Menyoal Kebebasan Perempuan


Membincang nasib perempuan soal kebebasan dirinya seperti tidak pernah mengalami titik temu. Narasi besar perempuan sebagai makhluk yang inferior selalu menjadi hantu dan dilema besar. Berbagai perlawanan dan gerakan terorganisir pun seperti masih belum cukup untuk meraih kemerdekaan kaum perempuan. 

Dilansir dari cnnindonesia.com, selama tiga tahun terakhir Lembaga Bantuan Hukum (LBH) mencatat peningkatan kasus kekerasan berbasis gender mengalami peningkatan. Selama tahun 2020, terdapat 1.178 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka ini menunjukkan peningkatan dari angka dua tahun sebelumnya, dimana tahun 2018 sebanyak 837 kasus dan 2019 sebanyak 794 kasus. 

Narasi keterpinggiran perempuan bahkan sudah ada dan menjadi pembahasan sejak berabad-abad lampau. Semakin menjadi perbincangan ketika beberapa filsuf menuliskannya dalam karya-karyanya. Seperti Aristoteles yang mengatakan bahwa perempuan adalah produk gagal Tuhan. Ia mengatakan ini sebagai bentuk ungkapan ketika perempuan di masanya dianggap tidak berkontribusi terhadap perkembangan peradaban.

Selain itu, salah satu filsuf eksistensialis sekaligus tokoh feminis, Simon De Beauvior dalam karya fenomenalnya "Second Sex" mengatakan, sejarah dan keyakinan terkait definisi perempuan mengalami kecatatan. Perempuan dianggap secara biologis, psikologis maupun historis sebagai mahluk kedua setelah laki-laki.

Fakta bologis yang menunjukan perempuan lebih lemah daripada laki-laki; ototnya kecil, tidak bisa mengangkat beban berat, tidak dapat mengimbangi laki-laki dalam perkelahian. Kemudian secara reproduksi perempuan dianggap pasif lantaran fungsi sel telur yang menunggu sperma. Fakta tersebut memang tidak dapat disangkal. Namun, tidak bisa menjadi dasar untuk mendominasi perempuan atau menyebut perempuan sebagai sosok "yang lain". 

Pada masa pra sejarah, perempuan dianggap sebagai pusat produksi. Hanya berfungsi melahirkan anak dan mengasuhnya. Sementara laki-laki pergi mengembara dan berburu yang direpresentasikan sebagai bentuk penaklukan alam semesta. Kekuasaan dan perkembangannya terus membuat laki-laki dianggap menjadi lebih progresif dan revolusioner. 

Sementara itu, kehadiran perempuan hanya ditempatkan di wilayah domestik. Mengurus rumah dan urusan dapur seringkali dianggap sebagai ketertinggalan dan keterpinggiran. Bahkan, ketika perempuan melahirkan, justru dianggap sebagai proses yang mengakibatkan kemunduran peradaban. Disaat laki-laki menaklukan dunia, perempuan justru melahirkan putaran manusia menjadi lebih banyak.

Keterikatan ini juga membuat perempuan tidak bisa memperoleh hak politik dan ekonomi. Terlebih ketika perempuan berada dalam status sebuah pernikahan. Hubungan ini membentuk persepsi bahwa suami sebagai pelindung istri dan istri harus tunduk pada suami. 

Perempuan dalam Napas Angka Produksi

Setelah dunia bergejolak, pada revolusi industri abad-18, kebungkaman perempuan mulai disuarakan. Menuntut kemerdekaan dan kebebasannya yang sebelumnya dianggap telah direnggut. Kedudukan perempuan dalam ruang publik dan ekonomi mulai diperjuangkan.

Akhirnya, perempuan berhasil tampil  dalam bidang ekonomi, bekerja di pabrik sama-halnya laki-laki. Sayangnya, kemunculan perempuan di ruang publik ini bukan tanpa alasan. Perempuan dipekerjakan di pabrik sebagai jalan keluar akibat banyaknya laki-laki pekerja pabrik yang menuntut kenaikan upah. Para produsen yang tidak mau rugi, merekrut pekerja perempuan dengan alasan bahwa perempuan akan menerima begitu saja ketika diberi upah rendah.

Perubahan kultur ini juga memunculkan pergolakan yang lebih baru lagi. Gerakan kelompok-kelompok feminis semakin gencar menyuarakan hak dan kesetaraan dengan laki-laki. Bahkan, sampai ada tuntutan ekstrim untuk mengalahkan laki-laki dalam urusan eksistensi.

