![]() |
Ilustrasi kecerdasan emosional. (Foto:ideapers.com/Yogi Zidan) |
Manusia hidup sebagai makhluk sosial dengan berbagai macam karakter. Kita mungkin pernah mengenal seseorang yang baik dalam berkomunikasi, dia paham apa yang harus dikatakan di suatu situasi hingga orang di sekitarnya tidak tersinggung atau kesal. Di sisi lain, mungkin kita juga pernah menjumpai seseorang yang memiliki tingkat kepedulian tinggi atau orang yang bisa mengelola emosinya dengan baik. Dia tidak marah dalam situasi stres, sebaliknya dia bahkan menemukan solusi dengan sikap yang tenang.
Seseorang dengan sikap semacam itu memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Mereka mengenal dirinya dengan sangat baik bahkan memahami bagaimana emosi mereka mampu mempengaruhi orang lain. Mereka mampu menjalin hubungan baik dan lebih efektif.
Istilah kecerdasan emosional pertama kali dikenalkan pada tahun 1990 oleh dua orang peneliti sekaligus psikolog John Mayer dan Peter Salovey, dalam artikelnya berjudul Emotional Intelligence di jurnal imagination, Cognition, and Personality. Istilah itu kemudian dipopulerkan oleh Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence tahun 1995 .
Baca Juga : Mengapa Seseorang Melakukan Pembelaan dengan Menyalahkan Orang Lain?
Daniel Goleman mengutip penelitian dari Harvard Business School yang menemukan fakta bahwa EQ atau kecerdasan emosional berperan dua kali lipat dibandingkan IQ dan keterampilan teknis dalam melihat siapa yang lebih sukses di dunia pekerjaan.
Selain itu, Harvard Business Review pada 2003, juga mencatat bahwa 80% kompetensi yang membedakan karyawan berkinerja terbaik dari orang lain berada dalam domain Kecerdasan Emosional.
Penelitian itu menunjukkan bahwa kecerdasan emosional sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas seseorang. Hal itu, karena setiap orang memiliki kepribadian, keinginan, serta kebutuhan yang berbeda dalam menunjukkan emosi. Dan untuk memahami semua itu butuh kebijaksanaan, disinilah kecerdasan emosi seseorang menjadi penting.
Orang dengan kecerdasan emosional tinggi mampu berhasil dalam banyak kegiatan. Dalam lingkup kuliah, hal itu dibutuhkan mahasiswa yang seringkali terlibat dalam sebuah kelompok, komunitas, atau organisasi. Dengan kecerdasan emosi, orang lain akan mudah senang dan nyaman berada di sekitar kita.
Baca Juga : Manusia Kuat Akan Selalu Mengingat 4 Hal Ini
Demikian, seseorang dengan kecerdasan emosi akan lebih unggul dibidang akademik. Disisi lain, kualifikasi akademis di dunia pekerjaan, EQ juga lebih diutamakan.
Dalam bukunya, Daniel menjelaskan empat elemen yang mendefinisikan kecerdasan emosional, diantaranya:
1. Manajemen Diri
Manajemen diri merupakan kemampuan untuk mengendalikan emosi. Orang yang mampu mengatur dirinya sendiri tidak akan membiarkan dirinya menjadi terlalu marah atau membuat keputusan yang impulsif dan ceroboh. Dalam situasi menegangkan, dia memilih untuk menunda respon daripada membiarkan emosi mengendalikan dirinya. Dia akan membaca jendela peluang dan mencari kesempatan dengan menganalisa kemampuan diri.
Orang yang dapat mengatur dirinya akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan baru serta dapat memilah kepentingan mana yang harus didahulukan. Contoh dari tindakan ini ialah, kenyamanan dengan perubahan dan kemampuan untuk mengatakan tidak.
2. Kesadaran Diri
Orang dengan kecerdasan emosional yang tinggi memiliki kesadaran diri. Dia memahami emosi dirinya sendiri dan tidak akan membiarkan perasaan menguasai dirinya. Dia yang sadar diri, tidak akan membuat emosinya lepas kendali, seperti mudah terprovokasi amarah atau keinginan yang tidak perlu. Orang dengan kesadaran diri bersedia untuk melihat dirinya dengan jujur sehingga mengetahui kekuatan dan kelebihan dirinya. Dia mampu memaksimalkan pekerjaan yang merupakan potensinya sehingga dapat bekerja lebih baik.
3. Empati
Empati merupakan kemampuan untuk terhubung secara emosional dengan orang lain dengan mempertimbangkan perasaan mereka. Orang dengan jiwa empati mampu memahami keinginan, kebutuhan, kekhawatiran, dan sudut pandang orang lain di sekitarnya. Orang yang berempati mengetahui bagaimana harus bertindak sesuai kondisi seseorang. Dia akan mudah menjalin dan mengatur hubungan dengan orang lain. Karena dia memiliki kesadaran sosial yang tinggi dan menghindari untuk menyinggung orang lain dengan menghakimi terlalu cepat.
Orang maluku menyebut perasaan empati ini dengan “Ale rasa bete rasa” bahwa apa yang orang lain rasakan akan dirasakan oleh diri kita. Saat memiliki rasa empati yang tinggi, seseorang akan mengenali dinamika kekuasaan dalam suatu organisasi maupun kelompok.
4. Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial membantu seseorang menjalin hubungan dengan baik. Seseorang akan mampu mengelola konflik agar tidak merenggangkan hubungan. Dia merupakan komunikator yang baik dan mampu membangun serta menjaga hubungan dengan baik. Orang yang memiliki keterampilan sosial sangat dibutuhkan dalam suatu kelompok atau tim. Dia bersedia membantu orang lain berkembang daripada hanya fokus pada kesuksesannya sendiri.
Kecerdasan emosional ini tidak lahir begitu saja. Setiap orang mampu menumbuhkan EQ dengan melalui pengalaman hidup serta bagaimana proses menyikapinya. Seperti pengalaman di sekolah, lingkungan keluarga, sosial dan sebagainya. Pola asuh orang tua juga dapat mempengaruhi dalam peningkatan EQ. Cara mengasuh orang tua menjadi pertama kali diserap oleh anak. Tidak lain, kepribadian juga sangat mempengaruhi dalam menumbuhkan EQ.
Kecerdasan emosional akan berdampak pada kebahagiaan dan kesuksesan kita. Menurut Daniel Goleman EQ sangat berbeda dengan IQ. Selain dapat dipelajari dan ditingkatkan, EQ menghasilkan manfaat yang signifikan.
Dalam kehidupan pribadi, EQ membantu kita untuk melakukan dialog tanpa harus meyakiti perasaan lawan bicara, mengelola emosi saat sres, serta meningkatkan hubungan baik dengan orang sekitar. Pada lingkup organisasi atau kelompok, kecerdasan emosi dapat membantu menyelesaikan konflik serta membangun kolaborasi tim yang baik. [Ayu]
KOMENTAR