![]() |
Unsplash.com |
Wajah perempuan begitu rupawan dengan pandangan mata tajam yang mampu meredupkan sinar matahari siang. Juga senyum tipis dengan lesung di pipi yang sanggup mencairkan rembulan malam menjadi jutaan mimpi. Wajah perempuan itulah yang selalu ingin Boy lihat ketika ia membuka maupun memejamkan mata di sisa hidupnya.
Namun Boy tidak mengerti mengapa wajah perempuan itu selalu terbayang-bayang. Ia bingung dengan apa yang dirasakannya. Ia tidak bisa mendefinisikan apa yang terjadi pada dirinya. Kata ibunya, “Itu adalah cinta, Nak.”
Boy tambah bingung dengan makna cinta. Lalu ia memutuskan pergi menemui beberapa pujangga untuk mencari jawaban tentang apa yang tengah dirasakannya saat ini.
Ketika pujangga berkata cinta, Boy pun diam dan mendengarkannya:
Chairil Anwar: "Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar,"
Jalaluddin Rumi: “Cinta adalah suatu penyakit, yang orang dihinggapinya tidak pernah ingin disembuhkan,”
William Shakespeare: “Cinta itu berat dan ringan, terang dan gelap, panas dan dingin, sakit dan sehat, terlelap dan terjaga. Cinta adalah segalanya kecuali apa arti dia sesungguhnya,”
Pablo Neruda: “Aku mencintaimu tanpa tahu bagaimana, atau kapan, atau dari mana. Aku mencintaimu dengan lugas, tanpa banyak soal atau rasa bangga. Begitulah aku mencintaimu, sebab aku tak tahu jalan lain,”
Oscar Wilde: “Aku mampu bertahan menghadapi segala bencana, kecuali satu; kehilangan cinta,”
Nizar Qobbani: “Aku tak ingin kaucintai sampai mati. Cintai aku hingga hidup,”
Sapardi Djoko Damono: “Aku mencintaimu, itu sebabnya aku tak pernah selesai mendoakan keselamatanmu,”
Khalil Gibran: “Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini, pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang,”
Jawaban dari pujangga itu tampaknya tidak membantu Boy. Ia malah semakin bingung dengan apa yang ia rasakan. Sampai saat ini ia belum menemukan jawaban atas pertanyaannya.
Tetapi Boy lagi-lagi tidak pernah bisa berhenti memikirkan perempuan itu. Pandangan matanya yang tajam dan lesung pipit di senyumnya bukanlah alasan. Boy tidak pernah tahu mengapa bisa mencintai perempuan yang tidak sengaja ia temui di perempatan jalan dekat rumahnya.
Ketika Boy jatuh cinta dan bertanya kepada para pujangga, ia merasa menjadi orang paling bodoh di dunia.
[Mahfud]
KOMENTAR