gambar: klubanet.files.wordpress.com |
Di tengah tren itu, tiba-tiba muncul cuitan di twitter yang menyita perhatian publik. Komentar itu berasal dari Asisten Profesor Departemen Ilmu Lingkungan, Kebijakan dan Manajemen Universitas California, Kate O'Neill, yang mengatakan terdapat dugaan "penambangan data" yang dilakukan pemilik medsos untuk mengembangkan teknologi pengenalan wajah (face recognition). Kate mengklaim dugaan penggunaan data untuk melatih algoritma pengenalan wajah ini belum tentu berbahaya. Namun dirinya menyebut jika hal itu juga tidak menutup kemungkinan terdapat usaha yang bisa dimanfaatkan di balik tren foto beda usia yang tersebar di media sosial itu.
Dilansir dari Era.id, melalui akun Twitter-nya @kateo, Kate mengatakan; "Saya 10 tahun lalu: mungkin akan memainkan meme foto profil berdasarkan usia yang beredar di Facebook dan Instagram. Saya sekarang: merenungkan bagaimana semua data ini dapat ditambang dan dipergunakan untuk melatih algoritma pengenalan wajah tentang perkembangan usia dan pengenalan wajah berdasarkan usia," tulisnya.
Faktanya, saat ini Facebook sudah memiliki foto para penggunanya berdasar rentan usia yang berbeda. Terlebih bagi mereka yang sudah menggunakan media sosial ini sejak 2009 lalu. Namun, cara seperti itu kurang efektif. Karena tidak semua pengguna Facebook menggunakan foto profil berdasarkan rentan usia.
Dalam praktiknya, untuk memudahkan algoritma dapat bekerja dengan akurat, foto diberi label foto dulu dan sekarang, yakni 2009 dan 2019. Hal itu dimaksudkan agar sistem dapat mempelajari perubahan yang terjadi pada wajah selama 10 tahun. Kemudian ditambah menarik dengan embel-embel tantangan (challenge) di media sosial.
Postingan yang berlabel tantangan ini membuat unggahan lebih sistematis dan benar-benar memberikan foto yang berjarak sepuluh tahun. Selain itu, tagar #10YearsChallange pada setiap unggahan juga turut mendukung kerja algoritma lebih baik. Oleh karena itu mereka bisa memilah lebih tepat sampel mana yang akan digunakan oleh sistem.
Contoh kasus mudah dengan penggunaan teknologi pengenal wajah adalah dapat digunakan untuk mencari anak hilang. Apabila anak tersebut hilang dalam waktu yang lama, maka teknologi tersebut dapat memprediksi perubahan wajah anak itu sesuai rentan waktu yang terjadi.
Sedangkan pada penggunaan yang lebih rumit, kate mencontohkan ilustrasi pengenal wajah secara langsung (real time) yang dimiliki Amazon, Rekognition, yang diperkenalkan pada 2016 silam. Teknologi tersebut dapat digunakan untuk mengenali wajah yang diduga tersangka pada kasus kriminal.
Meskipun dapat berguna untuk mengusut kasus kriminal, namun banyak yang mengkhawatirkan teknologi ini digunakan untuk melacak orang-orang yang tidak bersalah, atau mendeteksi orang yang salah.
Dengan beberapa contoh kasus di atas, semoga para netizen agar bijak dalam menggunakan dan
mengumbar data di media sosial. [YK]
KOMENTAR