
Saya mahasiswa UIN Walisongo angkatan 2013 sempat kebingungan dan mempertanyakan nasib Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang harus saya bayarkan untuk semester sembilan nanti. Apakah saya hanya membayar separuh? Ataukah saya diharuskan untuk kembali membayar UKT secara penuh? Saya mencoba mencari informasi terkait hal ini di website resmi UIN Walisongo. Namun hasilnya, nihil. Saya yakin ribuan mahasiswa angkatan 2013 lainnya juga merasakan kebingungan seperti apa yang saya alami.
Pertanyaan saya akhirnya terjawab oleh waktu, ketika masa pembayaran UKT dimulai pada 24 Juli 2017 lalu. Saya dan ribuan mahasiswa angkatan 2013 lainnya masih diharuskan untuk membayar UKT secara penuh. Di sini saya mulai merasa janggal. Dalam penjelasan yang dipaparkan oleh para petinggi universitas pada semester genap tahun akademik 2013/2014 lalu, disebutkan bahwa UKT merupakan akumulasi kebutuhan mahasiswa selama delapan semester, mulai dari biaya Kuliah Kerja Nyata (KKN), praktikum, SPP, serta berbagai kebutuhan lainnya.
Rata-rata dari kami, mahasiswa angkatan 2013, hanya tinggal merampungkan skripsi. Kami telah menyelesaikan KKN, praktikum, serta kegiatan akademik lainnya yang terbebani dengan biaya UKT pada delapan semester sebelumnya. Lantas, mengapa kami harus kembali membayar UKT secara penuh di semester sembilan ini? Itu sama artinya kami harus membayar segala urusan akademik yang sudah kami selesaikan selama delapan semester. Yang terhormat para pimpinan UIN Walisongo, kami butuh penjelasan terkait hal ini.
Saya juga menyayangkan pihak kampus UIN Walisongo yang tidak terbuka terkait permasalahan ini. Kampus tidak melakukan sosialisasi, kalaupun ada sosialisasi, saya menduga hal tersebut dilakukan pada waktu yang kurang tepat. Seperti halnya sosialisasi awal penerapan UKT empat tahun silam yang dilakukan ketika liburan semester. Seharusnya pihak kampus memberikan press release atau mengumumkan secara terbuka di website resminya mengenai kebijakan UKT bagi mahasiswa semester sembilan. Dengan demikian mahasiswa angkatan 2013 lainnya tidak kebingungan dalam mencari informasi.
Para pimpinan UIN Walisongon yang terhormat, jangan salahkan saya dan ribuan mahasiswa angkatan 2013 lainnya yang belum bisa lulus di semester delapan. Kami terhambat dengan berbagai persoalan akademis yang seharusnya tidak perlu terjadi. Mulai dari regulasi pelaksanaan serta kelulusan TOEFL dan IMKA yang tidak jelas hingga dosen pembimbing skripsi yang sangat sulit untuk ditemui. Kami pun memiliki aktivitas dan kemampuan akademis yang berbeda satu sama lain. Sehingga tidak bisa dipaksakan untuk lulus secara serentak dan tepat waktu pada semester delapan.
Sementara bagi Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) dan Senat Mahasiswa (SEMA) sebagai wakil mahasiswa, saya hanya mengingatkan untuk tidak berhenti mengawal setiap kebijakan kampus. Sebab menengok gerakan mahasiswa di beberapa kampus lain, seperti Universitas Negeri Semarang (UNNES), Universitas Diponegoro (UNDIP), Universitas Lampung (UNILA), hingga Universitas Negeri Makassar (UNM) telah ramai-ramai melakukan aksi menuntut penurunan UKT bagi mahasiswa di atas semester delapan untuk program sarjana dan di atas semester enam bagi mahasiswa program diploma. Sementara kita lihat di UIN Walisongo, kondisinya justru adem-ayem.
Saya tidak menganjurkan kawan-kawan mahasiswa untuk melakukan aksi demonstrasi, karena pengawalan terhadap kebijakan kampus tidak melulu diwujudkan dengan demonstrasi. Namun saya mengingatkan kepada DEMA dan SEMA untuk tetap kritis, mengawal serta bertindak berdasarkan data dan fakta. Tetap kukuh mempertahankan aspirasi mahasiswa sampai tuntas. Tidak hanya berhenti pada forum perundingan dengan suguhan snack dan nasi kotak. [Mahasiswa UIN Walisongo angkatan 2013]
*Surat pembaca ini masuk ke email redaksi IDEApers.com, redaksi hanya melakukan editing pada tulisan sesuai dengan PUEBI. Penulis tidak bersedia menyebutkan namanya secara langsung.
KOMENTAR