"Kami lebih menderita dalam imajinasi daripada dalam kenyataan," Seneca.
Polemik tentang kecemasan maupun ketakutan akibat dari terlalu banyak berpikir bukan hal yang terjadi di era modern ini saja. Ribuan tahun yang lalu, orang-orang juga pernah merasakan sama persis apa yang kita rasakan saat ini. Cemas dan khawatir tentang apakah nanti akan mendapatkan pekerjaan yang layak, hubungan, dan pengalaman mengenai kehidupan manusia lainnya.
Pikiran sangat mempengaruhi diri kita, terutama pikiran negatif. Ketika kita berpikir negatif akan menimbulkan rasa khawatir, cemas, ragu-ragu dan lain sebagainya. Misalnya saja ketika kita diminta untuk melakukan sebuah pekerjaan yang sama sekali belum pernah kita lakukan, dalam hati berkata "apakah saya bisa melakukannya?" padahal kita belum melakukan apa pun.
Dalam kasus di atas yang sebenarnya kita pikirkan hanyalah sebuah kecemasan atau kekhawatiran. Di mana kecemasan itu bentuk dari ketakutan pikiran bukan cerminan realitas sebenarnya. Namun berbeda hal jika kita berpikir sebaliknya, berpikiran positif. Maka akan timbul rasa percaya diri dan optimisme meskipun kita belum pernah melakukannya. Lalu bagaimana cara untuk manajemen pikiran kita?
Ketika kita merasa cemas dan khawatir cobalah meluangkan waktu sejenak untuk mengendalikannya, karena hanya diri kita sendirilah yang dapat mengontrolnya. Sebagaimana yang tertulis dalam majalah INC oleh Amy Morin Anda, kita tidak dapat mencegah datangnya badai, tetapi kita dapat mempersiapkannya. Kita juga tidak dapat mengontrol bagaimana orang lain berperilaku, tetapi kita dapat mengontrol bagaimana kita bereaksi dan meresponsnya.
Manajemen pikiran menjadi kunci utama untuk mengontrol sikap dan tindakan kita. Pasalnya hal yang paling memungkinkan untuk dilakukan adalah mengendalikan sisi internal diri kita. Kemudian mencoba untuk melihat realitas dan berhenti hidup dalam bayang-bayang pikiran.
Pikiran perlu dibarengi dengan tindakan. Untuk dapat mengontrol pikiran, kita perlu berani mencoba menghadapi realitas. Kecemasan dan kekhawatiran yang terbendung dalam pikiran kita akan menemui jawabannya apakah kita sebuah kebenaran atau tidak.
Untuk melakukan keduanya kita juga perlu memiliki kesadaran akan realitas kita. Pengetahuan akan realitas ini menjadi modal bagi kita untuk berpikir dan mengolah informasi tersebut menjadi sebuah keputusan. [Riska Apriliza]
KOMENTAR