Semarang, IDEAPERS.COM- Afifuddin Alfarisi, penulis buku Terapi Kosentrasi; Berdamai Dengan Distraksi memberikan resep penulisan buku dalam waktu dua hari kepada mahasiswa UIN Walisongo dalam acara Bedah Buku & Diskusi Publik di Auditorium Kampus I, Rabu, (26/11/2019). Ia mengungkapkan proses kilat kepenulisannya mengingatkan pada pengerjaan tesis selama satu bulan.
"Saya mengalami proses jatuh bangunnya dalam pengerjaan membuat tesis," ungkapnya.
Alfarisi menjelaskan proses kepenulisan buku Terapi Kosentrasi; Berdamai Dengan Distraksi timbul dari keresahan dirinya dalam mengerjakan deadline yang sering dilanggarnya.
"Saya dalam membuat deadline yang dibuat terkadang dilanggar," ujarnya.
Selanjutnya, ia mengatakan, banyaknya media sosial di kalangan milenial justru menjadi distraksi masalah. Menurut Alfarisi, media sosial alat yang memperkerjakan kita.
"Semakin banyaknya media sosial menjadi pelarian masalah, distruksi masalah, seharusnya peran media sosial sebagai alat justru kita diperalat," jelasnya.
Sarjana Tasawuf dan Psikoterapi UIN Walisongo itu mengatakan bahwa hal yang dituliskan dalam buku tersebut berdasarkan treatment yang telah dipraktikkan pada dirinya sendiri. Ia menjelaskan poin-poin dan tahapan pada treatment terapi konsentrasinya.
"Saya pernah treatment untuk diriku dalam proses 'Terapi Kosentrasi'. Seketika itu saya buat poin-poin, draft, daftar isi langsung tak bikin. Lalu membaca buku personal development, pengembangan diri, motivasi, AMT(achievement motivation trainning). Saya jadikan satu, saya olah lagi, kemudian saya pahami lagi, lalu saya rumuskan jadi terapi kosentrasi," katanya.
Pria kelahiran Kendal itu menuturkan ada beberapa aspek juga yang mendukung penulisannya. Salah satunya fokus paling utama, yakni mengeliminasi distraksi.
"Didukung dengan membuat deadline,disiplin diri,berusaha penuhi apa yang akan dilalkukan, poin utamanya fokus menjadi inti dari buku terapi kosentrasi. Fokus itu seni menolak yang lain dari eliminasi distraksi," tegasnya. [Rep. Alimi/Red. Sae ]
"Saya mengalami proses jatuh bangunnya dalam pengerjaan membuat tesis," ungkapnya.
Alfarisi menjelaskan proses kepenulisan buku Terapi Kosentrasi; Berdamai Dengan Distraksi timbul dari keresahan dirinya dalam mengerjakan deadline yang sering dilanggarnya.
"Saya dalam membuat deadline yang dibuat terkadang dilanggar," ujarnya.
Selanjutnya, ia mengatakan, banyaknya media sosial di kalangan milenial justru menjadi distraksi masalah. Menurut Alfarisi, media sosial alat yang memperkerjakan kita.
"Semakin banyaknya media sosial menjadi pelarian masalah, distruksi masalah, seharusnya peran media sosial sebagai alat justru kita diperalat," jelasnya.
Sarjana Tasawuf dan Psikoterapi UIN Walisongo itu mengatakan bahwa hal yang dituliskan dalam buku tersebut berdasarkan treatment yang telah dipraktikkan pada dirinya sendiri. Ia menjelaskan poin-poin dan tahapan pada treatment terapi konsentrasinya.
"Saya pernah treatment untuk diriku dalam proses 'Terapi Kosentrasi'. Seketika itu saya buat poin-poin, draft, daftar isi langsung tak bikin. Lalu membaca buku personal development, pengembangan diri, motivasi, AMT(achievement motivation trainning). Saya jadikan satu, saya olah lagi, kemudian saya pahami lagi, lalu saya rumuskan jadi terapi kosentrasi," katanya.
Pria kelahiran Kendal itu menuturkan ada beberapa aspek juga yang mendukung penulisannya. Salah satunya fokus paling utama, yakni mengeliminasi distraksi.
"Didukung dengan membuat deadline,disiplin diri,berusaha penuhi apa yang akan dilalkukan, poin utamanya fokus menjadi inti dari buku terapi kosentrasi. Fokus itu seni menolak yang lain dari eliminasi distraksi," tegasnya. [Rep. Alimi/Red. Sae ]
KOMENTAR