Dua abad berlalu dan dunia masih membincangkan hal yang sama. Revolusi industri ternyata tidak meredam problematika paritas gender bahkan semakin parah di setiap waktunya. Berbagai tuntutan atas kesetaraan hak perempuan terus digembar gemborkan dalam bidang ekonomi, sosial, pendidikan dan politik dan menjadi lebih kompleks hingga saat ini. 

Banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) keperempuanan yang secara terorganisir memperjuangkan hak perempuan dan berupaya menjamin kemerdekaan perempuan. LSM Perempuan hadir untuk memperjuangkan keadilan dan jaminan perlindungan perempuan dari tindak kekerasan di berbagai tempat. Hal ini menjadi fakta bahwasanya probematika paritas gender masih belum tuntas. 

Dilansir dari jurnal penelitian World Ekonomic Forum, Indonesia menempati peringkat delapan di Asia Pasifik sebagai negara yang bias gender. Terdapat tiga sektor yang menjadi fokus dalam menentukan penilaian. Pendidikan, Etika, serta Ekonomi. Indonesia mendapat angka 55 persen dalam ranah pendidikan dan etika sebagai negara yang mensejahterakan perempuan. Sedangkan sektor ekonomi hanya tampil dengan angka 33 persen.

Data ini menunjukkan bagaimana sektor ekonomi menempati peranan penting dalam hal paritas gender, seperti tidak menghiraukan ranah pendidikan dan etika. Bahkan, dalam jurnal tersebut juga menuliskan bahwa peran sebagai ibu rumah tangga menjadi penghalang terbesar perempuan untuk mampu menduduki kursi penting dalam perusahaan.

Kalkulasi ini sangat menunjukkan bahwa baik sebelum atau sesudah abad 18, mindset dunia tentang perempuan tidak pernah mengalami perubahan. Dahulu, perempuan menjadi objek produksi yang menghasilkan anak, sekarang perempuan menjadi objek produksi dalam industrialisasi dan pemajuan ekonomi. 

Banyak narasi dan usaha yang dilakukan kelompok tertentu untuk membongkar ketertindasan serta hak perempuan dalam ruang publik. Namun secara sadar maupun tidak, justru melegitimasi mindset bahwa perempuan adalah makhluk yang tertindas. Perempuan yang tidak merasa bahwa dirinya tertindas, akan melabeli dirinya sebagai makhluk inferior. 

Mindset seperti ini, sebenarnya tidak datang dari diri perempuan itu sendiri. Namun karena narasi besar yang terus digemborkan sepanjang waktu membentuk klaim tersebut menjadi sebuah kebenaran.

Perempuan; Nalar dan Eksistensi

Apa yang terjadi dalam relasi antara laki-laki dan perempuan dalam narasi sejarah, seakan menempatkan perempuan pada posisi yang tanpa pilihan. Tidak mungkin untuk tidak mengikuti klaim global tentang ketertindasan. 

Padahal, Kemerdekaan perempuan tidak hanya dinilai dari eksistensi di publik. Sebagaimana adagium milik Rene Descartes, "Aku berfikir maka aku ada". Keberadaan atau eksistensi manusia termasuk perempuan, tidak ditentutan dari kursi apa yang diduduki. Tetapi lebih pada bagaimana kemampuan menggunakan serta mengolah nalar terhadap segala sesuatu yang diketahui. 

Pola pikir yang cerdas, nalar yang kritis serta etika yang baik menjadi hal krusial dalam diri perempuan. Dimana perempuan nantinya akan berperan sebagai orang tua yang menjadi sekolah sekaligus guru pertama untuk anak-anaknya. Tidak hanya itu, perempuan juga memegang kunci lahirnya generasi penerus bangsa yang baik.

Seperti yang dikatakan Soekarno dalam buku Sarinah: Kewajiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia, “Wanita adalah tiang negara, kesepakatan dia baik maka baiklah negara, dan hubungan dia rusak maka rusaklah negara itu”.

Kemerdekaan seorang perempuan lahir ketika dirinya mampu menggunakan nalarnya untuk menemukan "dirinya" serta bagaimana ia harus hidup, tanpa dipengaruhi wacana wacana dari luar. Esensi dan pengakuan keberadaan perempuan tidak serta merta hanya dinilai sebatas status sosial dan ekonominya saja.

Bagaimana perempuan bisa menjadi independen dalam mengambil keputusan serta tindakan. Sebagaimana yang dikatakan R.A Kartini, "Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut oleh manusia ialah menundukkan diri sendiri".

