Beberapa waktu lalu, kita digegerkan dengan seorang pengemis di Kabupaten Pati yang ternyata menyimpan hartanya yang sampai 1 Miliar rupiah lebih. Namun, meskipun memiliki harta ia tetap memilih menjadi pengemis. Sebagaimana kita ketahui, pengemis adalah orang yang miskin, tidak mampu bekerja dan karena itu dia meminta-minta belas kasih dari orang lain.
Fenomena pengemis kaya raya memang sering ditemui di daerah-daerah. Penghasilannya yang melebih pekerja keras membuat kita menjadi dilematis untuk mengeluarkan rasa simpati dan empati kita kepada sesama manusia. Bagiamana seharusnya kita membaca dan memahami fenomena ini?
Di dalam ajaran agama memang diajarkan agar manusia saling mengasihi dan bersedekah kepada saudaranya sesama manusia yang tidak mampu. Jika era sekarang, orang tidak mampu sering diidentikkan dengan para pengemis. Namun sejatinya, sedekah tersebut tidak serta merta langsung mudah untuk memberinya harta. Sebagaimana nabi Muhammad pernah memberi contoh untuk berbelas kasih dan bagaimana bersikap khususnya kepada seorang pengemis.
Kisah Rasulullah Bertemu Pengemis
Ada sebuah kisah sebagaimana dikutip dari A Muchlishon Rochmat di dalam artikelnya yang berjudul Cara Rasulullah Menghadapi Pengemis, yakni ada seorang laki-laki dari kaum Anshor yang menemui nabi untuk meminta-minta. Sikap rasulullah tidak membentak pengemis itu dan menyuruhnya pergi. Pun rasulullah tidak langsung memberinya uang dan malah bertanya kepada pengemis tersebut tentang apa yang dimilikinya. Pengemis tersebut menjawab bahwa di rumahnya hanya ada sehelai kain kasar untuk selimut dan sebuah gelas untuk minum.
Rasulullah menyuruh laki-laki dari Anshar itu untuk mengambil dua benda yang dimilikinya itu. Rasulullah kemudian melelang dua benda yang dimiliki pengemis itu. Salah seorang sahabat bersedia membayar satu dirham. Tidak puas dengan itu, Rasulullah menawarkan kembali kain dan gelas tersebut. Lalu ‘harta’ laki-laki Anshar itu laku dua dirham.
“Belikanlah yang satu dirham makanan, lalu berikan kepada keluargamu. Lalu belikan lah satu dirham yang lain sebuah kapak, lalu bawakan kepadaku,” demikian perintah Rasulullah sambil menyerahkan dua dirham kepada laki-laki peminta dari Anshar itu, (Buku: Rasulullah Teladan untuk Semesta Alam (Raghib As-Sirjani, 2011).
Beberapa hari kemudian, laki-laki Anshar itu datang kepada Rasulullah dengan membawa kapak. Rasulullah lalu mengikatkan sebatang kayu pada kapak tersebut. Maka jadilah ia kapan utuh. Laki-laki Anshar itu diperintah Rasulullah untuk mencari kayu bakar dengan kapak itu, lalu menjualnya.
“Pergilah, carilah kayu bakar dan jual lah. Dan aku tidak ingin melihatmu selama 15 hari,” titah Muhammad.
Laki-laki kaum Anshar itu menuruti semua perintah rasulullah. Ia lalu pergi mencari kayu bakar dan menjualnya kepada masyarakat. Setelah 15 hari berlalu, ia menemui rasulullah dengan membawa uang 10 dirham dari hasil penjualan kayu bakar. Uang tersebut digunakan untuk membeli pakaian, makanan, dan kebutuhan lainnya.
“Ini lebih baik untukmu dari pada engkau datang meminta-minta,” kata Rasulullah.
Demikianlah cara Rasulullah menghadapi pengemis. Beliau tidak mengusirnya secara langsung. Juga tidak langsung memberinya. Tetapi Rasulullah mendorong dan memotivasi agar pengemis itu menggunakan kemampuan dan keterampilannya untuk bekerja secara halal sehingga ia tidak meminta-minta lagi.
Rasulullah tidak ingin melihat umatnya menjadi seorang peminta-minta. Bagi rasul, bekerja, apapun itu pekerjaannya asalkan halal, itu lebih baik dari pada meminta-minta. Bahkan rasul menegaskan jika meminta-minta itu tidak diperbolehkan dalam Islam, kecuali untuk tiga orang saja.
Pertama, orang yang memikul beban berat di luar batas kemampuannya (sangat miskin). Namun meminta-minta hanya untuk sekedar kebutuhannya saja. Saat sudah cukup ia harus berhenti mengemis.
Kedua, orang yang terkena musibah dan hartanya hilang semua. Kelompok kedua ini juga diperbolehkan meminta-minta, namun apabila sekadar kebutuhannya sudah tercukupi maka ia harus berhenti.
Ketiga, orang-orang yang sangat miskin. Bagaimana cara mengukur miskin yang seperti ini? Rasul memberikan standar bahwa apabila tiga orang tetangganya menilai orang tersebut miskin, maka orang orang tersebut benar-benar miskin. Orang seperti ini diperkenankan untuk meminta-minta sampai kebutuhan sekadarnya tercukupi.
“Di luar kelompok tersebut, meminta-minta tidak diperkenankan. Dan jika ada orang di luar kelompok itu meminta-minta, harta haram telah dimakan,” kata rasulullah.
Setelah membaca kisah nabi Muhammad di atas, kegiatan mengemis sebenarnya dilarang di dalam agama terkecuali memang ia sudah sangat tidak mampu sama sekali. Nabi di dalam cerita di atas juga memberi contoh menyikapi pengemis yang seharusnya ia bisa untuk tidak mengemis.
Jika kini kita menemui fenomena yang sangat mengherankan yakni orang yang lebih dari cukup tapi tetap meminta-minta sebagaimana pengemis. Maka orang tersebut sebenarnya telah memakan harta yang haram sebagaimana dijelaskan nabi. Dan orang tersebut telah menghilangkan kemuliaan manusianya.
Manusia yang Mulia
Imam Syafi’i di dalam kitab Manaqib Asy-Syafi’i Lil Baihaqi menjelaskan bahwa terdapat 3 hal yang menunjukkan kemuliaan seseorang.
Pertama, mampu menyembunyikan kemiskinannya sehingga orang disekitarnya menyangka dia adalah orang berada. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk menjaga kehormatannya dan agar tidak merepotkan orang lain.
Kedua, mampu menyembunyikan kemarahannya sehingga orang disekitarnya menganggap dia ridho dan tidak ada kemarahan sedikitpun ketika sedang menghadapi sesuatu yang tidak disenangi. Hal itu sebagai upaya meminimalisir konflik dan munculnya prasangka buruk dari orang lain terhadap diri sendiri.
Ketiga, mampu menyembunyikan kesulitan dan kesusahannya sehingga orang disekitarnya menyangka bahwa dia orang yang penuh kenikmatan dan kecukupan.
Seseorang yang berpura-pura miskin padahal aslinya dia mampu untuk bekerja yakni dengan mengemis yang ternyata berharga 1 Miliar lebih, sangat jauh dari manusia mulia sebagaimana dijelaskan Imam Syafi'i di atas.
Mulia adalah tentang ketakwaan dan jauh dari sifat tercela sebagai manusia seperti berpura-pura miskin lalu meminta-minta dengan berprofesi menjadi pengemis. Semoga kita dijauhkan dari kemiskinan terutama miskin hati. (*)
KOMENTAR