![]() |
Sumber: Utamanews.com |
SISTEM DEMOKRASI di Indonesia membuka kran kebebasan berpendapat bagi semua orang. Hal itu menciptakan peluang kepada seluruh kelompok masyarakat untuk menyampaikan gagasannya. Namun tak jarang kelompok-kelompok tertentu memanfaatkannya untuk menyebarkan ideologi yang bertentangan dengan spirit Pancasila. Dengan ideologinya, kelompok radikal menjalar dan mengancam kedaulatan NKRI.
Untuk mencapai tujuannya, tak jarang kelompok radikal menggunakan cara kekerasan. Paham keagamaan fundamentalis yang ditanamkan berakhir pada aksi dan gerakan terorisme. Seperti aksi pengeboman rumah ibadah, penghalalan darah orang lain, ujaran kebencian, klaim takfiri, menjadi potret buruk sejarah demokrasi kita. Kekerasan atas nama agama seolah dianggap hal lumrah dan sebagai bentuk perjuangan membela Tuhan. Padahal disebabkan karena kedangkalan seseorang dalam memahami teks agama tanpa memperhatikan konteks.
Kelompok radikal terus menyebarkan ideologinya kepada masyarakat. Desain dan polayang digunakan berkembang menyesuaikan dengan kemajuan teknologi dan informasi. Mereka bergerak secara transparan melalui dunia maya. Tujuan yang ingin diraih tidak jauh beda. Seperti Ormas HTI yang berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan syariat Islam. Atau seperti kelompok Majlis Mujahidin Indonesia (MMI) yang menyerang langsung kepada moral ideologi negara.
Radikalisme yang berujung pada aksi terorisme tidak merepresentasikan kultur Islam di Indonesia. Menyebarkan paham dengan cara kekerasan dan menolak sistem yang sudah berlaku di masyarakat. Tradisi dakwah yang awalnya ramah menjadi keruh diwarnai ujaran kebencian, kepentingan politik, dan kampanye ideologi negara khilafah.


![]() |
Sumber: Mojok.co |


KOMENTAR