri (tetapi bukan orang lain).
4. Introspeksi diri sendiri lebih berbobot daripada yang lain yang diikutkan dalam introspeksi. Bukan hanya karena orang tidak memiliki akses ke introspeksi satu sama lain: mereka hanya menganggap diri mereka sendiri yang dapat diandalkan.
Gagasan bahwa orang dapat keliru tentang fungsi batin mereka adalah salah satu yang diterapkan oleh para materialis eliminatif. Para filsuf ini menyarankan bahwa beberapa konsep, termasuk "kepercayaan" atau "sakit" akan berubah menjadi sangat berbeda dari apa yang umumnya diharapkan seiring kemajuan ilmu pengetahuan.
Dugaan keliru yang dibuat orang untuk menjelaskan proses berpikir mereka ini disebut dengan "teori kausal". Teori kausal yang diberikan setelah suatu tindakan seringkali hanya berfungsi untuk membenarkan perilaku orang tersebut untuk meredakan disonansi kognitif. Artinya, seseorang mungkin tidak menyadari alasan sebenarnya dari perilaku mereka, bahkan ketika mencoba menjelaskannya. Hasilnya adalah penjelasan yang kebanyakan hanya membuat diri mereka merasa lebih baik.
Lalu?
Sebagai bagian dari kajian dan proses eksperimental psikologis yang penting agar tidak terjebak dalam sebuah ilusi, penting pula untuk tidak terburu-buru memaknai proses introspeksi sebagai snap judgement (kesimpulan secara buru-buru). Perlu pendalaman dalam proses yang kita harapkan menjadi lebih baik. Oleh karenanya, tindakan epistemik di sini perlu untuk didalami, sehingga keputusan yang diambil setelah introspeksi tidak berujung pada fallacy.
Selain itu dalam jurang ilusi introspeksi ini ada juga hasil yang sering terjadi yaitu Ilusi Superioritas. Mungkin akan dibahas di lain waktu. [G]
KOMENTAR