Selain bulan Ramadhan, dalam Islam bulan Dzulhijjah juga menjadi bulan yang istimewa karena beberapa peristiwa penting terjadi pada bulan ini. Salah satunya perintah Allah SWT kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya Nabi Ismail yang kemudian diganti domba. Peristiwa ini, kemudian menjadi anjuran setiap tahunnya bagi umat Islam untuk menunaikan ibadah kurban.
Sepuluh hari sebelum hari raya Idul Adha, umat Islam juga disunahkan untuk melakukan ibadah puasa. Salah satunya puasa Arafah pada sembilan Dzulhijjah. Dimana hari itu juga disebut hari Arafah yang berarti mengehatui atau meyakini.
Kilas balik puasa Arafah ini, berawal dari mimpi Nabi Ibrahim pada malam ke delapan Dzulhijjah untuk menyembelih putranya, Ismail. Nabi Ibrahim kemudian merenungi mimpi itu, apakah dari Allah atau justru berasal dari setan. Dari kejadian inilah, hari kedelapan bulan Dzulhijjah dinamakan hari Tarwiyah atau perenungan.
Malam berikutnya, Nabi Ibrahim kembali memimpikan hal yang sama di hari berikutnya. Nabi Ibrahim pun mengetahui atau telah yakin jika mimpi itu dari Allah serta meyakini hal tersebut sebagai perintah-Nya. Hal ini menjadi alasan hari kesembilan bulan Dzulhijjah disebut hari Arafah yang berarti mengetahui atau meyakini.
Bentuk penghormatan kepada Nabi Ibrahim dan putranya atas pengabdiannya ialah Allah memerintahkan umat Islam melalui Rasulullah untuk melaksanakan puasa Arafah, seperti halnya terjemahan hadits Nabi berikut.
"Puasa hari Arafah menghapus dosa dua tahun; Setahun sebelumnya dan setahun yang akan datang. Puasa Asyura menghapus dosa setahun sebelumnya." (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Daud)
Terkait pelaksanaan puasa Arafah, di setiap negara tidak selalu berbarengan, lantaran rukyatul hilal sebagai penentuan awal bulan Dzulhijjah tidaklah sama. Maka, pelaksanaan puasa di hari Arafah antar negara tidak berlangsung dalam hari yang sama. [Mita]
KOMENTAR