[Gita]

KOMENTAR

Name

17 agustus,1,2021,4,2023,1,2024,1,22 Mei 2019,1,ab,1,Abu Nawas,1,academy,1,Advertorial,4,AFI,3,ai,5,al-ghazali,1,al-ikhlas,1,Al-Qur'an,4,Albert Camus,3,Albert Estein,2,Anak,1,Anak laki-laki,1,Analisis Utama,2,Animal Farm,1,aqidah dan filsafat islam,3,Artificial Intellgence,3,Artikel,523,Artikel sastra,1,atribut,1,audiensi,6,bali,3,Banding UKT 2023,2,banjir,2,bantuan ukt,2,Beasiswa,17,Begadang,1,belajar,5,berdoa,2,Berita,1583,berita potret,1,biografi,1,bonus demografi,1,buku,4,bulan muharram,2,Bulan Ramadan,10,calon wisudawan,1,camaba,10,camaba 2022,2,camaba 2023,1,Carl jung,2,ceremony,1,cerpen,30,Corona virus,65,critical thingking,1,cumlaude,2,cybersecurity. internet,1,darurat pernikahan dini,1,Daun kelor,1,dekan fuhum,1,dema,12,Demokrasi,1,demonstrasi,1,digital,2,diklatpimnas,1,diskon,1,Dokumen,1,dosen,2,dsign,1,Edukasi Seksual,1,ekologi,1,ekosistem,1,EkspreShe,35,era digital,1,Essay,121,fakultas kedokteran,5,Fasilitas,2,Fasilitas PKM,2,fdk,1,feature,2,film,5,Filsafat,38,FITK,1,fresh graduate,3,FUHUM,51,FUHum fest,2,FUPK,7,Gadis Kretek,1,Gagal Wisuda,3,gaya hidup,3,gender,2,General Library,2,Generasi Milenial,31,George Orwell,1,globalisasi,1,graduation cap,1,greencampus,1,Guru,3,hak cipta buku,1,Harapan,2,Hari Buku Internasional,1,Hari Buruh,1,Hari Buruh Internasional,3,hari guru,1,hari ibu,1,Hari Jumat,1,Hari Kartini,1,hari kemerdekaan,2,hari pahlawan,4,Hari Perempuan Internasional,1,Hari Raya,12,Hari Santri,6,Hari Santri Nasional 2022,6,Hari Sumpah Pemua 2022,2,heroisme,1,Hukum,1,Ibnu Sina,1,ide bisnis,1,idul adha,9,Ilmu Falak,1,Ilmu Pengetahuan,89,Imam Nawawi,1,Imlek,2,indonesia,4,info beasiswa,2,info kos ngaliyan,1,inspiratif,1,internasional,5,islam,2,isra' mi'raj,2,Iwan Fals,1,jawa timur,1,Jerat Hukuman,1,judul skripsi terbaik,4,Jurang Asmara,2,Kahlil Gibran,2,Kapitalis,1,Kasus Birokrasi,1,Keagamaan,72,Kebahagiaan,3,kebaya,1,kebudayaan,7,kecantikan,1,kecerdasan,2,Kedokteran,1,kekerasan seksual,2,kekerasan seksual anak,1,kemanusiaan,2,kemerdekaan,2,kerja,1,kesadaran,8,Kesehatan,27,KI Hajar Dewantara,1,KIP-K,6,Kitab Allah,1,kkl,12,KKN,20,Klarifikasi,2,Komunikasi,3,konten vidio,1,kopi,1,Korean Wave,1,korelasi,1,Korelasi 2023,3,Korupsi dosen,1,kos,1,ksr,1,KTT G20,3,KUHP,1,Kuliah,11,Kuliah luar negeri,4,Kuliah Online,21,Kuliah tatap muka,2,kuliner,1,kupi,1,kurban,3,Lahan Parkir,3,leaders declaration,1,liburan,2,lifestyle,1,Literasi,2,Logo HSN 2022,1,lukisan,1,Lulus Cepat,12,ma'had,9,maba 2023,6,maba2022,3,Machiavelli,1,Mahasiswa,632,mahasiswa baru,13,makna hidup,1,makna kembang api,1,Maksiat hati,1,Masa Jabatan,1,Masjid Kapal,1,media sosial,2,Membaca cepat,1,Mendikbud,1,mengingat,1,mental,2,Menulis,1,menwa,1,metaverse,1,modernitas,1,motivasi,8,Muhammad,6,Muhammad Iqbal,1,Munaqosah,2,Musik,1,Nabi Muhammad,2,nasional,15,natal,1,New Normal,18,Ngaliyan,5,Oase,387,Olahraga,2,Opini,251,opini mahasiswa,22,ORKM,2,ormawa,1,orsenik,24,outfit,1,pameran isai,1,pancasila,2,Pandemi,5,PBAK,29,PBAK 2022,5,pbak 2023,14,Pedagogi,1,peluang,1,Pemalsuan,5,Pembayaran