Kontras,
Mereka beroda empat, aku mengkaki dua
Terlihat kerlap rambut bak basah terbelai air,
Kugersangkan rambut patahku,
bukan pada hati
Mereka beroda empat, aku mengkaki dua
Terlihat kerlap rambut bak basah terbelai air,
Kugersangkan rambut patahku,
bukan pada hati
Amati,
Tak jatuhnya air menunggang di atas dedaunan,
Itulah sebagaimana aku
Yang Berapa kali kusebut dalam puisiku
Tak jatuhnya air menunggang di atas dedaunan,
Itulah sebagaimana aku
Yang Berapa kali kusebut dalam puisiku
Kamu berdiri
di sebuah papan catur raksasa
Jalan, merangkak, kemudian duduk
di sebuah papan catur raksasa
Jalan, merangkak, kemudian duduk
Ia Berdiri, menendang, kemudian jatuh
Kali sekian minim strategi, dan...
Mati
Kali sekian minim strategi, dan...
Mati
Kamu, berdiri seorang diri di tengah terik matahari
Bisa kulihat Hitam bayangmu, menggujur melalang horizon
Hingga mendung pun datang. Redup dan padam
kata Pak Tua:
Singa tetaplah singa
Tapi satu hal,
Bertaring atau ompong?
Singa tetaplah singa
Tapi satu hal,
Buta atau waskita?
Singa tetaplah singa
Tapi satu hal,
Bagaswaras ataukah lumpuh bahkan pincang?
Bisa kulihat Hitam bayangmu, menggujur melalang horizon
Hingga mendung pun datang. Redup dan padam
kata Pak Tua:
Singa tetaplah singa
Tapi satu hal,
Bertaring atau ompong?
Singa tetaplah singa
Tapi satu hal,
Buta atau waskita?
Singa tetaplah singa
Tapi satu hal,
Bagaswaras ataukah lumpuh bahkan pincang?
Semarang, 27 Juni 2021
[Faidhumi]
Warga Komunitas sastra Literada Semarang
Warga Komunitas sastra Literada Semarang
KOMENTAR