Gedung Ma'had Al-Jami'ah I UIN Walisongo Semarang |
Sebelumnya, bagi mahasiswa baru angkatan 2022 (sekarang semester 2) yang diterima melalui jalur seleksi UM-PTKIN dengan nilai ujian bahasa arab, baca tulis Al-Quran, dan keislaman yang kurang, serta penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) wajib nyantri di Ma'had kampus.
Hal ini berdasarkan surat pemberitahuan nomor 3086/Un.10.0/R.3/KM.02.05/07/2022 yang ditanda tangani oleh Wakil Rektor 3, Achmad Arief Budiman, pada (25/07/22).
Salah satu santri penerima KIP-K, Ristiana Maharani mengaku sempat memiliki keinginan untuk aktif mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Salah satu UKM yang ia ikuti yakni dalam bidang teater atau seni.
Sayangnya, kata dia, hal itu belum tercapai lantaran santri Ma'had dibatasi aturan yang mewajibkan mereka kembali ke gedung Ma'had sebelum pukul 17.30 WIB.
"Dulu pengin ikut UKM Genesa (teater), tapi Karena kegiatan malem-malem, pentas-pentas malem, kan aku di Ma'had jadi nggak pernah ikut," ucap Risti, mahasiswa Pendidikan Biologi.
Sebagai informasi, aturan resmi Ma'had Al-Jami'ah UIN Walisongo dapat diakses melalui laman https://mahad.walisongo.ac.id/?page_id=22.
Aturan tersebut, lanjut Risti, membuat dia tak bisa mengikuti kegiatan UKM yang dominan aktif di malam hari. Karena itu, ia memilih untuk merelakan UKM.
"Ya udah aku lepas UKM nya, aku ngundurin diri gitu. Jadi gak pernah ikut kegiatannya. Karena ya malem nggak bisa keluar gitu," katanya saat diwawancarai secara online oleh kru IDEAPERS.COM, pada Selasa (20/6/23).
Selain harus melepaskan UKM, ia menceritakan keluh kesahnya dalam membagi waktu antara kegiatan Ma'had dan kuliah.
Ia mengaku cukup kewalahan untuk menyelesaikan tugas kuliahnya yang didominasi laporan praktikum (laprak).
"Jurusanku banyak banget tugas, kadang ngerasa terbebani karena aku laprak aja nggak cukup buat semalem," ungkap mahasiswa asal Rembang ini.
Baca Juga: Keluhkan Fasilitas Ma’had UIN Walisongo, Santri: Menu Catering Perlu Diperbaiki
Ia menjelaskan kegiatan Ma'had usai pulang kuliah dimulai pukul 8 hingga 9 malam, serta dilanjutkan lagi mengaji di pukul 6 pagi.
"Aku capek nggak bisa terus, misal di kelompok kan terus di malem-malem bisa lupa (laprak), kaya ngerasa kontribusi di kelompok itu kurang maksimal gitu loh. Terus menurutku kurang istirahat saja kalo di Ma'had," terangnya.
Usai di Ma'had, Risti mengungkapkan memilih bertempat tinggal di kos. Sehingga, ia tak lagi dibebani aturan tak boleh keluar malam.
“Terus aku bisa pulang malem, yang biasanya pengin main atau ada kegiatan terkait UKM, terkait organisasi gitu. Jadi aku penginnya ngekos,” pungkasnya.
Selain Risti, mahasiswi penerima KIP-K lainnya, Hikmah Puji Ningtyas mengungkapkan keinginannya yang belum tercapai selama tinggal di Ma'had Al-Jami'ah.
“Kaya aku pengin ikut UKM atau organisasi itu tapi nggak terwujud, jadi nggak jadi. Misalnya masuk UKM genesa yang seni gitu.” ujar mahasiswa prodi Matematika itu.
Selama nyantri di Ma'had, ia menceritakan sulitnya meluangkan waktu dalam mengerjakan tugas kuliah. Sehingga, ia memilih weekend sebagai waktu terbaiknya.
"Kalo lagi ada ujian itu kadang kurang memanage waktu. kalau hari Sabtu Minggu setelah nggak ada kegiatan langsung mengerjakan tugas kuliah," jelasnya saat diwawancarai secara online oleh kru IDEAPERS.COM, pada Selasa (20/6/23).
Hal yang sama dialami oleh mahasiswa jurusan Akidah dan Filsafat Islam (AFI), Luthfia. Ia mengatakan sempat memiliki keinginan bergabung dalam UKM Ushuluddin Language Community (ULC) lantaran minatnya dalam bidang bahasa asing.
Namun, ia memilih mengurungkan niatnya tersebut. Menurutnya, tak mudah mendapatkan izin absen dalam kegiatan Ma'had, sekalipun untuk berorganisasi atau aktif UKM.
"Tadinya mau ikut ULC, tapi karena jadwal Ma'had padet jadinya cape kalo ikut UKM nanti," ungkap Luthfia saat diwawancarai secara online oleh Kru IDEAPERS.COM, pada Jumat (23/6/23).
"Kalau di Ma'had itu kan misal ada kegiatan organisasi yang nginep atau pulang kuliah sore susah, harus ijin dulu," tambah mahasiswa penerima beasiswa KIP-K ini.
Mahasiswi asal Tanggerang itu mengaku sedikit menyesal atas keputusannya tak bergabung UKM ULC. Namun, ia mengatakan kegiatan Ma'had masih menunjang minatnya untuk belajar bahasa, yaitu Conversation dan Muhaddatsah.
"Nyesel sedikit, cuma di Ma'had kan ada kelas bahasa juga, jadi hampir sama mungkin," katanya.
Selesai dari Ma'had dan batal bergabung ULC, ia menuturkan sudah mempersiapkan secara matang kelanjutan kelas bahasanya.
"Aku juga ikut les bahasa Inggris online kak, di Pare jadi nggak masalah," ucapnya.
Setahun nyantri di Ma'had, menurut Luthfia menjadi waktu yang cukup. Sehingga, lanjutnya, selepas tinggal di Ma'had ia memutuskan untuk menyewa kos di sekitar daerah kampus (Ngaliyan).
"Kurang efektif aja kalau mau lanjut di sini (Ma'had) lagi, terus tugas-tugas juga banyak yang numpuk. Soalnya kalau ada kegiatan di Ma'had itu nggak boleh izin ngerjain tugas," jelasnya.[Rep. Ayu/Red. Riska].
KOMENTAR