Friedrich Wilhem Nietzsche filsuf kenamaan asal Jerman, mengaggap dirinya sebagai filsuf psikologi pertama. Sigmund Freud, Carl Jung, dan Alfred Adler, tiga raksasa psikologi abad ke 20 dipengaruhi oleh wawasan Nietzsche. Investivigasi psikologi Neitzsche dilakukan tidak hanya demi spekulasi teoritis belaka, menurutnya pengetahuan dicari untuk memberikan energi pada kehidupan.
Wawasan psikologi Nietzsche mencoba mengkesplorasi salah satunya, "Bagaimana menjadi dirimu sendiri" dengan menarik. Melihat kehidupan pada zamannya, dimana orang-orang lebih percaya terhadap dogma agama, memahamai teks secara tekstual dan semaunya di kembalikan kepada hal metafisika. Nietzsche menanggap jiwa manusia dibentuk oleh lapisan multidimensi dan memiliki kompleksitas.
Untuk mengetahui dirinya sendiri, seseorang harus mampu mengupas lapisan dan membuka topeng untuk melihat kedalaman jiwanya. Namun kebayakan orang takut pada kedalaman kompleksitas dan memilih berada di lapisan permukaan dan jiwa dangkalnya saja. Ketidakberanian itu sebenarnya membuat diri tidak menyadari jika mereka tersesat di dalam labirin.
Menciptakan diri sendiri tidak berarti membentuk diri sendiri dari ketiadaan. Masing-masing dari kita menurut Nietzche memiliki sifat yang dalam dan abadi, yang menempatkan batasan pasti tentang siapa dan apa kita bisa menjadi. Sifat seseorang tidak hanya dibentuk oleh "Kehidupan awal pribadi" dan watak tradisi nenek moyang, tetapi juga oleh kekuatan sejarah.
Mengingat masa lalu dari setiap bentuk dan cara hidup terus hidup dalam diri kita, jadi perlu aktif dalam eksplorasi sejarah untuk mencapai pengetahuan diri. Sama seperti masa lalu yang terus hidup dalam budaya modern, yang diwujudkan dalam mitos, tradisi, dan institusi. Demikian juga jiwa kita telah dibentuk dan dipahat oleh zaman lampau.
Kecenderungan manusia modern merasa dia sewenang-wenang dilemparkan dan tinggal di dunia yang absurd. Menurut Nietzsche, hal ini merupakan akibat dari ketidakpahaman terhadap "pengertian sejarah". Sebagaimana dalam esai On the Use and Abuse of History for Life, Nietzsche menjelaskan orang yang hilang kepercayaan dan tidak memiliki hubungan sadar dengan masa lalu, mereka gagal menggali akar seseoarang melalui strata sejarah.
Dalam diri manusia juga terdapat apa yang disebut Zarathustra, suatu kecenderungan yang berpotensi merusak dengan melakukan agresi atau nafsu seksual yang tidak terkendali. Tetapi baginya, kita harus mampu mengendalikan hal tersebut. Bukan hanya dorongan destruktif yang ada di dalam jiwa kita. Tetapi juga ada "hewani ilahi" sebagai pengatur dan penggerak yang tidak disadari yang membuat nenek moyang kita bertahan dan berkembang di lingkungan yang keras.
Individu modern hampir kehilangan kontak naluri kuno. Hanya mengandalkan kesadaran "organ lemah dan paling bisa salah". Orang-orang modern kurang menyadari bahwa dalam relung pikirannya, ada pembantu kuno. Jika dia tahu bagaimana memanfaatkannya, sebenarnya bisa membantu dalam banyak situasi di kehidupan, dimana kesadaran seringkali alpha dan gagal menjalankan fungsinya.
Berbeda dengan filsuf lain yang telah menempatkan pikiran manusia di atas segalanya sebagai sesuatu yang kesatuan, Nietzsche secara radikal menyatakannya sebagai multiplisitas, agregasi entitas psikologis yang saling terkait. Konsep jiwa manusia sebagai struktur sosial dari penggerak dan pengaruh tugas yang ditetapkan Nietzsche untuk menyelaraskan "kelimpahan yang bertentangan drive and impulses ”, serta memberikan koordinasi kepada sejumlah besar kekuatan yang bersaing di dalamnya.
[Gita]
KOMENTAR