Saat merasa tidak nyaman dengan dengan suasana hati, kita biasanya memilih melepaskan emosi dengan mencari makanan manis. Kita cenderung berpikir bahwa makanan tersebut dapat membantu mengurangi depresi, kesedihan, atau kemarahan. Makanan ini dianggap sebagai 'penenang' untuk menghilangkan emosi negatif pada diri kita.
Padahal, makanan manis belum tentu mampu mengemperbaiki emosi. Terlebih, banyak orang percaya bahwa gangguan emosi menyebabkan nafsu makan meningkat, sehingga kita menjadi berlebihan dalam mengonsumsi makanan.
Menurut Psikolog dan penulis Never Binge Again, Glenn Livingston masalah makanan timbul karena keinginan. Tidak ada hubungan antara emosi dengan makan berlebihan. Justru, banyak hal yang hadir tanpa kita disadari, sebagai latar belakang nafsu makan yang meningkat.
Ingin melepaskan diri dari emosi merupakan salah satu alasan kita untuk mencari makanan manis. Livingston juga berpendapat, orang-orang berpikir makanan manis tersebut mampu menenangkan dan mengembalikan emosi positif. Tanpa disadari, makanan penenang itulah yang memperburuk emosi negatif pada diri kita.
Hal tersebut terjadi karena mayoritas orang memilih makanan tidak sehat, seperti tinggi gula, garam, maupun pati. Jenis makanan seperti ini berpotensi meningkatkan nafsu makan, sebagai akibat dari segi emosional yang mampu bertahan lama.
Livingston pernah memberikan contoh secara sederhana, seperti patah hati. Dalam kasus ini, mereka merasakan kesedihan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Seiring dengan itu, mereka mencari makanan manis yang dianggap mampu mengembalikan emosi positif pada dirinya. Namun, makanan penenang ini justru memberikan dampak buruk bagi kesehatan.
Gangguan emosi termasuk salah satu dampak mengonsumsi makanan manis secara berlebihan. Sebenarnya, makanan jenis ini tidaklah memperbaiki mood, justru memperparah perasaan kesal yang ingin dihindari.
Kita perlu menyadari, mengonsumsi makanan yang tidak sehat menyebabkan meningkatnya emosi. Sehingga, kita perlu memisahkan antara emosi dengan makan berlebih, agar kita lebih mudah untuk mengatur emosi.
Di sisi lain, Livingston mengatakan orang-orang tidak perlu meninggalkan makanan tertentu, membatasi asupan kalori, dan mengabaikan kandungan gizi. Bagaimanapun alasannya, mereka tetap membutuhkan makan untuk memperbaiki emosi dan meningkatkan kesehatan mental.
Saat memilih makanan, kita harus mampu mengandalkan pemikiran daripada emosi. Pilihlah makanan manis yang memiliki manfaat kesehatan, sehingga dapat berefek baik pada diri kita. Seperti, memberikan rasa nyaman pada tubuh dan menjadikan pikiran sehat. [Mita]
Padahal, makanan manis belum tentu mampu mengemperbaiki emosi. Terlebih, banyak orang percaya bahwa gangguan emosi menyebabkan nafsu makan meningkat, sehingga kita menjadi berlebihan dalam mengonsumsi makanan.
Menurut Psikolog dan penulis Never Binge Again, Glenn Livingston masalah makanan timbul karena keinginan. Tidak ada hubungan antara emosi dengan makan berlebihan. Justru, banyak hal yang hadir tanpa kita disadari, sebagai latar belakang nafsu makan yang meningkat.
Ingin melepaskan diri dari emosi merupakan salah satu alasan kita untuk mencari makanan manis. Livingston juga berpendapat, orang-orang berpikir makanan manis tersebut mampu menenangkan dan mengembalikan emosi positif. Tanpa disadari, makanan penenang itulah yang memperburuk emosi negatif pada diri kita.
Hal tersebut terjadi karena mayoritas orang memilih makanan tidak sehat, seperti tinggi gula, garam, maupun pati. Jenis makanan seperti ini berpotensi meningkatkan nafsu makan, sebagai akibat dari segi emosional yang mampu bertahan lama.
Livingston pernah memberikan contoh secara sederhana, seperti patah hati. Dalam kasus ini, mereka merasakan kesedihan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Seiring dengan itu, mereka mencari makanan manis yang dianggap mampu mengembalikan emosi positif pada dirinya. Namun, makanan penenang ini justru memberikan dampak buruk bagi kesehatan.
Gangguan emosi termasuk salah satu dampak mengonsumsi makanan manis secara berlebihan. Sebenarnya, makanan jenis ini tidaklah memperbaiki mood, justru memperparah perasaan kesal yang ingin dihindari.
Kita perlu menyadari, mengonsumsi makanan yang tidak sehat menyebabkan meningkatnya emosi. Sehingga, kita perlu memisahkan antara emosi dengan makan berlebih, agar kita lebih mudah untuk mengatur emosi.
Di sisi lain, Livingston mengatakan orang-orang tidak perlu meninggalkan makanan tertentu, membatasi asupan kalori, dan mengabaikan kandungan gizi. Bagaimanapun alasannya, mereka tetap membutuhkan makan untuk memperbaiki emosi dan meningkatkan kesehatan mental.
Saat memilih makanan, kita harus mampu mengandalkan pemikiran daripada emosi. Pilihlah makanan manis yang memiliki manfaat kesehatan, sehingga dapat berefek baik pada diri kita. Seperti, memberikan rasa nyaman pada tubuh dan menjadikan pikiran sehat. [Mita]
KOMENTAR