UKT,1,Pemilu 2024,3,pemuda,2,Pendidikan,12,penemuan ular,1,pengembangan diri,7,Penjara,1,Penyair,1,Penyesuaian UKT 2022,3,perang ukraina,1,Perempuan,7,peringatan harlah NU,1,pernikahan dini,1,perpustakaan,1,Pertemanan,1,Pidana,1,Plagiasi Rektor,1,PMB,9,politik,5,pondok pesantren,4,pormawa,1,Post-truth,1,Potret Berita,11,potret wisuda,5,ppb,6,praktikum,1,Pramoedya Ananta Toer,1,presidensi,1,profesi,2,Psikologi,34,Puasa,9,Puasa Ramadan,45,Puisi,144,Quotes,1,qurban,1,ramadhan 2023,9,Ramadhan 2024,1,Rasulullah,1,recriutment,2,recruitment,4,refrensi,1,regulasi,1,rektor,7,Resensi,22,Resensi Buku,21,Resensi Film,29,revolusi industri,1,Riset,5,SAA,1,Sahabat,2,Sampah Juras,2,santri Ma'had,4,Sastra,119,Second Sex,1,sedekah,1,sejarah,1,sema,4,Semarang,179,Shalawat,1,Sidang,2,Sistem akademik,1,SK Jabatan 6 Bulan,1,SK Wajib Mahad,11,skill,1,Skripsi,18,sky,1,socrates,2,sosial,2,Sosok,2,stoic,1,sufisme,2,sukses,2,sumpah pemuda,2,Surat Pembaca,9,tafsir,6,Tafsir Misbah,1,Tafsir Surah Fatihah,2,Tahun baru,3,Taman Entrepreneur FEBI,1,TandaTangan,4,tasawuf,2,Taubat,1,teater,7,Teknologi,42,teladan,1,tips,4,Toefl-Imka,21,tokoh,1,Toxic,1,TP,1,tranformasi energi,1,Tugas Akhir,16,UHN,2,UIN Walisongo,749,UIN Walisongo Semarang,19,ujm,2,UKM,11,ukt,33,UKT 2024,2,UKT tinggi,1,ular piton,1,upz,1,video,2,Wajib mahad,4,wali camaba,2,wali wisuda,5,Walisongo Center,2,wanita,1,William Shakespeare,1,Wisuda,110,wisuda 2022,15,wisuda 2023,6,wisuda 2024,6,wisuda offline,5,wisudawan terbaik,28,Writer's block,1,Zodiak,3,zoom meeting,1,Zuhud,1,
ltr
item
IDEApers: Menyoal Kebebasan Perempuan
Menyoal Kebebasan Perempuan
Membincang nasib perempuan soal kebebasan dirinya seperti tidak pernah mengalami titik temu.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhao86wqB70U8fYsxGB92wY38jRCz311KKBJ1EaXc-PH8mALc1MITsqR4B7k5PX7mYlizM8gHD5Z_4I0gf-9s5qaV2hVIiKbUjIYGhKIDGbmtVYhupUnxhjM_ZOE5UlI37p-hZiKC0CVN1k/s16000/Monica+Garwood.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhao86wqB70U8fYsxGB92wY38jRCz311KKBJ1EaXc-PH8mALc1MITsqR4B7k5PX7mYlizM8gHD5Z_4I0gf-9s5qaV2hVIiKbUjIYGhKIDGbmtVYhupUnxhjM_ZOE5UlI37p-hZiKC0CVN1k/s72-c/Monica+Garwood.jpg
IDEApers
http://www.ideapers.com/2021/03/menyoal-kebebasan-perempuan.html
http://www.ideapers.com/
http://www.ideapers.com/
http://www.ideapers.com/2021/03/menyoal-kebebasan-perempuan.html
true
2845694181721974662
UTF-8
Lihat Semua Tidak Ditemukan LIHAT SEMUA Baca Balas Batalkan Komentar Hapus Oleh Beranda HALAMAN BERITA Lihat Semua BERITA TERKAIT RUBRIK ARSIP SEARCH SEMUA BERITA Tidak ditemukan Beranda Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Ming Sen Sel Rab Kam Jum Sab Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des baru saja 1 menit lalu $$1$$ minutes ago 1 jam lalu $$1$$ hours ago Kemarin $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago lebih dari 5 minggu lalu Followers Follow KONTEN INI PREMIUM Share sebelum membuka Salin semua kode Pilih semua kode Semua kode telah disalin. Tidak bisa disalin