“Yang terbesar dari kebodohan adalah mengorbankan kesehatan untuk jenis lain dari kebahagiaan,” Arthur Schopenhauer.
Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan sejak tahun 2019 Indonesia berada di peringkat ketiga dunia dengan jumlah perokok terbanyak. Di bawah negara China dan India, dengan presentase sebanyak 33,8 persen atau sekitar 65,7 juta penduduk Indonesia menjadi perokok aktif.
Pemuda usia 10 hingga 19 tahun, menjadi salah satu kalangan yang paling disoroti lantaran jumlah perokok aktif yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sebagaimana Riset Kesehatan Dasar (Riskesda), menunjukan peningkatan sebanyak 9,1 persen. Di tahun 2003 sebanyak 1,9 persen, kemudian meningkat sebanyak 7,2 persen pada tahun 2018.
Salah satu faktor penyebab maraknya perokok aktif pada generasi muda, lantaran adanya keinginan untuk mencontoh dan meniru. Dalam hal ini lingkungan memiliki peranan yang cukup besar. Dari orang-orang di sekelilingnya yang merokok ataupun iklan di televisi yang memicu keinginan remaja untuk mencoba sensasi merokok.
Selain itu, dorongan untuk dilihat dan dinilai keren selayaknya orang dewasa yang merokok juga menjadi faktor. Sebagaimana pendapat dokter Mayung Sambo, yang mengatakan, “Berdasarkan usia, remaja memiliki rasa penasaran yang tinggi. Dengan melihat orang-orang disekitarnya merokok, maka ia akan dengan mudah meniru mereka”.
Kepala Bidang Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes RI, menjelaskan akibat merokok pada generasi muda dapat menganggu produktivitas mereka. Pasalnya dapat mengurangi konsentrasi dan mengganggu perkembangan paru-paru. Kemudian mereka dapat mengalami kecanduan, penuaan dini, masalah pada kulit, dan emosi yang tidak terkendali.
Tidak hanya berpengaruh secara fisik, namun juga terhadap perilaku mereka. Kebiasaan merokok akan membuat remaja merasa lebih dewasa dan bebas untuk melakukan apapun. Jika tidak adanya kontrol, keadaan ini yang akan membuat mereka mudah terjerumus pada hal-hal yang tidak semestinya dilakukan.
Namun di sisi yang lain, memaksa orang untuk berhenti merokok bukanlah perkara yang bijak. Pasalnya merokok atau tidaknya seseorang menjadi pilihan bagi setiap individu. Meskipun demikian, dalam merokok seseorang juga perlu bersikap bijak. Misalnya tidak merokok di depan anak kecil agar tidak ditiru ataupun tidak membuang bekas rokok di sembarang tempat. Tidak hanya itu saja, pilihan untuk merokok juga perlu dirasionalisasikan dengan jelas, tidak hanya sebagai ajang mengikuti trend untuk bergaya.
Sebagai generasi muda, perlunya memiliki pendirian dan komitmen yang kuat minimal kepada dirinya sendiri. Menjadi seseorang yang berprinsip tidak terbawa oleh arus yang ada. Membangun kesadaran bahwasanya nasib dirinya dan bangsa Indonesia ada di tangannya.
Bagaimana seorang generasi muda memiliki kualitas hidup yang baik secara intelektual, sikap maupun mental. Menjaga produktifitas dengan tetap belajar, berkarya dan mengasah kemampuan soft skill maupun hard skill yang dimiliki. Hal ini sebagai modal bagi mereka di masa depan dan menentukan keputusan mana hal yang semestinya dilakukan atau tidak? [Nia]
KOMENTAR