![]() |
Seminar 'Literasi Keislaman Milenial' |
Semarang, IDEAPERS.COM - Pakar Analisis Teks Media Sosial (SNA), Ismail Fahmi mengungkapkan bahwa kondisi Indonesia bermasalah dalam perbedaan ideologi. Masih banyak sekali perbedaan ideologi yang menyebabkan kondisi Indonesia bemasalah saat ini. Hal itu diungkapkan dalam acara "Literasi Keislaman Milenial" di UIN Walisongo Semarang, Kamis (18/10/18).
Ismail menjelaskan, anak milenial yang serba instan harus diberi arahan agar kondisi Indonesia tidak bermasalah dalam ideologi. Ia mencontohkan situasi sosial media yang sekarang menjadi tempat menuangkan gagasan. Bisa dalam bentuk propaganda, hoaks, saling menyerang dan akhirnya perang tagar atau hashtag. Demokrasi rumpunan massa ini didukung banyak orang yang saling mengikuti.
"Anak milenial itu serba instan, inginnya cepat dan tidak mau repot. Banyak anak milenial sekarang yang membuat tagar di sosial media, bahkan mereka juga membuat meme. Parahnya yang lain memilih mengikuti agar dibilang trend," jelasnya.
Dalam acara yang bertajuk "Ideologi, Gerakan Keagamaan Baru, dan Analisis Teks Media Sosial" Itu, Ismail mengajak seluruh peserta agar membuat konten-konten yang positif untuk menghidupkan literasi yang ada di Indonesia. Dengan catatan, konten tidak berlabel agama atau yang lainnya. Jika sudah berhasil membuat konten sendiri, kita ajak dan arahkan orang terdekat untuk mengikuti dan mengamalkan konten itu.
"Kita harus membuat konten-konten positif agar mereka semua membaca dan menuju ke arah yang positif. Jadi followers akan tertarik.
konten yang sifatnya menyatukan, tidak membawa label agama atau label-label yang lain," tegasnya.
Ismail berpesan kepada kita semua bahwa agama itu identitas. Jika membuat konten tidak disarankan memakai logo, simbol, grup, faham, dan ideologi. Tetapi, dibalik ini semua harus islam. Karena beriman itu hak dan sifatnya universal.
"Contoh saja kita membuat konten hikmah. Tidak berlabel apapun pasti dengan sendirinya followers tertarik untuk membaca tulisan kita," pungkasnya. [Rep. Gulla, Ma'arif / Red. Z]
KOMENTAR