Pendidikan itu penting. Ia adalah kewajiban utama yang
menjadi akar dari pembentukan karakter manusia. Semua orang sepakat bahwa
pendidikan pertama adalah keluarga. Maka dari itu orangtua dituntut untuk mencari
metode pendidikan “terbaik” untuk anaknya. Namun seringkali orangtua tak menyadari bahwa metode “terbaik” tersebut belum tentu bisa diterapkan pada anak-anak
mereka.
Bercermin dari orang lain, itulah salah satu proses belajar.
Melihat dan menyimpulkan pengalaman pribadi, saya menyadari bahwa sesungguhnya mendidik yang baik
tidak berdasarkan pada cara
yang digunakan, melainkan proses yang dilaluinya.
Banyak cara atau metode mendidik anak tertulis dalam buku, bahkan
disandarkan pada hasil riset
penelitian para ahli.
Tetapi orangtua mesti tahu, apabila metode tersebut tidak diterapkan dengan proses yang
tepat, maka tidak akan berhasil.
Ada pula orangtua yang memiliki
metode sendiri yang tidak berdasarkan pada buku panduan. Ibu saya salah satunya,
ia beranggapan bahwa
seorang anak yang tidak
mematuhi perintah orangtua, maka tidak akan sukses.
Hasilnya, ketika kecil saya selalu patuh pada perintah orangtua. Namun setelah beranjak dewasa, saya mulai bosan karena
merasa terkekang. Saya pun bertanya-tanya pada diri sendiri,
mengapa saya merasa seperti ini?
Ketika berkunjung ke rumah teman, saya menemukan
jawabannya. Dari situ
saya bercermin dari keluarga
satu ke keluarga lainnya. Salah seorang teman mengaku bahwa ia tak
banyak mendapat perintah
dari orangtuanya. Hasilnya dia tetap bisa menjadi pribadi yang “baik” di depan orang sekitarnya.
Di sisi lain, dengan kondisi serupa, teman saya yang lain justru menjadi pribadi yang tidak “baik”.
Melihat kasus di atas saya kembali bertanya-tanya, di manakah letak kesalahan dalam
mendidik seorang anak. Apakah dari orang tua atau anak itu sendiri?
Memang banyak faktor yang
mempengaruhi tingkah laku seorang anak. Di antaranya adalah pergaulan dan kondisi lingkungan. Tapi bagaimanapun juga,
akar dari karakter seorang anak tetaplah keluarga. Komitmen seorang anak
terpupuk dari orangtuanya. Apabila komitmennya baik, meskipun dalam lingkungan
dan pergaulan yang buruk, ia tidak akan mudah terpengaruh. Lalu, bagaimanakah
cara
mewujudkannya?
Proses Penting yang Sering Terlupakan
Seperti yang telah diuraikan di
atas, bukan metode
pendidikan yang menjadi masalahnya.
Proses menuju kesadaran diri seorang anak menjadi hal yang lebih penting, namun
seringkali dilupakan.
Kata perintah yang biasa diucapkan orang tua, belum tentu menumbuhkan kesadaran.
Sebagai contoh, seorang anak yang diperintah orangtuanya
untuk belajar setiap
hari, belum tentu ia akan melaksanakannya tanpa disuruh. Meskipun seiring
berjalannya waktu ia
tahu jika belajar itu penting, seorang anak akan merasa ada kebebasan tersendiri saat
ibunya tidak memerintahnya lagi. Akhirnya, anak
tetap melanggar perintah orangtuanya, saat di luar pantauan.
Lain halnya apabila sang anak sudah menemukan
kesadarannya, ia akan melaksanakan perintah orangtuanya meskipun tidak
dalam pengawasan. Jadi tugas orangtua adalah menemukan kesadaran pada diri anak, bukan malah sembarangan
memberi perintah.
Kesadaran Menumbuhkan dan Membentuk Karakter
Karakter mencerminkan akhlak, sedangkan akhlak tercipta dari pendidikan. Ketiganya
saling berkaitan erat. Seorang anak dikatakan berakhlak jujur apabila orangtuanya
telah membiasakannya untuk berlaku jujur
dalam kehidupan sehari-hari. Setiap untaian kalimatnya dan laku tindakannya sudah
merefleksikan kejujuran. Sebab akhlak merupakan tindakan yang dilakukan
seseorang tanpa pikir panjang, begitulah para sufi mendefinisikannya.
Kesadaran akan memunculkan sikap berkepanjangan karena hal itu akan melekat pada akhlak. Sedangkan perintah
hanya akan memunculkan sikap sementara yang mudah goyah.
Dulu ketika masih menimba ilmu di pondok, saya menjumpai
plang bertuliskan motivasi sebagai penyemangat para santri. Salah satu di
antaranya bertliskan, “Sebesar
keinsyafanmu,
sebesar itu pula keberuntunganmu”. Awalnya
saya belum sepenuhnya mengerti arti dari kata “insyaf” tersebut. Saya baru
menemukan jawabannya usai ujian.
Saya mendapat nilai yang kurang memuaskan di beberapa
pelajaran karena tidur di kelas. Saya baru sadar dan insyaf. Saya pun mengerti
makna yang tertulis dalam plang tersebut. Seberapa besar seseorang menyadari perbuatannya sebesar itu pula keberhasilan dan
kebaikan yang akan ia raih. Kesadaran tak hanya menjadi dasar dalam mendidik anak saja.
Kesadaran seharusnya ada dalam setiap tindakan seseorang.
Sudahkah kita bertindak atas dasar kesadaran hari ini? (Qorina)
KOMENTAR