
"Dengan segala yang terlihat sempurna, kita tidak akan bertanya bagaimana hal itu terjadi. Sebaliknya, kita malah tertipu dengan semua kesempurnaan itu, seolah-olah Tuhan memang menganugerahkannya," (Friedrich Nietzche)
Kutipan di atas membuat saya teringat pada Michael Jackson, seseorang yang bahkan hampir seluruh dunia mengakuinya sebagai raja pop. Seakan-akan Tuhan telah menganugerahkannya talenta yang tidak ada orang lain dapat menandinginya.
Nietzsche mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang mampu melihat bagaimana proses seniman dalam menciptakan suatu karya. Dengan kata lain, orang lain akan tertarik pada apa yang telah kita raih atau dapatkan, bukan serangkaian perjuangan yang telah dilalui. Contohnya Michael Jackson. Tidak banyak orang yang mau melihatnya berproses dari amatir ke profesional, Sejak usia anak-anak dididik ayahnya dengan keras hingga akhirnya menjadi raja pop dunia. Akan tetapi mereka lebih memilih melihat ketika ia sudah berhasil. Berfikir "ia memang terlahir dengan talenta itu".
Pertanyaannya, mengapa dalam benak kita tertanam bahwa Michael Jackson adalah orang paling bertalenta dalam dunia tarik suara?
Nietzsche mengatakan kecintaan kita pada diri sendiri, mendorong kita untuk memuja diri sendiri. Seperti halnya apabila manusia menganggap kejeniusan adalah keajaiban. Mereka merasa tidak wajib membandingkan dirinya dengan orang lain dan merasa kurang tepat ketika memanggil seseorang yang lebih hebat darinya. Sehingga, tidak perlu ada persaingan di dunia ini.
Selain itu, bakat alami seseorang memungkinkan kita semua bersantai dalam zona nyaman. Misalnya, ketika seseorang sudah memiliki bakat menulis sejak lahir, kemudian merasa dirinya paling unggul di antara orang-orang di sekitarnya. Orang lain selalu bergerak, hingga hampir melampauinya. Sedangkan ia tetap pada tingkat kemampuan yang dimilikinya sejak lahir.
Mengapa tidak mencoba berfikir lebih? bahwa tidak ada manusia yang dilahirkan sempurna. Mustahil jika seseorang memiliki bakat yang tidak tertandingi.
Nietzche memiliki kesimpulan tentang "apa itu bakat?". Bahwa hal-hal besar, dicapai oleh orang-orang yang berpegang pada satu tujuan. Mereka selalu mengamati kehidupan mereka sendiri dan orang lain, serta mengkritisi berbagai bentuk masalah dan solusinya.
Filsuf asal jerman ini juga seakan-akan meminta kita untuk berfikir bahwa di atas segalanya, kita dilarang berbicara tentang bakat - terlebih bakat bawaan -, karena sejatinya, seseorang dapat menjadi lebih dari sekadar apa yang diberikan Tuhan padanya. Mereka memperoleh keagungan dan menjadi jenius. Mereka itu yg punya keseriusan dan ketekunan dalam berusaha. Membangun itu secara perlahan dan menjadikannya luar biasa.
[Salsabila]
Diterjemahkan dari karya Angela Duckwoth Grit "The Power of Passion and Perseverance"
KOMENTAR