![]() |
Republika.com |
Kesediaan bos Go-Jek, menjadi menteri di Kabinet Kerja jilid II juga menjadi kontroversi para pegawainya. Pasalnya pengemudi Go- Jek di beberapa wilayah seperti, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan beberapa tempat di pulau Jawa termasuk di Jakarta melakukan unjuk rasa untuk menolak penunjukan Nadiem Makarim menjadi menteri.
Tidak hanya itu, Pengamat Politik Hendri Satrio, menyinggung Nadiem Makarim yang tidak pernah menempuh pendidikan di Indonesia. Menurutnya, bagaimana Nadiem mengetahui kondisi pendidikan Indonesia, sedangkan ia lulusan luar negeri. Padahal, kondisi pendidikan di Indonesia sendiri antar wilayah, baik kota atau desa sudah berbeda. Meskipun, di sisi lain hal tersebut bisa menjadi modal Nadiem untuk memajukan pendidikan Indonesia.
Sosok dan track record Nadiem sebagai Mendikbud menjadi polemik dan perbincangan di media sosial. Khususnya, sebagian masyarakat mempertanyakan bagaimana kinerjanya nanti di dunia pendidikan.
Paska Nadiem Makarim dilantik menjadi mendikbud baru, Presiden Jokowi menginstruksi Nadiem untuk merombak kurikulum pendidikan Indonesia besar besaran. Berdasarkan hal tersebut, lantas ada apa dengan kondisi pendidikan di Indonesia? Mari kita pikirkan bersama.
Lembaga pendidikan sendiri mengemban peran utama dalam mengasah perserta didik agar mampu berfikir kritis dan kreatif. Sehingga, siswa bisa jernih memahami masalah, inovatif mencari jalan keluar, serta tangguh menghadapi beragam tantangan dan perubahan. Oleh sebab itu, sistem pendidikan Indonesia termasuk kurikulum mempunyai peranan penting dalam membentuk kualitas siswa di Indonesia.
Selain itu, Kurikulum memang sudah menjadi perhatian Jokowi, sejak menjadi presiden 2014 silam. Waktu itu kurikulum K-13 telah diterapkan. Akan tetapi baru berjalan tiga tahun kemudian dibatalkan. Penerapan K-13 saat itu, juga tidak merata di seluruh sekolah di Indonesia, hanya pada sekolah-sekolah tertentu saja. Realitanya, masih ada yang menerapkan kurikulum KTSP karena belum siap menggunakan kurikulum K-13, karena sumber daya manusia dan infrastruktur.
Hal tersebut ternyata berdampak pada kegiatan pendidikan di Indonesia, termasuk Ujian Nasional (UN). Pelaksanaan UN di sekolah saat itu terlihat carut marut. Ketika sekolah yang masih menerapkan KTSP, ternyata materi yang diujikan ketika UN adalah materi K-13. Bahkan sempat ada dua kali pergantian kurikulum dalam satu masa jabatan.
Peneliti Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) Anggi Afriyansah mengiyakan persoalan utama pendidikan di Indonesia mengenai rumitnya kurikulum. Kurikulum di Indonesia tidak memerhatikan kualitas kondisi sosial dan keberagaman di Indonesia.
Tidak dipungkiri kurikulum dan metode pembelajaran sekolah di Indonesia memang bermasalah. Permasalahan ini sudah merentang sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Di bangku sekolah dasar misalnya, murid-murid dijejali banyak tugas, tanpa memperhitungkan tujuan akhir mengapa diberikan tugas tersebut untuk apa. Mata pelajaran yang diajarkan juga dua kali lipat lebih banyak, daripada di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Terhitung sejak masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kurikulum pembelajaran di Indonesia (termasuk metode pembelajaran), terlihat hanya menekankan "yang penting pendidikan berjalan" tanpa memikirkan bagaimana efektivitas sistem yang diterapkan. Seperti, mematuhi perintah tanpa membuka ruang berdiskusi untuk siswa, serta menyeragamkan pemahaman ketimbang mengoptimalkan potensi tiap siswa.
Namun, polemik pendidikan di Indonesia tidak hanya sebatas masalah kurikulum. Termasuk pula pemerataan pendidikan bagi semua anak di Indonesia patut menjadi sorotan. Melihat berbagai kondisi sosial, ekonomi masyarakat Indonesia, pemerintah kiranya perlu melakukan riset yang tepat, agar dalam penentuan kurikulum bisa diterima oleh setiap sekolah yang ada di Indonesia, bukan hanya satu atau dua sekolah melainkan semua sekolah.
Lantas apakah kehadiran Nadiem Makarim bisa memberi harapan baru bagi sistem pendidikan di Indonesia? Mari renungkan bersama. [Inces]
KOMENTAR