dari pertanyaan
seorang anak yang tumbuh menuju usia; dari sembilan ke sepuluh
yang
Kedua tangannya sama menggandeng otak pamannya ke sepetak kota kata...
/1/
"Paman, kenapa orang berbaju, apa ada aib yang perlu ditutupi?"
"Jangan tanya, bukan begitu maksudnya"
"Kenapa begitu?"
"Itu harta mereka yang ingin ditampak ke mata massa"
"Dengan begitu apakah diri mereka tidak lebih berharga dari pada bajunya?"
"Jangan tanya, bukan begitu maksudnya"
"Kenapa mereka mengenakan sepatu kulit sapi? Apa kulit meraka tidak sebagus kulit sapi untuk dijadikan sepatu?
"Bukan, kulit sapi hanya langkah awal untuk membuat sepatu dari sesayat kulit kita."
"Ow, lekas ada yang lebih ironi. Mungkin nanti mereka dapat berucap: "kulit sepatu ini sama dengan kulitmu. kala kuinjak kepalamu, sejatinya kusedang membelai dan cium kepalamu dengan kulit pipimu""
"So sweet"
/2/
"Kita mau lewat mana paman?
"Sesekali Kita lewat tol, jalan mulus yang terbuat dari darah dan tulang punggung kita"
"Jalan yang biasa di lewati Banyak kawanan gajah?"
"Iya, tinggal kita menunggu Ababilnya dan batu dari nekara tiba di kepala"
"Sampai kapan?"
"Jangan jawab, bukan begitu jawabnya. Tanya Marsinah dan sejenisnya."
"Siapa?"
/3/
"Nanti kita srjenak mampir ke pasar, paman..."
"Baik, Sebentar lagi sampai"
"Ini pasar apa?"
"Itu ada tulisan besar, coba kamu baca: UNI VERSI TAS"
"Tidak ke pasar lain saja?
"Sudah hangus tanpa sisa"
"Ini pasar terbesar dari seluruh pasar yang ada. Lebih menjanjinkan untung. Tubuh manusia, kepulan narasi, perdagangan Ideologi-imagologi, dan juga apem, ada di sini. Kamu minat?"
"Aku kecil, tak paham apa maksud paman."
"Yang jelas bukan begitu maksudnya. Diam dan jangan sedikitpun bertanya"
/4/
"Paman... Kenapa kita..."
"Stop, jangan bertanya. Ingat, kita telah sampai di pasar"
"Ups"
/5/
"Mari kita berpulang. Menggali lubang. Kita kubur ini barang dagangan"
"Belum sempat kita nikmati—Beli dengan harga mahal, kena apa kita kubur?"
"Barang ini sulit mati dan mungkin tak pernah mati. Untuk itu, perlu kita paksa mati"
"Apa kiranya bumi bersedia menerima?"
"Benar juga, ya sudah. Akselerasi. Kita kirim saja langsung ke neraka"
**
[Muhammad Faisal Dhuhimatul Hilmi]
Warga Komunitas Sastra Literada
KOMENTAR