
Yang namanya candu itu tidak hanya berupa rokok, video game, maupun narkoba. Malahan di era digital ini, media sosial juga menjelma dalam bentuk candu. Nyatanya sebuah penelitian mengungkapkan, perilaku orang yang kecanduan narkoba dijumpai juga dalam bentuk diri orang yang sedang kecanduan media sosial. Indikasinya, sekarang ini user media sosial cenderung mudah mengambil suatu keputusan. Inilah yang menjadi tolak ukur terlihatnya ada kesamaan antara pengguna media sosial dengan pecandu narkoba.
Lalu, seberapa parahkah netizen Indonesia terjerat sindrom kecanduan media sosial? Dilansir dari We Are Social, perusahaan media asal Inggris yang bekerja sama dengan Hootsuite, laporannya yang berjudul Essential Insights Into Internet, Social Media, Mobile, and E-Commerce Use Around The World menyebutkan, masyarakat Indonesia meghabiskan waktunya selama 3 jam 23 menit hanya untuk mengakses media sosial. Sementara itu hingga 30 Januari 2018, data pengguna aktif media sosial mencapai 130 juta jiwa. Dan kebanyakan dari mereka meengunduh tiga aplikasi yang berupa WhatsApp, Facebook, dan Instagram.
Lantas seberapa bahayakah risiko yang mungkin timbul dari penyakit candu akan media sosial? Ahli psikolog berpendapat, orang yang memasuki lingkaran candu media sosial terdiagnosa mengalami gangguan mental. Namun, beberapa ahli masih memperdebatkan pendapat tersebut.
Pendapat lain mengatakan, kecanduan media sosial bisa diidentikkan dengan kecanduan narkoba, disebabkan kedua hal tersebut memiliki beberapa titik kesamaan. Gamblangnya kedua-duanya sama, bergantung pada sumber kesenangan tertentu. Meskipun obyek yang menjadi sumber kesenangan tersebut itu berbeda.
Para psikolog telah mencatat bagaimana like, komentar, dan follower baru di akun jejaring sosial bisa memicu hormon dopamin. Hormon ini memicu timbulnya rasa bahagia di otak. Kandungan dopamin juga ditemukan dalam opium yang menjadi bahan baku pembuatan narkoba. Singkatnya, media sosial tanpa disadari membuat kesenangan yang memaksa otak untuk merespon, seakan ia mendapatkan hadiah.
Aplikasi otak yang diaktifkan melalui media sosial memiliki tingkat kesamaan dengan kokain di narkoba. Mungkin hal ini terasa berlebihan, tetapi memiliki jalur yang sama. Bahwa kecanduan media sosial harus disikapi dengan serius, lewat adanya perubahan positif dari perilaku yang tidak produktif. [Firda]
KOMENTAR