Cnn.indonesia,com |
Berangkat dari definisi yang diciptakan oleh sebagian orang, bahwa hal itu sebagai wujud mimpi yang menjadi kenyataan, akhirnya Saya sendiri pernah berharap ingin mengalami De Javu. Misalnya, ketemu lelaki idaman sampai menjadi teman hidup. Tentu akan sangat menyenangkan, pikirku.
Saya sempat bertanya kepada beberapa teman saya, mengenai pengelamannya tentang De Javu. Kebanyakan jawaban yang diberikan hanya seputar "merasa pernah mengalami suatu kejadian di masa lalu". Ada juga yang merasa bahwa De Javu yang ia alami adalah hasil dari mimpi yang menjadi kenyataan. Tetapi, jangka waktu antara mimpi dan kenyataan hanya selang beberapa hari saja.
Ada salah satu yang lebih aneh lagi. Ada yang sampai menjelaskan bahwa ia merasa bahwa saat berada di kandungan ibunya, ia sudah diberi tau tentang kejadian di masa lalu. Hal tersebut yang dia pahami sebagai De Javu. Coba bayangkan saja, kejadian yang tidak nyata saja dapat membuat pikiran manusia.
De Javu atau Halusinasi
Dari berbagai cerita diatas, Jika De Javu berasal dari mimpi yang dianggap menjadi kenyataan. Hal ini bisa dikatakan juga bahwa De Javu itu hampir mirip dengan halusinasi, yaitu keadaan yang membuat kita mendengar, melihat, dan merasakan hal yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi bisa dialami oleh manusia dengan berbagai usia. Dari anak kecil sampai lanjut usia. Tetapi halusinasi yang mereka alami berbeda-beda jenisnya dengan sebab dan gejala yang berbeda. Dengan pengertian De Javu dan halusinasi diatas. Lalu, sebenarnya bagaimana De Javu itu sendiri?
De Javu sendiri berasal dari bahasa Perancis yang artinya "tidak pernah bisa melihat". Istilah dari De Javu dibuat pada tahun 1876 oleh filsuf Bahasa Perancis Emile Boirac untuk menguji perasaan yang kuat tentang pengalaman yang anda alami sekarang telah pernah dialami di masa lalu. Menurut Cara Kerja Barang, 70 persen populasi manusia pernah mengalami De Javu. Terkhusus untuk manusia dengan rentang usia 15 sampai 25 tahun.
Pada tahun 2006, beberapa Ilmuwan di Leeds Memory Group mengatakan bahwa mereka berhasil menciptakan laboratorium di sana. Mereka menggunakan persetujuan hipnosis untuk mengganti bagian dari proses pengenalan otak. Hal ini menggunakan dua proses yang penting dilakukan di dalam otak. Berawal dari otak yang akan berusaha mencari "file lama" di dalam ingatan untuk melihat apakah kita pernah mengalami masalah tersebut.
Kemudian jika otak menemukan ingatan yang sesuai, sebuah area yang terpisah dari otak akan menghasilkan sesuatu yang akrab. Dalam De Javu, bagian kedua bisa dipicu karena ketidaksengajaan. Selain itu, De Javu juga bisa menantang dengan korteks rhinal, yaitu area otak yang membuat kita menjadi akrab.
Sedangkan, Halusinasi sendiri berarti sensasi yang diciptakan oleh pikiran seseorang tanpa adanya sumber yang nyata. penderita gangguan halusinasi seringkali memiliki keyakinan kuat bahwa apa yang mereka alami adalah persepsi yang nyata. sehingga tak jarang menimbulkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Dari penjelasan tersebut, bisa kita simpulkan bahwa yang saat ini sering dirasakan oleh sebagian orang sebenarnya hanya halusinasi saja, bukan De Javu. Manusia cenderung sudah menyiapkan kejadian yang akan terjadi di masa depan dengan cara mensugesti otaknya. Dan kejadian di masa lalu yang disebutkan itu sebenarnya tidak ada.
Seperti apa yang sudah dijelaskan oleh Dr. Anson, pernah mengikuti kursus neuropsikologi dan neuroanatomi tingkat doktoralnya. Setelah itu, ia menyadari bahwa ada jutaan manusia yang sedang berjuang untuk mencari makna tentang De Javu. Bahwa De Javu berarti sudah terlihat dan dapat dengan mudah digambarkan sebagai perasaan berbeda karena pernah mengalami situasi saat ini sebelumnya. Mungkin terasa seperti campuran firasat dan pandangan sekilas ke masa depan yang segera.
Menurut Ilmuwan Allen Brown, yang menyatakan sekitar 70 persen orang melaporkan mengalami De Javu dan itu terjadi lebih sering pada orang berusia 15 hingga 25 tahun. Dari lima penjelasan yang diberikan oleh Dr. Anson, bisa disimpulkan bahwa yang lebih masuk akal adalah penjelasan nomor lima. Disebutkan bahwa terjadinya De Javu karena manusia sudah merencanakan suatu kejadian di masa depan. Otak kita seakan-akan sudah disugesti untuk memikirkan hal yang akan kita temui esok hari. Seakan-akan kita sudah mengetahui takdir yang aslinya sudah digariskan oleh Sang Pencipta.
Seseorang bisa dikatakan De Javu jika dia mampu menciptakan jalur saraf berbeda yang melibatkan menghubungkan pengalaman waktu nyata dan area memori jangka panjang otaknya. Sehingga membuat dia percaya dengan apa yang terjadi pada saat itu secara bersamaan diingat di masa lalu.
Terlepas dari ketidaknyataan De Javu, yang perlu kita ketahui bahwa hal tersebut adalah Normal. Hampir semua orang di dunia ini pernah mengalami De Javu. Jangan khawatir. Nikmatilah De Javumu, terhiburlah karenanya. [Fine]
KOMENTAR