Nama Sapardi Djoko Damono tidak asing lagi untuk para penikmat puisi. Selain menerbitkan buku kumpulan puisi, pujangga kelahiran Solo, 20 Maret 1940 ini juga telah menerbitkan sejumlah buku esai kritik sastra, novel, bahkan menerjemahkan karya sastra sejak 1969. Dan juga dengan banyaknya penghargaan dari dalam mapun luar negeri, ia memang patut dijadikan panutan di kancah sastra Indonesia.
Namun kita baru saja kehilangan sosok penting tersebut. Sapardi meninggal dunia pada Minggu, 19 Juni 2020 di usia 80 tahun. Sepanjang hidupnya ia telah menciptakan beragam karya yang berpengaruh besar dalam khazanah sastra Indonesia. Berikut 5 karya fenomenal Sapardi Djoko Damono:
1. Hujan Bulan Juni
Sebelum menjadi novel, Hujan Bulan Juni awalnya terbit berupa kumpulan puisi yang kemudian disisipkan ke dalam novel bersama Sarwono untuk Pingkan, kekasihnya. Novel yang berisi manis-getir kisah pasangan tersebut, menjadikannya salah satu novel yang paling diburu.
Novel ini tidak berhenti tenar sampai kumpulan kata saja, tapi juga diadaptasi ke layar lebar, yang dengan apik diperankan oleh Adipati Dolken dan Velove Vexia. Tidak hanya tersedia dengan bahasa Indonesia, Hujan Bulan Juni telah dialihbahasakan ke dalam empat bahasa, yaitu Inggris, Jepang, Arab, dan Mandarin.
2. Yang Fana Adalah Waktu
Bicara soal trilogi Hujan Bulan Juni, kisah Sarwono dan Pingkan usai dalam Yang Fana adalah Waktu. Setelah sebelumnya, novel ini dijembatani oleh Pingkan Melipat Jarak.
Baca Juga: Selamat Jalan, Eyang Sapardi, Kau Tetap Abadi
Peluncuran bukunya diwarnai oleh pembacaan sajak oleh sang pujangga, dan musikalisasi puisi dari sajaknya. Begitu apiknya trilogi ini dikisahkan oleh Sapardi hingga mendapatkan penghargaan dalam Anugerah Buku ASEAN 2018 di Malaysia, sebab dinilai sebagai karya sastra dengan mutu tinggi oleh para panel penilai profesional.
3 Duka-Mu Abadi
Pada 2017 lalu, bertepatan dengan usianya menginjak 77, Sapardi merayakannya dengan menerbitkan tujuh buku sekaligus, yaitu satu novel dan enam kumpulan puisi. Pingkan Melipat Jarak (novel kedua dari Trilogi Hujan Bulan Juni), Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?, Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita, Kolam, Namaku Sita, Duka-Mu Abadi, dan Ayat-ayat Api.
Duka-Mu Abadi, yang berisi 43 puisi Sapardi pada tahun 1967-1968 menjadi salah satu yang paling diminati. Buku ini juga hadir dengan CD yang berisikan musikalisasi puisi yang dibawakan oleh Sapardi.
Baca Juga: 10 Puisi Sapardi Ini Pasti Bikin Kamu 'Klepek-klepek'
Lewat buku ini, Sapardi sukses mencitrakan diri bahwa ia bukanlah sekedar pujangga yang pandai bermain kata. Namun, juga persona yang ingin mengajak mereka yang belum dekat dengan sastra.
Buku ini merupakan ajakan yang disertakan dengan contoh dan penjelasan, untuk mengerti 'gaya' yang seringkali digunakan oleh para penyair.
5. Manuskrip Sajak Sapardi
Selain ketujuh buku yang sudah dijelaskan diatas, Manuskrip Sajak Sapardi juga lahir pada tahun 2017 untuk mewarnai literasi Indonesia. Buku ini disebut-sebut sebagai harta karun yang berharga. Di dalamnya terdapat corat-coret sajak Sapardi semasa muda hingga dewasa.
Buku memiliki rancangan serupa album kolase gambar yang dibagi dalam periode tahunan. Dalam Manuskrip Sajak Sapardi kita dapat melihat sajak-sajak indah Sapardi yang spontan, mengalir apa adanya, sebelum lahir dalam bentuk buku. Sapardi berharap, artefak ini untuk bisa menjadi bahan studi dalam pembelajaran sastra.
[Fine]
KOMENTAR