
Kita tidak pernah menyangka jika pandemi corona ini akan bermuara pada ancaman krisis multidimensi. Persoalan yang bermula pada sektor kesehatan, kini merembet pada bidang politik, pendidikan, bahkan ekonomi yang paling krusial.
Upaya preventif untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19 telah dilakukan. Kebijakan pemerintah berupa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan physical distancing justru menimbulkan polemik baru. Pembatasan ruang gerak dan ruang gerak yang terbatas membuat beberapa kegiatan terpaksa dialihkan dari rumah secara online, bahkan juga diberhentikan.
Terpuruknya pada sektor ekonomi saat pandemi terlihat jelas dari penutupan tempat usaha seperti mall, warung, pasar tradisonal, dan lain lain. Sementara itu banyak pekerja yang kena PHK dan banyak pula masyarakat yang kehilangan pekerjaan tetap. Akibatnya laju perekonomian berhenti dan negara mengalami krisis.
Dilansir dari Replubika.co.id, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo mengungkapkan tiga dampak besar pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia sehingga masuk dalam masa krisis. Pertama, membuat konsumsi rumah tangga atau daya beli yang merupakan penopang 60 persen terhadap ekonomi jatuh cukup dalam.
Dampak kedua dari pandemi adalah menimbulkan adanya ketidakpastian yang berkepanjangan sehingga investasi ikut melemah dan berimplikasi pada terhentinya usaha. Dampak ketiga yaitu seluruh dunia mengalami pelemahan ekonomi sehingga menyebabkan harga komoditas turun dan ekspor Indonesia ke beberapa negara juga terhenti.
Baca Juga: Sesat Wacana Elit Pemerintah Hadapi Corona
Menurut catatan Kementerian Ketenagakerjaan, pandemi Covid-19 telah berdampak bagi 1,7 juta pekerja di Indonesia, baik pekerja formal maupun informal. Kondisi ini juga berbanding lurus dengan adanya kenaikan angka kemiskinan dari 24,79 juta jiwa pada September 2019 menjadi 26,42 juta jiwa pada Maret 2020.
Dengan kondisi krisis seperti ini, pemerintah berusaha memulihkan kembali perekonomian negara dengan mengurangi tingkat pengangguran dan mencegah peningkatan angka kemiskinan akibat pandemi Covid-19. Akhirnya pemerintah menetapkan kebijakan new normal pada 2 Mei 2020, meskipun jumlah kasus covid-19 terus bertambah setiap harinya. Dengan kebijakan new normal sejumlah kegiatan mulai dibuka seperti sektor perekonomian, pariwisata, dan pendidikan, meskipun tetap mengindahkan protokol kesehatan. Sebanyak 102 kabupaten atau kota dari 34 provinsi sudah mengantongi izin untuk melaksanakan new normal. Daerah-daerah tersebut saat ini berada di zona hijau. Salah satunya di Wilayah DKI Jakarta, Aceh, Jawa Tengah dan lain sebagainya.
Demi mewujudkan skenario new normal, pemerintah juga berkoordinasi dengan seluruh pihak termasuk tokoh masyarakat, para ahli dan pakar untuk merumuskan protokol kesehatan. Terkait hal ini, dibentuklah protokol keputusan Menteri Kesehatan (Menkes) Republik Indonesia mengenai aturan kesehatan bagi masyarakat di tempat dan fasilitas umum dalam rangka pencegahan dan pengendalian Covid-19 yang terdapat dalam surat nomor HK.01/07/MENKES/382/2020. Aturan ini juga diterapkan saat kita ke pusat perbelanjaan selama new normal.
Pertama, perlindungan kesehatan individu. Kesehatan individu didukung dengan penggunaan masker, cuci tangan pakai sabun, jaga jarak, dan pengingkatan imunitas tubuh. Kedua, Perlindungan kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat dapat dimulai dengan tiga tahap, yakni Prevent (Pencegahan), Detect (Penemuan Kasus), dan Respons (Penanganan).
Ketiga, Tempat dan fasilitas umum. Tempat dan fasilitas umum meliputi beberapa hal, yakni pasar dan sejenisnya, pusat perbelanjaan mall, pertokoan dan sejenisnya, serta hotel. Selain itu juga di rumah makan, sarana dan kegiatan olahraga, moda transportasi, stasiun/terminal/pelabuhan/bandara, salon, jasa ekonomi kreatif, dalam kegiatan keagamaan dan jasa penyelenggaraan even.
Baca Juga: Matinya Kepakaran dan Filosofi Diam
Sektor ekonomi kembali ditata seiring relaksasi pembatasan sosial pada sejumlah daerah. Pemerintah menetapkan kebijakan new normal sejak 12 Mei 2020. Namun, upaya ini menemui batu sandungan karena meningkatnya kasus positif dan angka kematian akibat Covid-19 secara harian. Ada 91. 751 kasus di Indonesia pada Rabu (22/07/2020) terhitung sejak 2 Maret 2020. Ada penambahan 1.882 kasus baru dalam 24 jam terakhir. Di Jawa Tengah sendiri pasca new normal mengalami peningkatan yang signifikan, tercatat pada awal Juli 2020 terkonfirmasi positif sebanyak 2.992 jiwa menjadi 7.790 kasus pada 23 Juli 2020.
Ekonom Universitas Indonesia Fithara Faisal Hastiadi mengungkapakan bahwa pemerintah janganlah terlalu optimis kalau ekonomi nasional langsung membaik dengan kebijakan new normal. Pasalnya tingkat permintaan masih rendah karena daya beli masyarakat di tengah pandemi belum pulih. Orang akan lebih berhati-hati untuk berbelanja jika kasus corona semakin meningkat. Masyarakat lebih memilih menyimpan uangnya di tengah situasi yang tidak pasti. Namun sebaliknya, jika kasus semakin melambat masyarakat lebih percaya diri untuk melakukan konsumsi.
Baca Juga: Imam Ghazali dan Mufasir Indonesia Menjawab Problematika Corona
Juru bicara penanganan Covid- 19, Achmad Yurianto mengungkapan penyebab lonjakan kasus positif ini. Menurutnya banyak warga yang belum disiplin melaksanakan protokol kesehatan. Masih ada orang yang terkonfirmasi positif yang belum melakukan isolasi mandiri dengan baik. kelompok rentan tertular Covid-19 yang tidak menjaga jarak.
Adanya kebijakan new normal membawa stigma masyarakat bahwa keadaan sudah baik baik saja, sehingga tingkat kewaspadaan terhadapa virus covid-19 menurun. Lalu bagaimana pengawasan pemerintah terhadap kebijakan new normal? Atau adakah sanksi bagi pelanggar aturan new normal?
Alih-alih ingin menata kembali sektor ekonomi yang sempat terpuruk akibat covid-19, problematika utama terkait masalah kesehatan justru terkesampingkan. Krisis kesehatan semakin parah dengan lonjakan kasus yang terus meningkat setiap harinya. Kebijakan yang diterapkan selama penanganan covid-19 untuk menekan penyebaran virus belum bisa efektif. Saat ini justru membuka peluang besar bagi penyebaran virus karena masyarakat sudah bisa berkativitas di luar rumah. Dengan kondisi seperti ini apakah new normal akan tetap berjalan atau mundur?
[Gita F]
KOMENTAR