Setiap tanggal 10 November, Indonesia sibuk memeriahkan hari untuk mengenang perjuangan dan jasa para pahlawan pra kemerdekaan. Ucapan, pamflet, quotes, foto, apapun yang berbau kepahlawanan, diunggah di media sosial sebagai wujud "memperingati" hari besar.
Kesadaran hari ini menunjukkan bahwa belenggu ketidak-merdekaan bukan hanya selesai saat berhasil menaikkan sang saka merah putih. Kini, Indonesia dan hampir seluruh warga dunia harus terikat dengan segenap problema yang muncul akibat pandemi Covid-19. Tentu saja, dunia dan Indonesia membutuhkan pahlawan masa kini yang tidak hanya kita kenang, tetapi juga hadir untuk melepaskan temali pandemi.
Lantas, siapa pahlawan yang pantas kita diktumkan hari ini?
Selama berbulan-bulan pandemi, dokter menjadi profesi yang paling sering dinisbatkan sebagai pahlawan. Karena pekerjaannya, keberaniannya, maupun kesediannya menjadi garda terdepan dalam menangani pandemi. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen Doni Monardo menyebut tenaga medis adalah pahlawan kemanusiaan saat ini.
"Merekalah pahlawan kemanusiaan yang harus kita bantu, bahkan dukungan moril setiap harinya. Termasuk keluarganya juga," tuturnya (detik.com, 25/03/20).
Terlebih ketika pasien yang dinyatakan positif covid-19 terus melonjak, profesi medis menjadi tenaga yang semakin dibutuhkan. Tidak hanya itu, dengan adanya data yang menunjukkan bahwa tenaga medis pun turut menjadi korban covid-19, semakin menunjukkan bahwa tenaga medis adalah profesi paling menantang maut, saat ini.
Episteme tentang kepahlawanan tenaga medis juga ditunjukkan melalui media sosial. Ketika di kuartal pertama pandemi, banyak unggahan yang menunjukkan betapa "berat" menjadi tenaga medis. Misalnya unggahan di aplikasi TikTok dengan foto-foto, video, maupun meme yang menarasikan bahwa tidak mudah "menjadi" tenaga medis.
Bahkan terdapat juga postingan video tenaga medis dengan membawa kertas bertuliskan "Kami Tetap Bekerja Untuk Kalian, Kalian Tetap di Rumah Untuk Kami". Pesan yang ditujukan untuk rakyat Indonesia supaya lebih mematuhi kebijakan pemerintah dan tetap di dalam rumah selama pandemi.
Hal ini juga berkaitan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mengupayakan penanganan covid-19. Salah satunya kebijakan physical distancing yang mengharuskan rakyat Indonesia untuk tetap berada di dalam rumah dan mengganti aktivitas kehidupan menjadi serba online.
Namun kebijakan ini juga tidak lepas dari adanya konsekuensi yang dirasakan oleh sebagian besar warga Indonesia. Mulai dibatasinya bertemu orang lain secara langsung, hingga hilangnya pekerjaan karena berhentinya aktivitas apapun yang dilakukan di luar rumah.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) per 7 April 2020, akibat pandemi Covid-19, tercatat sebanyak 39.977 perusahaan di sektor formal yang memilih merumahkan dan melakukan PHK terhadap pekerjanya. Total ada 1.010.579 orang pekerja yang terkena dampak ini. Rinciannya, 873.090 pekerja dari 17.224 perusahaan dirumahkan, sedangkan 137.489 pekerja di-PHK dari 22.753 perusahaan. (kompas.com, 11/08/20)
Peperangan melawan pandemi juga mendorong para ahli untuk menciptaan vaksin sebagai senjata anti covid-19. Tentu saja, untuk mewujudkannya, tidak mungkin tanpa pengorbanan. Salah satunya ketika menguji vaksin (AstraZeneca) dari Universitas Oxford oleh Badan Pengawas Kesehatan Brasil Anvisa. UJi coba ini merenggut nyawa dari sukarelawan. Meskipun begitu, penyelenggara tetap melanjutkan uji coba tersebut. Dan tidak ada komentar lanjut mengenai hal ini, (kompas.com 21/10/2020).
Banyak profesi yang sangat berpotensi dinisbatkan sebagai pahlawan, tak terkecuali guru. Di masa pandemi ini, guru harus berjuang melawan keterbatasan sosial untuk tetap memberikan pendidikan dan pengetahuan kepada para murid. Dibantu para orang tua murid, pendidikan di Indonesia diwajibkan terus berjalan. Meskipun tidak maksimal.
Dari perjuangan semua profesi yag ada, satu eksistensi yang sering terlupakan di tengah banyaknya keterdesakan. Diri sendiri. Ya, di masa yang sulit seperti saat ini, peran diri sendiri seringkali tidak dilibatkan untuk menyelesaikan belenggu keterbatasan. Padahal, peran diri sendiri begitu penting, terutama dalam proses membuka nalar dari mitos-mitos keterpurukan selama pandemi.
Tidak bisa jika kita harus selalu menunggu orang lain menyelamatkan kemerdekaan diri kita. Ketika ada kemauan, di situ pasti ada celah. Maksudnya, bisa menemukan sesuatu hal menarik dari adanya kondisi pandemi seperti sekarang ini. Apapun itu, paling tidak bisa menghindarkan diri dari rantai pandemi yang meredupkan produktivitas.
Mengutip dari Socrates, bahwa penguasaan diri adalah kunci menuju kebebasan. "Waspadalah dengan diri anda sendiri, membumi diri anda dalam kebebasan, melalui penguasaan diri"
Jadi, sudahkah menemukan "pahlawan" dari dalam diri anda?
[Ksm]
KOMENTAR