Adanya tambahan dua huruf tersebut, gunanya menunjukkan makna yang berlangsung selamanya dan continue. Kemudian, pujian itu diperoleh dari peralihan jumlah fi'liyyah menjadi jumlah ismiyyah.
Sebagai contoh, pernyataan "Zaidun Qoimun" (Zaid itu orang yang berdiri) diperoleh-lah kalimat fi'liyyah yang berarti "Penetapan berdiri bagi Zaid". Karena, keberlangsungan dan kontinuitasnya dapat diketahui hanya dari aspek peralihan jumlah fi'liyyah menjadi ismiyyah.
Berdasarkan keterangan dari Quraish Syihab, lafal "Alhamdulillah" itu terdiri dari tiga susunan kata. Yakni 'Al' untuk menunjukkan makna semua. 'Ham' yang berarti pujian. Dan 'Lillah' bermakna Allah. Jadi, makna dari "Alhamdulillah" ialah segala pujian yang ditujukan kepada Allah SWT. Padahal, jika dalam kehidupan sehari-harinya, yang sering kita puji adalah sesama manusia.
Kemudian, timbul pertanyaan, sebenarnya apa itu pujian? Siapa yang pantas dipuji? Terdapat tiga syarat, bahwa yang berhak menerima pujian yakni seseorang yang telah melakukan perbuatan yang baik. Lalu, hal tersebut dilakukannya dalam keadaan sadar. Dan seseorang tersebut tidak ketika melakukannya tidak didasari rasa terpaksa.
Sebagai contoh, kamu sedang mengalami kesulitan. Kemudian, ada seseorang yang siap membantumu, dan akhirnya masalahmu bisa terselesaikan. Sebagai apresiasi terhadap orang tersebut, kamu mengucapkan terima kasih dan 'Alhamdulillah' atas selesainya kesulitanmu.
Meski begitu, sebagai manusia kita hanya memperhatikan sesama manusia saja. Tanpa mengetahui bahwa sebenarnya lafal 'Alhamdulillah' itu kalimat pujian yang ditujukan kepada Allah SWT. Perlu adanya kesadaran, ternyata semua bantuan dari seseorang itu termasuk potensi yang diberikan oleh Allah. Bagaimana kita bisa membantu sesama, kalau tidak ada yang menggerakkan, Allah lah yang menentukan semuanya.
Namun, kadang kita juga masih belum tau, bagaimana caranya memuji Allah SWT dengan sebenarnya. Karena dengan kuasa dan kebesaran-Nya, manusia merasa tidak pantas memuji Allah SWT. Apalagi, biasanya jika dilihat, setiap pujian pasti tertuju kepada seseorang yang dikenal. Lalu, apakah kita bisa mengenal Allah dengan sebenar-benarnya mengenal?
Beruntungnya kita sebagai manusia yang sudah diajarkan bagaimana caranya untuk memuji-Nya. Dan itu hanya dengan kalimat singkat saja. Yakni ucapkan "Alhamdulillah". Bahkan, betapa berdosanya kita yang memuji Allah hanya dalam ucapan saja, tanpa diikuti debang perbuatan.
Imam Ghazali berkata, "Ketika memuji Allah, sebelumnya harus memohon ampun kepada-Nya. karena pujian yang diberikan tidak sesuai dengan kebesaran-Nya". Itu sebabnya, ada do'a yang jika diartikan "Maha suci Engkau. Engkau kami puji namun pujian itu yang bersumber dari-Mu. Engkau kami puji sebagaimana layaknya engkau dipuji wahai Tuhan". Kami tidak mampu memberikan kesimpulan atau kesempurnaan pujian."
Maksudnya, semakin banyak mengucapkan "Alhamdulillah" karena nikmat yang sudah diberi, maka akan bertambah pula kenikmatan-Nya. Oleh karena itu, hendaklah lidah dan sikap senantiasa memuji Allah dengan sepenuh rasa. Dia Sang Pemberi Nikmat tak terhingga banyaknya, baik kepada yang orang yang memberikan pujian kepada-Nya atau tidak.
Bila seseorang mampu memahami hakikat tersebut dan mengucapkan "Alhamdulillah", niscaya kita selalu mengharap atau tergila-gila dengan pujian. Tidak pula besar kepala hingga lupa diri karena pujian yang diberikan oleh orang lain. Kita hanya akan menunaikan dan menuntaskan tugas pekerjaan yang menjadi tanggung jawab sendiri, bukan demi mengharap banyak nikmat dari Allah SWT.
[Pen]
KOMENTAR