Ma'had Al-Jami'ah Putra UIN Walisongo di Perum Bukit Walisongo Permai. |
Santri Ma'had Putra terdiri dari 63 mahasiswa penerima Beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) angkatan 2022 yang diwajibkan nyantri di Ma'had pada tahun pertama kuliah (30/07/22).
Salah satu alumnus Ma'had jurusan Manajemen Dakwah (MD), Budi (bukan nama sebenarnya) menjelaskan, Ma'had Putra hanya memiliki satu pembina sekaligus ustad yang mengajar setiap harinya, yakni Muhammad Syaiful Mujab.
"Di sana yang diutus untuk membina dan mengajar kami itu hanya ada satu pembina atau musyrif. Beliau harus mengajar kita setiap hari setiap malam dengan membina 60an santri," ungkap Budi kepada Kru IDEAPERS.COM secara online, belum lama ini.
Menurutnya, tenaga pendidik Ma'had yang hanya satu menyebabkan kurangnya pengawasan dalam proses pembelajaran santri. Sehingga, ia menilai program Ma'had putra berlangsung kurang efektif.
"Maka dari itu pembelajarannya kurang efektif, banyak dari teman-teman yang kadang tidak ikut ngaji atau kegiatan. Kami juga sebagai pengurus sudah ada absensi, tapi itu juga kurang efektif karena menurut saya kurangnya pengajar dan pengawasan dari pusat," ungkapnya.
Selaras dengan Budi, alumnus santri Ma'had asal jurusan Manajemen Pendidikan Islam (MPI), Ahmad (bukan nama sebenarnya) mengakui kurang efektifnya pengawasan dalam program Ma'had putra.
Pasalnya, kata dia, hal tersebut turut disebabkan oleh pengurus Ma'had yang dipegang oleh teman seangkatan sendiri.
“Kalau di asrama (Ma'had Putra) pertama kali udah membentuk pengurus. Dan itu masih ada yang bandel, saling tidak support lah. Dampaknya itu di kurikulumnya, jadi ya kegiatan juga seenaknya sendiri karena kan pengurus itu seangkatan sendiri, nggak ada takut-takutnya," ujarnya kepada kru LPM IDEA secara panggilan Whatsapp, belum lama ini.
Baca Juga: Jadi Syarat KRS dan Ujian Skripsi, UIN Walisongo Kembali Wajibkan Ma’had Bagi Mahasiswa Baru 2023
Selain itu, Alumnus santri Ma'had dari jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI), Abdul (bukan nama sebenarnya) mengaku heran dengan jumlah santri dan tenaga pengajar yang tidak seimbang.
"Ustad yang membimbing kami di Ma'had ada satu, satu doang bayangin, sedangkan mahasiswanya yang di FUPK itu (Ma'had Putra) ada 62 atau 63," ujarnya kepada redaksi melalui panggilan Whatsapp, belum lama ini.
Menanggapi hal tersebut, pengajar sekaligus pembina Ma'had Putra UIN Walisongo, Muhammad Saiful Mujab mengatakan, ia sendirian diberi amanah oleh kampus terhadap seluruh program Ma'had.
"Saya sendirian dipasrahi untuk bertanggungjawab pada keseluruhan program harian, dan mingguan, dan bulanan, tahunan," terang Mujab kepada kru IDEAPERS.COM melalui panggilan WhatsApp, belum lama ini.
Lebih lanjut, ia menyebutkan beberapa kegiatan Ma'had Putra. Mulai dari ibadah salat jamaah, membaca ratib, dan bertanggung jawab terhadap kebersihan hingga kosumsi santri putra.
"Di Ma'had Putra yang sehari itu bisa tiga kali kegiatan; setelah Maghrib, setelah Isya, dan setelah Subuh. Kegiatan ibadah misalkan jamaah, terus membaca ratib, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Misalkan kebersihan, perlengkapan, kedisiplinan, keamanan, perlengkapan, konsumsi, dan sebagainya itu semuanya saya ikut bertanggungjawab," jelasnya.
Kegiatan tersebut, kata dia, menunjukan perbandingan antara jumlah santri dengan pengajar yang tidak ideal. Sehingga wajar jika program pembelajaran kurang efektif.
"Sehingga kalau secara rasio, antara pengajar dengan mahasiswa dan juga jumlah kegiatan, tentu saja itu bukan rasio yang ideal," ungkapnya.
Menurut dia, hal tersebut menjadi kendala dalam pengawasan program Ma'had santrinya. Pasalnya, di sisi lain ia juga memiliki tanggung jawab lainnya sebagai dosen pengajar di kampus.
Lebih lanjut, ia juga mengakui kurang efektifnya kepengurusan Ma'had yang dipegang oleh teman seangkatan. Hal itu turut berdampak pada disiplin dan ketegasan aturan Ma'had.
"Saya pribadi punya kegiatan di luar Ma'had, setelah Subuh misalkan saya masih ada persiapan untuk mengajar nanti jam 7, sudah ada mengajar (di kampus). Jadi tidak mungkin saya bisa mengawasi keseluruhan mahasiswa melaksanakan hukumannya dan kebersihan," jelasnya.
"Kalaupun saya menunjuk beberapa pengurus tidak ada senior, sehingga tidak ada atau kurangnya sosok figur yang ditakuti oleh sesama mahasiswa," pungkas Mujab.[Rep. Rifky Adi, Riska/Red. A.M].
KOMENTAR