Sikap dan pemikiranya yang kritis terhadap pemerintahan, Pram sering keluar masuk penjara. Karya-karyanya juga seringkali dilarang dipublikasikan, baik di masa Orde Lama maupun Orde Baru. Tulisan Pram banyak mengusung tema interaksi antar budaya; antara Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, serta Tionghoa.
Karya sastra Pram yang fenomenal yakni roman sejarah Tetralogi Pulau Baru, ditulis pada masa pengasingannya di Pulau Baru oleh pemerintah Indonesia antara tahun 1965-1979. Roman ini mengekspresikan kekuasaaan, politik kolonial, kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan kesenian di Hindia Belanda. Lebih khususnya interaksi antara priyayi pribumi dengan orang Belanda. Berceita tentang awal kebangkitan nasional Indonesia dan terciptanya semangat nasionalisme.
Meskipun tetralogi Pulau Baru milik Pram merupakan karya sastra lama, namun hingga saat masih digemari dan dicari masyarakat. Bahkan salah satu tetraloginya yakni Bumi Manusia berhasil diangkat dilayar lebar. Buat kalian yang belum mengetahui atau mungkin sudah lupa, berikut keempat tetralogi Pulau Baru milik Pram.
1. Bumi Manusia
Buku yang berlatar awal abad ke-19 dan abad ke-20 ini menceritakan seorang pemuda Jawa keturunan ningrat bernama Minke. Pram dalam tetralogi pertamanya, menggambarkan betapa terpuruknya kondisi pribumi dalam hegemoni kolonial. Penindasan semena-mena, pergundikan, dan munculnya strata sosial menempatkan pribumi di kelas paling rendah. Minke sebagai pemuda yang revolusioner kerap menantang ketidakadilan terhadap bangsanya dan melakukan perlawanan dengan membuat tulisan-tulisan di surat kabar.
2. Anak Semua Bangsa
Kelanjutan dari jilid pertama Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa bercerita pertemuan Minke dengan seorang priyayi yang juga bersekolah di HBS Surabaya. Minke bertemu dengan Trunodongso, seorang petani yang menolak tanahnya disewakan secara paksa kepada perusahaan gula milik kolonial. Kejadian ini semakin meyakinkan dan menyadarkan rasa nasionalisme Minke.
Kemajuan dunia modern, pribumi ditawarkan kebudayaan Eropa, akibatnya pribumi terkesima akan perubahan yang terjadi. Minke mulai berkenalan dengan gerakan antikolonial di berbagai dunia. Minke menilai bahwa sikap pesimistis dan perasaan menerima saat diperbudak oleh bangsa Eropa adalah sebuah jeratan dalam budaya maju yang ditawarkan kepada kaum pribumi.
3. Jejak Langkah
Minke melawan pemerintah kolonial dengan membentuk organisasi serta membangun pers. Hal itu digunakannya sebagai alat untuk memobilisasi massa agar terlibat melawan kolonial. Pada 1901, Minke melanjutkan sekolahnya di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), di sini Minke tidak pernah berhenti untuk menulis. Ia mengkritik pemerintah dan diterbitkan di koran.
Dengan membawa massa untuk melakukan perlawanan, perlahan organisasi kerakyatan lahir di antaranya Boedi Oetomo, Petani Samin, Serikat Dagang Islam, dan lain sebagainya. Hal ini semakin menguatkan perjuangan pribumi dalam memperjuangkan hak-haknya dan melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh pihak kolonial.
4. Rumah Kaca
Setelah organisasi terbentuk dan menjadi momok bagi pemerintah Belanda, maka mereka menyiapkan serangan balik agar perserikatan yang ada bubar. Tokoh Jacques Pangemanann, seorang juru arsip asal Manado diperintah untuk mengawasi pribumi, khususnya mengawasi Minke pada saat berada dalam kamp pengasingan. Meskipun di akhir cerita Minke meninggal setelah melihat media dan organisasi yang selama ini didirikan dengan segala usaha, direbut oleh gubermen kolonial. Tetapi tetap saja, Minke memiliki pengaruh besar bagi pribumi.
Rumah Kaca memperlihatkan dimana kebangkitan nasional menjadi sebuah gemuruh yang melanda pemerintah Belanda. Pasalnya dengan dirusaknya sistem dan kepemimpinan sebuah organisasi tidak membuat pengikutnya menjadi gentar. Mereka semakin menjadi dan membangun benteng baru untuk membuat Belanda kalang kabut.
Tetralogi Pulau Buru menjadi warisan penting Pramoedya Ananta Toer bagi generasi Indonesia. Selain sebagai nilai sejarah, juga untuk membangun sikap nasionalisme. Mengingat tanah yang kita tinggali saat ini, tidak pernah lepas dari sebuah perjuangan besar. Berjuang untuk mengusir penjajah Belanda, merontokan feodalisme, primordialisme dan membangun bangsa yang merdeka, sejahtera dan demokratis, sebagai rumah bersama.
[Gita]
KOMENTAR