![]() |
Webinar "Estika Arsitektur" yang digelar prodi ISAI via Zoom, Kamis (30/07/20) |
Semarang, IDEAPERS.COM - Guru besar Filsafat dan Estetika Universitas Katolik Parahyangan, Bambang Sugiharto, mengajak calon-calon arsitek muda untuk lebih memperhatikan nilai estetik dalam lingkungan. Ia mengingatkan pentingnya menghidupkan lingkungan sekitar ketika mendesain suatu bangunan, bukan malah menghilangkannya.
"Dalam konteks filosofis, estetis adalah kalau suatu konstruksi bangunan itu menghidupkan sekelilingnya. Yang tadinya tidak kita lihat seakan-akan dapat kita lihat dan kita rasakan pesonanya," jelasnya dalam Webinar "Estetika Arsitektur" yang digelar Prodi Ilmu Seni dan Arsitektur Islam (ISAI) UIN Walisongo, Kamis (30/07/20).
Bambang menilai saat ini banyak bangunan yang hanya dinilai estetis dari fisiknya saja. Padahal hal-hal non-fisik juga sangat penting diperhatikan keindahannya. Ia juga menyayangkan banyaknya bangunan yang dibuat tanpa melihat adanya potensi di lingkungan tersebut.
"Asal buat bangunan saja, tidak berpikir tentang potensi lingkungan sekitarnya. Arsitek harus menerbitkan potensi yang ada, yaitu bambu. Padahal kalau kita lewat hutan bambu, kesan yang timbul hanya hutan bambu seperti biasanya," terangnya sambil memperlihatkan gambar arsitektur Aura House yang terletak di Ubud, Bali.
![]() |
Aura House, Ubud, Bali |
Dalam webinar yang diikuti 120 peserta ini, ia mengatakan bahwa konsep pemanfaatan potensi lingkungan tersebut dikenal dengan nama green architecture (arsitektur hijau), atau arsitektur yang memperkecil konsumsi energi Sumber Daya Alam (SDA).
"Secara teknis, arsitektur hijau meminimalkan konsumsi energi SDA dan menggunakan bahan yang ramah lingkungan. Selain itu, bangunan seyogianya meningkatkan nilai alam sekitarnya," ujarnya di hadapan para mahasiswa, dosen, dan praktisi arsitektur.
Terakhir, Ia menegaskan bahwa karya arsitektur dianggap kurang estetis jika tidak mampu mengangkat pesona lingkungan di sekelilingnya.
"Jadi, apabila karya arsitektur menghilangkan sekelilingnya, alih alih menerbitkan konteks sekelilingnya, justru tidak estetis," pungkasnya. [Rep. Salsa/ Red. Ma]
KOMENTAR