PROBLEMATIKA pandemi di tengah bulan Ramadan tentu menjadi hal baru bagi umat Islam. Selain menjadi hal baru beragam polemik pun ikut memberi warna di tengah kegiatan agama tahunan ini. Budaya seperti berburu takjil, buka bersama hingga ritual agama seperti salat tarawih dan aktivitas yang menimbulkan keramaian, dituntut untuk ditiadakan demi menekan penyebaran yang kian hari kian meningkat.
Agama sebagai way of life bagi pemeluknya, dianggap mampu menjadi pegangan dan antisipasi dalam menghadapi Covid-19 ini. Dalam nilai-nilai yang dibawa agama, para ulama memberikan penjelasan, langkah apa yang perlu diperhatikan untuk survive menghadapi corona tanpa melanggar norma-norma agama itu sendiri. Dalam kebijakan seperti physical distancing misalnya, cendekiawan Islam Imam Ghazali telah menjawab sejak dahulu tentang bagaimana umat Islam seharusnya bertindak.
Ia mengungkapkan ketika agama mengambil keputusan atas hukum yang ingin ditetapkan, harus melihat dari beberapa faktor yang terangkum dalam maqashid syariah. Ada pun salah satu faktornya yaitu hifdz an nafs (menjaga diri). Imam Ghozali menjelaskan bahwa agama Islam tetap memperhatikan sisi humanis dengan cara memperhatikan kondisi pemeluknya.
Dalam situasi ini, Imam Ghazali akan bertindak sesuai dengan kepentingan keselamatan diri, yakni sesuai dengan anjuran pemerintah untuk menghentikan wabah corona yang semakin meluas. Permasalahan seperti salat tarawih dan salat Jumat berjamaah tentu akan dihindari dengan tetap melihat indikator-indikator agar tak ada pelanggaran syar'i di dalamnya. Imam Ghazali menghadirkan pandangan bahwa agama bersifat fleksibel serta memperhatikan kemampuan individu. Sehingga permasalahan seperti wabah corona ini bisa ditanggapi dengan bijak tampa melunturkan keluhuran agama itu sendiri.
Tak hanya Imam Ghazali, mufasir Indonesia Quraish Shihab juga turut mengomentari fenomena wabah ini dalam bukunya yang berjudul Corona Ujian Tuhan sikap Muslim Menghadapinya. Ia menjelaskan, berkumpulnya semua orang dalam satu tempat dan dalam keadaan berdekatan seperti salat berjamaah, dapat beresiko menularkan Covid-19 yang dapat mengakibatkan kematian. Maka semua hal yang mengarah kepada dugaan kematiaan harus dilarang atas agama.
Ia pun menganjurkan agar kita tetap memikirkan keselamatan, maksudnya agar terhindar dari wabah yang masih menyerang. Bukan beralasan atas nama ritual agama secara jamaah kita mengabaikan bahaya yang menanti lalu kita nekad mempertaruhkan nyawa pribadi dan sesama.
Agama Islam fleksibel dan mengutamakan kemanusiaan dibandingkan aturan dogmatik yang membudaya. Tentu kalau kita cermati dari dua pandangan tokoh di atas keduanya menekankan pada aspek keselamatan jiwa. Bagaimana agama itu hadir bukan seperti yang dipahami orang yang bersifat kaku, namun lebih sebagai wadah untuk menampung manusia terhindar dari kerusakan dan menjamin kemaslahatan bagi siapa pun yang mempercayainya.
Virus Corona Tentara Allah?
Tampaknya tak jarang orang yang berstatus ulama belum mengerti sepenuhnya tentang permasalahan yang sedang terjadi akhirnya menyimpulkan virus corona sebagai tentara Allah. Bahkan ada yang lebih jauh beranggapan bahwa corona adalah suatu cara golongan tertentu untuk memecah belah umat Islam. Dalam hal ini Quraish Shihab justru berpandangan berbeda. Ia menyinggung bahwa pendapat itu adalah pemikiran orang yang masih kurang dalam pemahaman agama.
Dalam satu pembahasan ia membenarkan bahwa dalam Al-Qur'an memang terdapat istilah Junud Allah (tentara Allah). Namun, Quraish Shihab memaparkan bahwa istilah tentara Allah bisa dikatakan suatu alat untuk mencapai sesuatu layaknya polisi dan militer. Akan tetapi tidak ada yang tahu benar dan jelas spesifikasi tentara Allah itu seperti apa, lalu ia mengaitkan dengan surat al-Muddastsir ayat 74 yang menyebutkan bahwa yang mengetahui sebenarnya tentara Allah itu Allah sendiri. Manusia sebagai makhluknya tak memiliki pengetahuan sampai ke sana.
Hal ini bisa ditarik titik temu bahwa ungkapan corona sebagai tentara Allah tidak bisa menjadi kebenaran yang mutlak melihat penyampaian informasi tersebut kurang logis. Sementara itu, Quraish Shihab menambahkan bahwa Allah itu maha baik dan pelabelan kepada-Nya biasa bersifat agung dan besar. Hal ini bisa dilihat dari Ka'bah yang menggunakan istilah Baitullah serta peringkat manusia paling mulia adalah Abdullah. Maka bisa diartikan tentara tuhan melakukan kebaikan bukan keburukan. Corona yang diartikan sebagai tentara allah jelas suatu kesalahpahaman.
Situasi dan kondisi masyarakat muslim yang sedang terjebak pandemi, semestinya dapat menjaga marwah keislaman dengan tetap berfikir logis, bukan malah dengan berfikir normatif yang semua orang tau bahwa wabah semacam ini menimbulkan resiko secara masal. Ketika orang-orang Islam hanya mengambil pertimbangan tekstual dan normatif, serta acuh pada tindakan logis (keselamatan) justru konsekuensi yang didapatkan adalah, ketika orang yang melakukan ritual ibadah secara jamaah itu berstatus positif corona, nantinya agama yang disalahkan. Padahal sebaliknya, Islam tetaplah rahmat bagi seluruh alam dan Tuhan maha pengasih lagi penyayang.
[Agung Rahmat]
KOMENTAR