"Tuhan telah mati! Dan kita telah membunuhnya"
Diktum Nietzsche yang paling sering disalahpahami pemaknannya. Karena pernyataannya ini pula, beberapa orang memilih menjaga jarak dari ide-ide dan pemikirannya. Sebenarnya apa yang hendak diungkpan oleh Nietzsche?
Banyak dari gagasan Nietzsche lahir dari ketidakstabilan sosial pada masa ia hidup. Di mana pada waktu itu, dogma agama membentuk kepatuhan mutlak pada diri masyarakatnya. Kepasrahan terhadap ajaran agama tidak dibarengi dengan pemaknaan mendalam terhadap teks-teks agama.
Ketundukan yang membentuk asketisme, menjadikan masyarakat pada waktu itu lebih banyak mengasingkan diri dari nilai kemanusiaan. Moralitas yang semakin berjarak dari nilai-nilai keseharian. Abad ke-19 bagi Nietzsche, telah meninggalkan orang tanpa bimbingan atau moral.
Menurut Nietzsche pula, agama pada waktu itu menghambat manusia melalui dogma-dogma yang membelenggu manusia dalam lingkaran kesengsaraan selama berabad-abad. Pernyataannya tentang kematian Tuhan tidak serta-merta menegaskan ketiadaan Tuhan dalam pemaknaan secara tekstual. "Tuhan telah mati" menjadi bentuk ketidakhadiran moral Tuhan di tengah masyarakat ketika ia hidup.
Nietzsche sangat skeptis terhadap cara budaya diperlakukan pada zamannya. Dia menganggap bahwa universitas membunuh filsafat, hukum, sejarah, bahasa, sastra, seni, dan sebagainya. Mengubahnya menjadi bentuk pelatihan, pembiasaan serta kepatuhan, alih-alih menggunakannya sebagai panduan hidup.
Nietzsche merasa bahwa kekosongan yang diciptakan oleh agama harus diisi oleh kebudayaan (filsafat, seni, musik, sastra, dll). Melalui karyanya, Nietzsche mengajarkan apa yang ia sebut sebagai "menjadi diri kita yang sebenarnya".
Aphorisme-Nietzsche
Salah satu ajaran yang digagas Nietzsche untuk melepaskan diri dari lingkaran ketundukan dan ketidaktahuan ialah Aphorisme. Nietzsche menegaskan bahwa kebiasaan atau cara kita berpikir menentukan apa yang kita anggap sebagai pikiran. Terutama kepatuhan buta pada keyakinan-keyakinan lama yang dilanggengkan atas dasar kebiasaan.
Aphorisme menjadi alat untuk melakukan kritik dan mendobrak "kenyamanan". Salah satu cara berfilsafat untuk melepaskan diri dari kategorisasi pengetahuan manusia yang cenderung terkotak-kotak. Menempatkan realitas sebagai suatu teks yang terbuka, sekaligus membuka horizon pemikiran baru yang kreatif dan inovatif.
Cara berfisafat ini pula yang mendasari Nietzsche untuk menyerukan reformasi. Membuka ruang besar untuk ketidakpastian, agresivitas berpikir, dan ekspansi ide. Aphorisme menolak kepastian mutlak, ataupun dinding-dinding yang menghambat kreativitas berpikir.
Nietzsche juga sedikit berbicara tentang Ubermensc (manusia super). Seorang manusia super bagi Nietzsche adalah manusia yang berani berkendak dan melakukan hal yang berbeda dari apa yang kebanyakan orang percayai. Ia melihat "kehendak" sebagai pertanda tentang apa yang suatu hari nanti bisa dilakukan. Kehendak ini pula yang menjadi api awal untuk membakar kebiasaan maupun kepatuhan.
Dan sekarang, ada lebih dari sejuta kenyamanan yang tidak hanya berlandaskan pada ajaran agama. Menghabiskan waktu dalam 24 jam dengan kebiasaan layaknya ritual yang terus dipuja, tidak ada beda dengan dogmatisasi buta terhadap suatu ritus. Kematian datang ketika keberanian tidak lagi ada untuk menyeberang pada kebaruan dalam berpikir dan bertindak.
[Ainun]
KOMENTAR