![]() |
Foto Landmark UIN Walisongo Semarang |
Semarang, IDEAPERS.COM - Sejumlah mahasiswa UIN Walisongo Semarang mengaku tidak rela apabila Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di tingkat fakultas dihapus. Sejumlah UKM F juga menolak bergabung dengan UKM universitas.
Wacana penghapusan UKM F mengemuka di kalangan mahasiswa UIN Walisongo buntut terbitnya Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor 2.212 Tahun 2024 Tentang Pedoman Organisasi Kemahasiswaan.
Dijelaskan dalam SK tersebut bahwa UKM hanya berkedudukan di tingkat universitas. Sementara UKM F yang selama ini sudah aktif disebut-sebut akan digabung dengan UKM universitas.
Ketua UKM Teater Wadas Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), Liman, menolak wacana UKM Fakultas digabung dnegan UKM universitas.
Alasannya, jika memang kampus masih kukuh ingin menggabungkan UKM, nantinya akan muncul beberapa masalah, salah satunya di bagian penganggaran.
"Misalnya, jika UKM Teater digabungkan dari tingkat Fakultas hingga Universitas, maka UKM Fakultas akan merepotkan UKM Universitas terkait pendanaan. UKM Universitas itu punya sistem pendanaan sendiri yang lebih rumit," kata Liman, Minggu (16/2/2025).
Ia juga menyebut bahwa setiap UKM di lingkungan fakultas memiliki ideologi dan karakteristik yang berbeda dengan UKM universitas. Jika digabungkan pasti akan terjadi bentrok dengan UKM di universitas yang satu bidang peminatan.
"Masing-masing UKM F pasti akan mempertahankan ideologinya sendiri, dan hal inilah yang menjadi problem saat kebijakan tersebut diterapkan," ungkap Liman.
Pihaknya juga mempertanyakan terkait legalitas UKM F apabila nanti akan digabung dengan UKM universitas buntut adanya kebijakan tersebut.
"Selama belum ada hitam diatas putih, kami para UKM F masih rentan akan penghapusan, jadi saya harap untuk secepatnya dibuat kebijakan yang jelas," kata dia.
Di sisi lain, Ketua UKM JHQ Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (FUHum), Zanur menyatakan keberatannya terhadap kebijakan penggabungan UKM.
Menurutnya, UKM JHQ memiliki bidang yang berbeda dengan UKM tingkat universitas lainnya, sehingga penggabungan ini dianggap tidak efisien karena setiap UKM memiliki karakteristik dan keunikan.
"Ada yang bilang kalau JHQ atau UKM Keagamaan itu nanti dilebur ke Nafilah. Padahal, kalau dilihat, itu sudah sangat berbeda. Nafilah fokus pada kajian ilmu Bahasa Arab, sedangkan JHQ lebih ke seni religi, jadi tidak cocok," katanya kepada IDEAPERS.COM.
Jika misalnya UKM JHQ ditiadakan, ia berharap tidak digabung dengan UKM Nafilah di lingkup universitas meski memiliki satu bidang keterampilan yang sama.
Jika SK ini diterapkan, pihaknya menginginkan UKM JHQ dapat berkedudukan di kampus atau membentuk UKM baru yang dapat mengakomodir anggota UKM JHQ.
"Yang kedua, takut membebani (dalam hal administrasi). Jadi usulan kami adalah membuat UKM Keagamaan sendiri," ungkap Zanur.[Rep. Sinray/Red. Zaqia].
KOMENTAR